Bab 15 - Abizard, Naila, dan Waktu

39K 5.5K 1.8K
                                    

WARNING!
- Terdapat umpatan. Jangan ditiru!

***
Sekali dihianati akan sulit mempercayai. Memaafkan itu mudah, melupakanlah yang susah.

~Sabiya~
Karya Mellyana Dhian
(Quotes di atas terinspirasi dari perkataan Eyang Habibi)

Hallo #TheStrongGeng! Siapa yang puasa? Gimana puasanya?

***

Menyakiti Sabiya memang sebuah kesalahan. Sementara mencintai Naila menurutku hanyalah prihal waktu. Waktu yang menyulitkan bagi Sabiya. Namun bukankah seharusnya dia bertahan dengan memaafkanku? Tidakkah dia ingat kenangan indah kami? Bagaimana bisa dia melepas janji-janji saat mata kami saling menatap penuh cinta. Kecewa dengan Sabiya yang memilih pergi dari bahtera rumah tangga ini.

Harusnya Sabiya tahu kalau aku menjadikan Naila yang kedua. Sampai suatu hari aku melepas Naila, aku akan menjadikan Sabiya satu-satunya lagi. Dua tahun setengah bersama mengarungi hidup berdua, aku selalu melakukan yang terbaik. Aku cuma butuh waktu menjadi setia lagi.

Aku tahu aku salah. Namun melepas Naila bukan hal mudah. Apalagi melepas Sabiya. Suatu hari nanti aku akan tetap bersama Sabiya. Dialah yang kucinta, sayang, dan butuhkan. Hanya Sabiya yang kuinginkan menjadi sekolah pertama bagi anak-anakku. Dia pasti bisa menjadi ibu terhebat.

"Kalau kamu mengugat cerai sama aja kamu mempersulit hidupmu. Menjadi janda itu tidak mudah. Mau tinggal di mana kamu? Mau kerja apa? Makan apa?" tanyaku sambil terduduk di sudut ranjang menatap Sabiya yang duduk menghadapat meja rias. "Aku mengkhawatirkan hidupmu, Bia."

Sudut mata Sabiya melihatku sekilas. Dia keras kepala sekari! Padahal kalau bercerai dia akan lebih sengsara. "Gimana dengan mama? Papa? Ibu? Apa dia bakal menyetujui keputusan ini? Janganlah egois."

Wajah Sabiya masih tanpa ekpresi. Dia menyisir rambut sambil mendengarku. Entah mendengar lalu diresapi, atau masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

"Kamu bakal hidup susah lagi, Bia. Apa kamu mengandalkan usahamu yang belum jelas itu? Dunia bisnis itu keras!" Inilah alasanku menjadi karyawan di perusahaan. Menjadi manager membuatku merasa cukup. Beberapa dana dari papa-mama sudah kuinvestasikan, sehingga aku hanya menunggu return setiap bulan. Sabiya sudah hidup enak dengan uang bulanan yang lebih dari cukup.

"Hidup sama kamu jauh lebih susah," ketusnya. Dia memberesi wadah skin care. Tidakkah dia sadar semua kebutuhan finansialnya terpenuhi. Dari Sabiya yang memiliki banyak jerawat menjadi putih bersih. Sabiya yang tidak berani bermimpi membeli baju bermerk, sekarang isi almari terisi baju berkualitas brand luar negeri maupun brand lokal ternama.

Aku mendekatinya. "Kamu jangan gegabah, Bia. Kalau kamu mengugat aku sama aja kamu perang, karena aku gak akan setuju sama keputusanmu itu. Aku yakin keluarga kita akan mendukungku. Kamu siap?"

"Kalau kamu nakut-nakutin aku, maaf aku gak takut. Mulai besok aku bakal pamit dari rumah ini. Terima kasih atas semua tawa dan luka yang kamu kasih buat aku." Sabiya menatapku sambil tersenyum. "Kamu tetap menjadi bagian hidupku yang penting. Bagian dari masa lalu yang berharga. Mari hidup bahagia masing-masing. Temukan bahagiamu. Aku juga akan menemukan bahagiaku." Sabiya berbicara cukup panjang.

"Tapi Bia, aku maunya bahagia sama kamu. Kita bahagia bareng." Kusentuh tangannya. Memasang wajah memelas yang tulus memohon.

"Udah gak bisa. Kamu yang rusak kebahagiaan kita." Tangisnya pun pecah.

Aku memeluk Sabiya. Entah mengapa dia tidak menolak. "Aku tahu aku salah. Aku yang merusah kebahagiaan kita. Tapi apa semudah ini kita berpisah? Aku ingat seberapa kuat kamu manahan sabar menghadapi Nabila. Mencoba mendekati mama yang ada rasa tidak suka kamu jadi istriku. Perjuangan kita apa cuma sampai di sini? Naila memang tamu diantara kita. Kita bisa membuat dia pergi, Bi. Cinta kita kan kuat. Gak selemah ini. Bisa ya kita sama-sama lagi?"

Sabiya (Luka Yang Kau Torehkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang