Tak lama perjalanan mereka pada rumah Jimin, hanya sekitar 25 menit mereka sudah memasuki kawasan elit lainnya. Ayah Jimin seorang hakim, kakak lelaki tertuanya adalah pengacara langganan para pesohor di Korea, sedangkan kakak perempuannya baru saja lulus dari sekolah kejaksaan. Beruntung Jimin anak termuda di keluarganya, ia bisa bermain sepuasnya dengan dukungan sang ibu. Sang ayah juga tak terlalu memperdulikan masa depannya, karena kedua kakaknya sudah cukup membanggakan dirinya. Jimin hanya mendapat satu pesan dalam keluarganya, ‘Jangan bertindak yang memalukan keluarga’, dan ia menjaga itu.

“Oh? Hyung! Lama tidak bertemu!” sapaan Jimin dilakukan seraya ia masuk ke kursi belakang dengan susah payah, ada dua buah tas makanan yang dibawanya.

“Ini milikmu! Kenapa kau meminta dua porsi nasi, membuat berat saja!” sesaat ia duduk dan menutup pintu mobil, salah satu tas makanan dilempar pada Jungkook yang duduk di depan.

“Kau ....” Namjoon melirik Jungkook saat itu, penuh arti dan tuntuta akan sebuah penjelasan.

“Masakan ibu Jimin yang terbaik.” Jungkook kembali menujukkan sikap jahilnya, mengangkat kedua bahu mengejek Namjoon. Jungkook yakini Namjoon sudah lama tak memakan makanan ibu Jimin——makanan kesukaan Jeon bersaudara itu sejak Jungkook bertemu Jimin.

Suasana di dalam mobil semakin riuh akibat kedatangan Jimin. Mulut pemuda bertubuh mungil itu tak habis-habis berbicara, atau lebih tepatnya bercerita satu pihak pada Namjoon. Menceritakan Jungkook selama ini, tak luput cerita Jisoo juga di sana. Hingga tanpa sadar, sampailah mereka pada tempat yang ditunjuk Jungkook sebagai tempat tinggal Jisoo.

“Hei, ia tinggal di sini? Di sini bisa ditinggali orang?” Namjoon berdecak aneh di sana, menatap tempat pendauran ulang besi itu dengan seksama. Tak ada rumah, hanya ada sepetak gubuk dengan atap yang sudah bolong-bolong di tengah-tengah itu.

Di sinilah Jungkook mulai tersadar bahwa inilah tempat tinggal kekasihnya itu. Ia mengetahui hal itu, namun selama ini ia melupakannya. Setiap Jisoo mengatakan ingin pulang, maka gadisnya akan pulang ke tempat seperti ini. Kenapa ia tidak menyadarinya? Ia lupa, Jisoo bukanlah gadis yang sama dengannya. Jisoo berasal dari sisi lain dunia ini.

“Oh? Jungkook-ie?” waktu yang cukup tepat saat Jisoo memang tampak hendak keluar, sudah siap dengan ransel dan beberapa buku yang dipegangnya.

Tersadar akan lamunannya, Jungkook langsung keluar dari mobil. Memberikan senyuman sambutan di sana, serta menjelaskan pula pasal ia datang sepagi ini ke depan rumahnya. Ya, Jungkook tidak memberitahu Jisoo bahwa mereka akan pergi bersama. Makanya Jungkook pergi dengan cepat dari rumah.

Sesaat Jisoo sudah mengerti situasinya, ia hendak masuk di kursi belakang dan Jimin sudah menggeser posisinya agar Jisoo bisa duduk. Namun, Jungkook langsung berdeham di sana, cukup kuat dan dengan lirikan laser pula ia berisyarat agar Jimin keluar. Jungkook hendak duduk di belakang bersama Jisoo, sedangkan Jimin disuruh pindah di jok depan bersama Namjoon.

“Balas dendam saja nanti.” Namjoon berucap dengan melirik Jimin, seraya melajukan mobilnya perlahan.

“Kekasih saja tak punya, mau balas dendam.” Jungkook jelas meledek di sana hingga mendapat umpatan Jimin yang berbalik menatapnya.

Selama perjalanan kali ini cukup senyap. Namjoon sibuk menyertir, Jimin sibuk dengan ponselnya seraya bersandar di jok mobil, sedangkan Jungkook sibuk menatap Jisoo yang masih enggan beralih pada buku bacaannya. Dalam diam Jungkook memperhatikan Jisoo yang serius itu. Bahkan di saat Jisoo meletakkan bukunya di atas kedua pahanya——guna mengikat rambutnya menjadi kunciran——Jungkook memeganginya agar tak jatuh dengan kondisi mobil yang berjalan. Dan, Jisoo tak menyadari akan hal itu karena kefokusannya.

Sesekali pikirannya kembali mengulang pandangan yang baru saja ia lihat tadi, tempat tinggal Jisoo. Gadisnya ini bukan hanya sekedar tak mampu, Jisoo bahkan tak tinggal di sebuah rumah. Rumah yang layaknya menjadi tempat peristirahatan terbaik kala lelah menyapa. Gubuk yang ditinggali Jisoo bahkan tak lebih besar dan bersih dari kamar mandinya, mungkinkah seseorang tinggal di sana?

Jisoo bahkan dulu tinggal berdua dengan sang nenek, di tempat sesempit itu dan ia yakini akan sangat dingin di musim dingin serta sangat panas di musim panas. Jungkook membawa maniknya itu menelisik tubuh Jisoo dari ujung kepala hingga kakinya. Helaan napas tiba-tiba saja terhembus saat melihat bagaimana kondisi sepatu gadisnya itu. Sepatu putih yang hampir berubah warna menjadi kusam, serta beberapa lubang juga di sana.

Kini Jungkook mulai menyadari bahwa hidupnya sungguh berbeda dengan Jisoo, bahkan lebih dari sekedar berbeda. Hidup Jisoo tak akan pernah bisa ia bayangkan, begitu pula sebaliknya. Hal itu pula yang menjadi salah satu dinding tertebal yang sulit mereka lewati.

To Be Continued

First, aku mau ngucapin belasungkawa atas kejadian yang cukup mengejutkan seluruh kpopers terutama shawol atas meninggalnya Jonghyun SHINee. It's really make my heart broken ... ㅠㅠ
Sampai saat ini nyeseknya masih kerasa. Semoga ketabahan bisa menghampiri kita yang ditinggal, terutama keluarga, sahabat beliau. Shawol, let me hug you ...

Ditunggu spam komennya lagii ... /plakkk/ wkwkwkwk
Jangan larut dalam kesedihan,berdoa lebih baik ^^

Sorry for typo(s)
Thank's for reading and
Keep voment~^^

RUMORSWhere stories live. Discover now