11) Dumb and Dumber

3.2K 801 92
                                    

Sebenarnya Joe bisa mengerjakan tugasnya sendiri di kosan.

Dia sudah terbiasa sendiri. Dan Jimin tidak perlu repot-repot mampir ke tempatnya untuk mengajaknya keluar. Jimin bilang dia butuh hiburan. Tapi jelas duduk diam dan menontonnya mengerjakan tugas bukan bentuk hiburan.

Tapi Jimin masih tetap duduk di depan Joe, menyeruput cokelat panas sementara matanya memandangi Joe dan ponselnya bergantian.

“Bang, udah malem lho. Nggak niat mau pulang aja?” tanya Joe, berhenti berkutat dengan laptop. Jimin mendongak—berhenti scrolling newsfeed instagram-nya.

“Kan udah gue bilang, kita pergi bareng, pulang bareng juga.”

“Tapi ini gue nggak enak malah kesannya lo nontonin gue nugas, Bang.”

Jimin tertawa kecil. “I love what I watch right now.”

Kalimat yang manis, tapi Joe sendiri masih ragu apa boleh dia merasa senang karena kalimat itu. Somehow it feels wrong. Dan Joe tahu ini salah satu usaha Jimin, meskipun Jimin memang tidak mengatakannya.

Hal yang bisa Joe syukuri saat ini adalah Jimin masih bersama dengannya. Dan syukurnya Jimin tidak memaksa Joe untuk menjawab pertanyaan tempo hari.

Jimin bilang, “Take your time. Gue nggak mau egois dan maksa lo. Terserah lo mau atau nggak.”

Mereka memang ada dalam keadaan yang sama. And it was funny to know kalau mereka patah hati karena dua orang yang justru sekarang bersama.

Tunggu sebentar. Bersama?

Joe mendadak dongo begitu menangkap jaket panda tak asing yang tengah membuka pintu minimarket. Jaket yang jelas Joe hafal betul milik siapa.

Sialnya dia lupa kalau rumah Eira di sekitar sini. Dan dia tidak tahu kalau Taehyung suka keluar malam-malam.

What the heck they are doing here?

Pertanyaan bodoh. Ini tempat umum, Joe. Everyone can come here. Joe mengumpat pada dirinya sendiri.

Dan yang Joe pikirkan, dia seharusnya berhenti memusatkan perhatiannya pada mereka. Tapi dia justru melakukan kebalikannya. Matanya ini memang kejam betul, tidak mau berkontribusi untuk melindungi hatinya.

Bahaya. Joe harus beli tisu untuk persediaan malam ini.

Eira jelas menangkap gambaran Joe yang tengah duduk bersama Jimin di salah satu meja. Dia tidak butuh laki-laki itu untuk menoleh agar bisa mengenalina. Eira yakin betul itu Jimin.

Detik pertama kaki Eira nyaris melangkah mendekati Joe. Dia ingin menyapa, sama seperti dulu. Tapi mereka sudah tak sama seperti mereka yang dulu, bukan?

Dan pemikiran itu seolah didukung Taehyung ketika dia menarik tangan Eira. “Ayo keluar, Ra.”

Mata Taehyung dan Joe sempat bertemu, dan sebenarnya ada sebuah pemikiran konyol yang muncul dalam benaknya. Tapi pikiran itu hilang begitu Jimin membalikkan tubuhnya.

Hening. Tidak satu pun dari mereka berempat yang mengeluarkan suara. Hanya tatapan mata yang berjalan, terlempar ke arah satu sama lain.

Dan sialnya Taehyung tidak suka fakta kalau Jimin bersama Joe malam begini. Dia malah jauh tidak suka Jimin ketimbang Jungkook.

Seharusnya dia tidak peduli.

Taehyung mencoba untuk tidak peduli. Tapi ini berat. Sangat. Terutama ketika Jimin beranjak dari kursi dan tangannya terulur untuk mengacak puncak kepala Joe.

Dulu Taehyung sering melakukan hal itu, meski Joe akan memarahinya di detik berikutnya.

Dia tidak peduli. Tapi kenyataannya, dia justru menaruh perhatiannya pada dua orang di ujung sana.

Sesuatu di dalam dirinya bergejolak. Dengan cepat Taehyung menarik tangan Eira keluar. “Ayo, Ra. Gue antar pulang.”

“Bang. Menurut gue lo lebih baik bicara sama Jo...”

“Ra, can we just cut off her name from our conversation?” potong Taehyung cepat.

“Satu-satunya yang gue pengen ajak bicara itu lo. Gue butuh jawaban lo.” Sebuah embusan napas keluar dari bibirnya. “Udah, ya? Mending kita keluar aja dulu. Udah nggak ada yang mau lo beli kan?”

Eira hanya mengangguk akhirnya. Dia tidak bisa berkomentar lagi. Satu-satunya yang dia lakukan hanyalah pasrah, membiarkan Taehyung menariknya keluar. Dia memang harus keluar secepatnya. Melihat Joe dan Jimin terlalu lama lebih mirip seperti bunuh diri.

Ini konyol. Sangat. Dan Taehyung makin merasa konyol ketika sebuah suara terngiang dalam kepalanya selagi kakinya melangkah keluar.

Just look how dumb you are now, dude.

*

Arata’s Noteu:

Terkadang hal kayak begini yang bikin bersyukur jadi jomblo, lol. Anyway, aku harap kalian nggak keberatan kalau aku ngebut namatin ini. There are still lot of things that I want to show ya, ciaa~

Straw To Berry (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang