Chapter 21~ Persuade

181 17 0
                                    

~Andrea~

Seperginya teman-temanku, om Jason langsung datang untuk memberitahukan tentang keadaan kakiku. Keadaannya lebih buruk daripada yang kukira dan itu membuat kedua orang tuaku benar-benar marah kepadaku. Terutama papa. Aku memang terlalu bodoh dan cuek mengenai keadaanku sendiri.

"Kau seharusnya lebih berhati-hati lagi Drea." Kata om Jason menasihatiku. Aku hanya menganggukan kepalaku menjawabnya.

"Kalau kau tidak bisa menjaga diri sendiri dan bertindak ceroboh seperti tadi. Papa tidak akan izinkan kamu untuk pergi bermain bersama teman-temanmu lagi." Seru Papa marah. Aku terkejut dan langsung terduduk tegap mendengar perkataan papa. Aku tak percaya dia baru saja mengancamku seperti itu, padahal dia tahu bahwa teman-temanku sangat berarti bagiku.

"Jangan! Aku janji tidak akan terulang lagi... Tapi jangan larang aku untuk bermain bersama teman-temanku." Mohonku kepadanya. Dia menghela nafas panjang dan menganggukan kepalanya.

"Baiklah papa tidak akan melarangmu. Tapi berjanjilah bahwa kau tidak akan membuat papa dan mama khawatir." Serunya. Aku pun tersenyum lega mendengar jawabannya.

"Sepertinya kau tidak takut untuk berteman lagi. Keputusanmu untuk menyekolahkan Drea benar Xan." Seru om Jason kepada papa. Aku hanya tersenyum lebar kepadanya untuk menyetujui perkataannya.

"Ya tentu saja, walaupun aku selalu khawatir tentangnya. Berterimakasihlah kepada mamamu Drea, kalau bukan karena dia yang membujukku kau tidak akan sekolah." Seru papa. Om Jason pun tertawa mendengar perkataannya itu.

"Kau terlalu protektif kepada Drea." Komentar om Jason.

"Ngomong-ngomong soal teman. Tidak apakan kalau om memberi tahu salah satu temanmu bahwa kau tidak boleh terkena air." Kata om Jason tiba-tiba. Aku pun menganggukan kepalaku mengingat Rafa yang sudah menceritakannya kepadaku.

"Rafa sudah menceritakannya kepadaku." Seruku.

"Jadi anak itu namanya Rafa. Sepertinya dia bisa dipercaya." Komentar om Jason.

"Tapi tetap saja aku tidak dapat mempercayai bocah itu sepenuhnya." Seru papa. Aku memutar bola mataku mendengar komentar papa. Sekarang papa berbicara dan bertingkah laku seperti kakak karena sedang marah.

Tiba-tiba saja pintu dibuka dengan lebar secara kasar. Aku dapat melihat kakak yang berdiri di ambang pintu dengan muka kelelahan. Speak of the devil! Dia langsung berjalan ke arahku dan langsung memelukku. Aku sedikit terkaget ketika kakak memelukku dengan sangat erat. Tak lama mama masuk sambil membawa beberapa cemilan yang aku pesan beberapa saat yang lalu.

"Kau tidak apa-apakan?" Tanya kakak khawatir setelah melepaskan pelukkanku.

"Aku tidak apa-apa." Seruku singkat dan langsung mengalihkan pandanganku ke arah mama.

"Pesananku ada kan ma?" Tanyaku penuh harap. Mama menganggukan kepalanya dan menyerahkan segelas greentea hangat kepadaku. Aku menutup mata untuk menikmati aroma dari minuman favoritku itu dan tiba-tiba gelasku menghilang. Aku membuka mata dan melihat pelakunya adalah kakak.

"Aku datang ke sini dengan terburu-buru karena mengkhawatirkanmu dan kau cuek dengan kakakmu dan bertingkah seolah-olah aku tidak ada di sini!" Serunya kesal. Aku menghembuskan nafas kesal dan menampilkan senyum palsuku kepadanya.

"Terimakasih kakakku sayang karena sudah mengkhawatirkanku...." Seruku dengan manis dan dia tersenyum puas. Aku pun menatapnya dengan garang.

"Sekarang kembalikan minumanku." Seruku kesal.

"Kau tidak tulus dengan perkataanmu." Kata kakak sambil berdecih. Sementara orang dewasa yang melihat kelakuan kami terkekeh pelan.

"Kalian dari dulu tidak berubah ya." Sahut om Jason.

Prolog✓Where stories live. Discover now