43. Fix You!

2.7K 169 31
                                    

Saat motor telah terpakir rapi tepat di depan rumah megah milik kediaman Alvaro tersebut, Qia langsung mengernyit heran. "Lo bawa gue ke rumah lo? Ada apaan?" Dia masih terlihat bingung.

Raafi hanya mengidikkan kedua bahunya, "masuk dulu aja." Ia berlalu meninggalkan Qia yang masih terlihat kebingungan. Saat Raafi telah tiba di depan daun pintu yang lebar berukuran dua kali lima meter itu, dia melihat ke belakang dimana Qia masih diam membatu di depan motornya.

Karena tak ada pergerakan dari Qia, Raafi berjalan menuju Qia dan langsung saja menarik lengan Qia dengan lembut agar tak menimbulkan luka lagi di tangannya. "Eh-eh, lo mau ngapain gue?!" Qia sedikit meronta tak terima.

"Ngelindungin orang yang saya sayang," gumam Raafi sambil memasuki pintu rumah.

"Lo bialang apa?" Qia hanya berjalan terseok-seok akibat lututnya yang lecet menyebabkan kakinya tak bisa sempurna berjalan dengan semestinya. Raafi hanya diam dan mengabaikan pertanyaan Qia.

Lututnya yang sudah kemerahan, bisa mengakibatkan infeksi jika tidak ditangani dengan cepat. Raafi mendudukkan ia di sofa ruang tamu rumahnya, setelahnya Raafi pergi entah kemana meninggalkan Qia seorang diri di ruangan yang terbilang besar tersebut.

Selang beberapa menit, Raafi kembali datang membawa kotak yang tertera tulisan P3K disana. "Obatin dulu itu luka," ucapnya seraya berlutut mensejajarkan tubuhnya dengan lutut Qia.

Qia yang terkejut atas perlakuan Raafi langsung menutup roknya yang hanya di atas lutut itu. Raafi hanya bisa terkekeh melihat tingkah Qia terhadapnya. "Jangan modus loh ya!"

Dia menanggapinya dengan terkekeh ringan. "Kenapa harus di rumah lo sih? Kenapa gak di rumah gue aja? Sekalian pulang gitu."

"Kamu mau mama khawatir liat keadaan kamu yang begini. Ditambah lagi papa yang bakal ngamuk sih pasti liat kamu diginiin," ucap Raafi seraya mengusap-usap lutut Qia yang terluka.

Qia mengangguk membenarkan. "nyokap bokap lo kemana?" tanyanya sembari melihat keadaan rumah Raafi yang terlihat sepi.

"Belum pulang," jawabnya enteng.

"Jadi ... kita Cuma berdua?" tanyanya ragu-ragu.

Raafi masih fokus pada luka Qia. Dia terkekeh sebentar, "ada Bi Ijah kok."

"Alhamdulillah." Qia terlihat lega mendengarnya.

"Mana mau saya ngerusak barang yang selalu saya jaga," gumam Raafi.

"Lo bilang apa?" Qia hanya bisa menatap rambut kecoklatan dan tubuh Raafi yang tengah berlutut menatap lututnya. "Demen amat sih nge-bawel sendiri."

Raafi hanya menggeleng. "Nih udah selesai." Ia bangkit untuk bisa duduk di sofa bersama Qia.

Qia ber-oh ria. "Makasih."

"Tangan." Pinta Raafi menatap tangan Qia. Dia masih tak mengerti apa yang diucapkan Raafi padanya.

"Lama." Langsung saja Raafi menarik tangan Qia yang juga ikut memar dibagian sikut dan lengannya. Dia mengoleskan salap anti luka pada lengan Qia, membuat Qia menatap Raafi dengan tatapan bersinar tidak seperti sebelumnya.

"Lo kenapa ngelakuin ini ke gue?" tanyanya dengan suara pelan yang mampu di dengar oleh Raafi.

"Nanti luka kamu makin infeksi," jawabnya masih fokus pada betadine ke lengan Qia.

"Bukan. Maksud gue, kenapa lo selalu buat hati gue berdebar gak karuan gini?" Sesaat, Raafi langsung menghentikan aktifitasnya menatap lengan Qia dan beralih menatap manik matanya. Karena tau ditatap oleh Raafi seperti itu, membuat Qia mengalihkan pandangannya dari Raafi menatap kesembarang arah.

Fix You! √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang