35. Broke

1.9K 216 110
                                    

Milih itu mudah, yang susah itu bertahan pada pilihan.

***

Mereka akhirnya tiba di sebuah kafe kecil klasik tongkrongan para remaja biasa di sini, Qia dan Aldo langsung menuju meja kosong di dekat jendela. Tak lupa mereka memesan minuman biasa untuk menemani obrolan mereka. Saat Aldo telah memesankan minuman mereka, Qia langsung angkat bicara. "Apa mau lo?"

Spontan Aldo mengerutkan alis matanya bingung. Ia menatap lekat manik mata Qia yang berada di hadapannya.
Galak anjir, nyeremin.

"Gue kangen." Spontan Aldo.
Mampus 'kan salah ngomong!

Qia menatap malas seseorang yang tengah salah tingkah di hadapannya ini. "Gue udah tau, Do," ucap Qia berusaha biasa.

"Hah? Tau apa? Tahu bulat digoreng dadakan?" Aldo terkekeh, "semua orang juga udah tau kali, Qi."

"Gak lucu!"

Aldo kaku dibuatnya. Sejenak ia bisa menetralkan kembali sikapnya. "Yaelah, Qi, sensi amat dah. PMS ya, lo?"

Qia menatap tajam Aldo. "Bukan urusan lo!" Lima detik kemudian, Aldo berdeham karena tak tahan ditatap oleh Qia seperti itu.

"Oke-oke, jujur gue mau bilang hal penting ini ke lo."

Qia memutar bola matanya malas, "cepet!"

"Yang waktu Raafi anu--itu-- duh--"  tiba-tiba seorang waiters datang membawa dua lemon tea yang Aldo pesan, "selamat menikmati," ujar sang pelayan.

Aldo dan Qia serentak mengucapkan terima kasih pada sang waiter tersebut. Qia beralih menatap seseorang di hadapannya itu, "apaan?!" Nada Qia sedikit mengeras.

Aldo menarik napasnya dalam hingga menghembuskannya disela-sela mulutnya sedikit menganga, "anu--ini sebenarnya gue ... yang udah buat Raafi--"

"Apa lo bilang?" Potong Qia. "Lo gila apa ya? Gak mikir? Apa lo udah kehilangan otak buat mikir?"

"Qi, gue bisa jelasin. Sebenarnya--"

"Sebenarnya apa? Sebenarnya lo sama sepupu lo itu gak jauh beda, ya?" sambungnya, "gara-gara kelakuan busuk lo itu, dia jadi gak bisa ngapa-ngapain. Puas ya, lo! Asli gue muak liat muka lo!" Qia pun beranjak meninggalkan meja tersebut tetapi langkahnya diikuti oleh Aldo.

Aldo pun berhasil menggenggam tangan Qia saat mereka telah sampai di pintu luar. "Qi, tunggu!" Ia mencekal tangan Qia. "Gue ada alasannya,"

"Apaan si norak ih, sakit bego! Lepas gak? Gue mau ketemu Raafi!"

"Dengerin gue dulu, bentar doang!"

Qia terdiam. "Gue ngelakuin ini semua karena disuruh Ifa--"

"Emang dasar lo-nya aja yang bego mau disuruh ini itu ama Ifa. Besok ke rumah gue dong bersihin toilet gue yang mampet, gue bayar lebih mahal dari Ifa deh!"

"Qi, gue tau, gue emang bego, bahkan bego banget! Waktu itu Ifa janjiin gue video game konsole dan gue terima aja karena emang gue lagi stress sama real life, Qi, butuh hiburan--"

"Terus? Gue peduli?!" Potong Qia. "Lo bisa mikir gak si, lo seneng diatas penderitaan orang lain! Lo gila apa? Untung dia masih idup tuh, coba kalo udah mati, dan lo udah ngilangin satu nyawa demi video game konsole murahan!" Qia menyentakkan tangannya dan pergi dari hadapan Aldo.

Ia hanya bisa melihat punggung Qia yang lama-kelamaan semakin mengecil dan hilang di sudut jalan. Aldo tak berniat mengejar Qia, ia tau pasti Qia marah besar terhadapnya. Ya, semua memang sudah terjadi. Aldo sudah menduga dan ini semua adalah kesalahannya yang fatal. Seharusnya juga Aldo tak menerima tawaran sepupunya itu untuk mendekati Qia, dan seharusnya juga perasaan ini tak muncul dikala hati hendak berlabuh kepada orang yang salah. Namun semuanya hanya seharusnya yang sudah menjadi sebenarnya.

Fix You! √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang