we're never in there.

284 6 0
                                    

Jadi, bagaimana memulainya? Aku bingung, harus dari mana bercerita soal ini. Semua terlalu bias, sehingga untuk menentukan definisi benar atau salah pun, tidak jelas. Terlalu tipis antara keduanya. Bisa jadi benar di sisi A, sedangkan di sisi lain bisa jadi salah. Tapi, mari kita diskusikan saja, aku biarkan semua mengalir begitu saja seperti tulisan ini.

Beberapa waktu yang lalu, marak sekali pembahasana mengenai LGBT, yang di mana waktu itu Amerika sudah melegalkannya. Entah kalau sekarang, ada yang bilang legal, ada yang tidak. Aku kurang mengikuti hal tersebut. Tetapi yang jelas, hal ini berdampak pada beberapa negara lainnya, termasuk Indonesia. Aku tidak bilang, Indonesia melegalkan hal ini, dibilang ilegal pun tidak bisa, kan? Terlalu tipis perbedaanya.

Setelah selang beberapa waktu, muncul lagi kasus yang di mana ada 2 orang pria dewasa yang diduga pecinta sesama jenis, dikarenakan bergoncengan di sepeda motor dengan mesranya. Padahal, faktanya mereka adalah saudara. Hal ini, akhirnya berdampak ke kondisi mentalnya, mungkin untuk yang lebih tua, biasa saja. Sedangkan yang masih muda? Trauma. Dia mendapatkan trauma yang tidak kalah gilanya, dihujat oleh netizen, dikucilkan oleh lingkungan sosialnya, lalu apalagi? Banyak dampak lainnya, kamu bisa membayangkannya, kan?

Lalu, Jeremy Teti. Salah satu presenter terkenal di Indonesia, yang sangat khas dengan pembawaannya. Seperti, laki - laki tanggung. Eh, bukan berarti menghina ya. Ini cuma bingung, bagaimana mendeskripsikan yang tepat. Dia setuju akan adanya LGBT, tidak secara langsung dia bilang, tapi dia berpendapat bahwa pernikahan sesama jenis bisa memiliki anak. Dihujat dia habis-habisan. Mulai dari komentar di LINE, hingga video di YouTube pun ramai membahasnya. Bahkan, parahnya adalah ketika para netizen mem-bully di luar ranahnya. Bukan membahas pendapatnya, melainkan fisik, keluarga, kolega, dan semua hal yang bersifat pribadinya. Is it make senses?

Kalau mungkin, kamu bertanya mengenai pendapatku. Aku akan menjawab, "buat apa? Kamu benar-benar ingin tahu pendapatku, atau hanya sekedar untuk mendengar lalu menjatuhkan argumenku?" pada dasarnya, manusia itu  disuruh mencari tahu. Apa pun itu, harus dicari tahu lebih dahulu. Apakah itu benar? Apakah itu bermanfaat? Apakah sebaiknya aku sampaikan ke yang lain? Lalu akan muncul banyak pertanyaan "apakah?" lainnya. Lagi pula, yang paling penting, apakah kamu pernah merasakan di posisi mereka? (:

Lana: Catatan Seorang Mahasiswa (Nyaris) Gagal (Part: 1)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ