Davi meraih laptop, lalu membuka skype dan menghubungi kontak Zelda. Namun tidak ada jawaban dari ujung sana.

"Tuh anak lagi ngapain, sih? Nggak mungkin kan kuliah malam-malam? Eh mungkin aja, sih, di sana jam berapa ya sekarang?. Atau jangan-jangan ...?"

Davi berhenti memikirkan semua itu, ia mematikan laptopnya lalu menutupnya sedikit kasar. Untuk malam ini ia akan tidur tanpa mendengar ucapan good night dari Zelda.

                                 🍁🍁🍁

Pagi ini langit sedang bahagia, sang surya bersinar terang menerobos jendela kamar seorang lelaki yang masih lelap tertidur. Bersyukur hari ini Minggu, hingga tidak mengharuskannya bekerja di kantor papa sebagai wakil direktur.

Setelah menyelesaikan gelar sarjananya beberapa bulan lalu, Davi langsung direkrut menjadi wakil direktur di perusahaan papa.

Havana na na na

Nada dering ponselnya membuat Davi terpaksa membuka mata untuk meraih ponselnya. Dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali ia melihat id caller di layar ponselnya. Matanya membulat sempurna ketika melihat nama sweety girl di sana.

Video call. Davi dengan cepat menggeser tombol hijau, lalu menghadapkan ponsel itu dengan wajahnya.

"Arrghh ... Davi!! Pake baju sana."

Davi memperhatikan tubuhnya, lalu terkekeh pelan, karena ia bertelanjang dada.

"Davi, mata aku udah nggak suci!!"

Davi tertawa keras dengan suara berat dan serak khas bangun tidur. "Bibir kamu juga udah nggak suci."

Perempuan di seberang sana berdecak kesal. Davi memperhatikan penampilan Zelda yang rapi, polesan make up tipis membuat Davi mengagumi wajah mantan tunangannya itu.

"Kamu di mana?" tanyanya, meski ia tahu Zelda sedang bersandar di kursi mobil.

"Di jalan."

"Bareng siapa?"

"Her boyfriend"

"Iih, apaan sih, Fred."

Davi menggeram marah, melihat lelaki yang di samping Zelda menampakkan wajahnya di layar ponsel Zelda.

"Zel, itu siapa?!"

"Gue pacarnya. Kenapa, sih?"

"Fredly!"

"Gue lagi nggak bercanda, bastard!!" Muka Davi sudah memerah, ingin menumpahkan segala emosinya di wajah biasa lelaki di samping mantan tunangannya.

"Zelda jawab aku, dia siapa, Zel?!"

"Fredly it ..."

"Zel, cowok lo posesif banget, sih."

"Dia bukan cowok gue."

"Zelda!! Aku selama dua tahun nunggu kamu. Tapi apa yang kamu lakuin, nggak nganggap ak ...,"

"Apa yang aku bilang emang benar, kan? Kita bukan pacar. Kamu itu ...,"

"Aku beli tiket ke Spanyol. Sekarang."

Davi memutuskan panggilan secara sepihak, tanpa memedulikan teriakan kesal Zelda di seberang sana.

Ia meraih kaos secara acak di dalam lemari besar kamarnya. Lalu meraih kunci mobil di atas nakas, kemudian berlari keluar.

"Loh, Vi, kamu mau ke mana?" tanya mama heran, melihat putra tunggalnya itu yang terburu-buru. Bisa dipastikan Davi belum cuci muka.

"Beli tiket, Ma. Davi mau ke Spanyol sekarang."

The Fate (Completed)Where stories live. Discover now