Chapter 34~Make Up

156 19 0
                                    

~Andrea ~

Saat ini aku benar-benar tidak tahan lagi dengan rasa sakit ini. Seluruh keringatku sudah bercucuran, bahkan alunan musik yang dimainkan oleh Alex tidak dapat kudengarkan dengan baik. Semua konsentrasiku teralihkan kepada rasa sakit ini. Anehnya, sama sekali tidak ada orang yang memperhatikan tingkah lakuku. Entah aku harus bersyukur atau mengutuk orang–orang yang ada di sini.

Sengatan-sengatan itu datang dan pergi. Rasanya ingin sekali membuka kaki palsuku agar aku tak merasakan apa-apa lagi. Namun aku tidak dapat membukanya di sini, sedangkan untuk berjalan aku tidak yakin aku bakal sanggup untuk melakukannya. Namun setidaknya aku harus mencoba. Aku menarik nafasku kuat-kuat mencoba untuk mengalihkan pikiranku dari rasa sakit dan memberhentikan tubuhku yang mulai bergetar. Setelah cukup lama mengatur nafas, aku merasakan kondisi badanku malah semakin parah. Aku merasa keringat dingin mengalir dari pelipisku.

"K.Kyl... Aku mau ke toilet sebentar." Seruku setengah berbisik dan bergetar namun dia sama sekali tidak menoleh. Aku pun menarik ujung bajunya dan membisikan kembali kalimat tadi tanpa suara.

"Mukamu terlihat pucat, kau baik-baik saja Dre? Mau kutemani?" Tanyanya khawatir. Aku pun menggelengkan kepalaku sambil tersenyum lemah.

"Aku tidak mau kau ketinggalan Alex bernyanyi." Bisikku sambil tersenyum. Dia terlihat goyah sekarang.

"Aku baik-baik saja Kyl." Seruku meyakinkannya.

"Baiklah jika terjadi sesuatu hubungi saja diriku, oke?" Perintahnya khawatir. Aku hanya mengangguk dan mulai berdiri dengan tubuh gemetar. Selama berdiri Kyla memperhatikanku dengan lekat-lekat.

Setelah berhasil berdiri, aku mulai jalan dengan kaki yang sedikit kuseret. Aku sama sekali tidak bisa mengangkat kakiku. Setelah merasa cukup jauh, aku menopangkan diriku dengan menyenderkannya di tembok sambil mencoba berjalan. Aku berhenti sebentar untuk menyesuaikan nafasku yang memburu dan kakiku yang sakit dan kembali melanjutkan perjalanan. Untung saja di sekitar lorong sama sekali tidak ada orang.

Saat sedang berjalan aku hampir kehilangan kesadaranku. Pandangan mataku mulai memburam, namun aku tetap melanjutkan perjalanan. Aku benar-benar harus memasuki kamarku agar dapat melepaskan kaki palsuku ini. Aku tidak bisa menahan rasa sakit ini lebih lama. Tidak sengaja aku hampir tersandung kakiku sendiri dan kehilangan keseimbanganku. Saat menunggu tubuhku jatuh di tanah yang keras, aku merasakan sebuah tangan menahanku terjatuh. Namun karena rasa sakit ini, aku sama sekali tidak peduli siapa orang itu, aku hanya terfokus kepada rasa sakit yang semakin menyakitkan ini.

Orang tersebut membawaku entah ke mana, sementara aku memejamkan mata sambil meremas bajunya dengan kuat. Aku menyembunyikan wajahku di tengkuk lehernya dan berteriak kesakitan. Aku benar-benar tidak peduli siapa orang yang sedang menggendongku yang aku pedulikan adalah mencari kenyamanan.

Aku merasa tubuhuku di baringkan dan aku kehilangan kontak fisik dengan orang yang menggendongku. Rasa sakitku tiba-tiba menghilang dan aku menghela nafas lega karena hal itu. Yang aku inginkan sekarang adalah tidur. Semua kesakitan dan juga perjalanan tadi membuatku lelah. Namun aku mencoba sekuat tenaga untuk membuka mataku agar aku dapat berterimakasih dengan orang tersebut.

"Apakah sakitnya sudah hilang?" Tanyanya khawatir. Aku sangat mengenal suara ini dan benar saja saat aku membuka mata Rafa tepat berada di ujung tempat tidurku.

"Sudah tidak terasa. Thanks Raf." Seruku sambil tersenyum lemah.

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan?" Tanyanya dingin. Ini lebih menakutkan dari pada dirinya yang marah terhadapku.

"Kau selalu membuatku khawatir seperti ini. Jangan pernah memaksakan diri dan cobalah bergantung pada orang lain." Aku hanya diam mendengarkannya, sementara berusaha untuk membuka mataku yang mulai mengantuk ini.

Prolog✓Where stories live. Discover now