32.I'm Sorry

1.8K 377 50
                                        

Aku kira setidaknya kala itu, Jungkook akan menghubungiku. Aku kira hubungan kita akan tetap sama, hanya saja namanya jadi berbeda. Long distance relationship akan kusandang setelah kami berpisah.

Nyatanya, orang yang aku cintai itu menghilang entah kemana. Tak menunjukkan keberadaannya di mana pun. Membiarkan aku dihujani penuh tanya selama bertahun-tahun.

Pikiran bahwa kau lelaki berengsek, bajingan, tak tahu diri, dan yang lainnya mendominasi pikiranku. Alasannya karena kau meninggalkanku begitu saja.

Aku dengan egoisnya mencoba membuka hati untuk lelaki lain, tapi bayanganmu selalu datang padaku setiap saat, membuatku merasa bersalah dan mengurungkan niat busukku.

Akhirnya aku melakukan penantian panjang selama ini. Dan apa yang kau lakukan?

"Aku mencintaimu, sungguh ..." lirihnya memperhatikanku yang sibuk menendang-nendang gundukkan pasir. "Hanya saja ..."

Dia tampak bingung bagaimana menjelaskan semuanya. Responsku yang hanya diam membuatnya frustrasi bukan main. Padahal aku yakin, saat dia berani mengajakku bicara, semua rangkaian kata pasti sudah ia siapkan.

Aku diam karena bingung, aku harus melakukan apa? Seluruh tubuhku melemas dengan begitu saja, tak ada gairah, bahkan untuk bernapas saja aku usahakan.

Hhhh ... malam minggu macam apa ini?

Dia membungkam mulutnya lagi, memilah kata yang lebih baik untuk menjelaskan semuanya padaku. Akhirnya aku jengah, aku mendongak, memperhatikan taman sejenak lalu mengayunkan diri dengan pelan.

"Kalau kau mencintaiku, lantas apa-apaan ini? Tak memberi kabar? Mencintai Soora?" tanyaku enteng. Menahan sesak luar biasa yang membendung dalam hati.

"Aku memang berengsek," tuturnya pelan, memperhatikanku.

"Ya, kau sendiri yang mengakuinya." Aku menarik napas dan membuangnya pelan-pelan, sesak ini semakin menjadi-jadi.

"Tapi aku sungguh mencintaimu,"

"Aku juga mencintaimu ..." jawabku menghentikan laju ayunan dan menatapnya dalam.

"Itu semua terjadi begitu saja, Mi Ra," ujarnya menunduk, menghindari kontak mata. Mungkin tatapanku tampak menyakitkan baginya. "Maafkan aku ..."

Mataku berkaca-kaca.

Inilah jawaban atas penantianku selama 6 tahun. Hanya sebuah kalimat maaf yang terucap dari mulut Jungkook. Aku kembali melihat ke depan, mengabaikan Jungkook dengan rasa bersalahnya.

"Masa depanku, impianku sebagai penulis sudah terwujud karena hubungan kita. Kenapa novelku selalu menceritakan anak sekolahan? Karena masa itu adalah masa yang paling indah menurutku," jelasku keluar begitu saja dari mulut.

Jungkook tak berucap, dia masih memainkan jari-jarinya mendengarkanku. Mendengarkan keluhanku atas tindakan bajingannya.

"Semua novelku laris keras. Aku senang karena dengan jauhnya jarak kita, aku masih bisa merasakan kehadiranmu lewat tulisanku sendiri." Jungkook tampak menghela napas, entah apa yang dirasakannya. Aku tak tahu.

Aku menunduk, kembali menendang gundukkan pasir. "Tapi, apa yang kau lakukan?"

Ucapan dan tubuhku bergetar hebat. Aku ingin menangis sekarang juga, tapi tidak di depan Jungkook. Dadaku semakin sesak menahannya.

Kurasa, pertemuan kali ini bukanlah awal kami memadu cinta. Tapi, sebagai penjelas bahwa hubungan ini tidak bisa dilanjut ke jenjang yang lebih serius.

Terima kasih, takdir. Sudah memberikan kenyataan pahit dari kenangan manis di masa lalu.

"Kau mencintai Soora?" tanyaku serak, mengayunkan lagi diri dengan pelan. Jungkook tampak tak menjawab. "Sebesar apa?"

I'm (not) a PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang