27. I'm Ready

1.8K 378 50
                                        

Aku sedang menemani Kak Lia sekarang, di cafeku. Awalnya aku kira keluargaku hanya bertandang dan pulang, tapi mereka memilih untuk menginap di Seoul selama beberapa hari. Alhasil, Kak Lay menyewakan satu kamar untuk Ayah di housemate. Sedangkan Kak Lia tidur bersamaku. Kak Lay menitipkan keduanya padaku, karena ia harus segera pulang ke Busan untuk urusan pekerjaan.

Kenapa Kak Lia tak ikut pulang?

Alasannya sederhana, apalagi kalau bukan ngidam? Setelah Kak Lia mengatakan ingin tinggal di Seoul untuk beberapa waktu, sambil berjalan-jalan dan barangkali bisa melihat Mark NCT. Ia mengungkapkan ingin agar anaknya lahir setampan lelaki muda itu.

Ya ampun. Untung saja Kak Lay tidak naik pitam saat melihat perut istrinya yang membuncit itu. Hhh~

“Makanan di cafemu enak-enak ya, Mi Ra?” Kak Lia bertanya sambil memasukkan cheese cake ke dalam mulutnya dengan antusias. Aku hanya mengangguk-angguk bosan karena Kakak Iparku itu sangat banyak maunya.

“Mi Ra?” Panggilan itu membuat fokusku beralih dari Kak Lia. Saat kutatap siapa pelakunya, dia hanya menampakkan ekspresi takut dan canggung.

“Ada apa?” tanyaku pada Soora, si gadis yang baru saja menghampiriku dengan dingin.

“Aku benar-benar ingin menjelaskan semuanya. Aku mohon, dengarkan aku …” lirihnya dan aku hanya memutar bola mataku, jengah.

“Sudah kubilang, kalau untuk penjelasan, aku tak ingin dengar apa-apa. Sudah kubilang juga kan, aku tidak mau berurusan denganmu lagi.” Jelasku berkukuh.

“Tapi ini hanya kesalahpahaman Mi Ra,” ujarnya dengan nada yang bergetar. Melihat itu, Kak Lia sepertinya luluh dan menepuk pundakku lembut.

“Aku tak tahu kalian ada masalah apa, tapi … dengarkan saja dulu, Mi Ra. Kesalahpahaman itu harus segera diselesaikan.” Kak Lia menatapku meminta pengertian.

Hhhbaiklah, aku menyerah.

“Ya sudah, duduk!” Aku membereskan beberapa makanan Kak Lia di atas meja, bersamaan dengan pamitnya Kakakku itu untuk memberi waktu pada kami.

“Cepat ya, aku tidak punya banyak waktu.” Soora mengangguk sambil menyimpan tasnya di atas meja, mungkin alternatif lain dari memilah kata.

“Aku tahu kau pasti sakit hati karena melihatku dengan Chanyeol berciuman,” jelasnya menusuk tepat di ulu hatiku.

“Siapa bilang aku sakit hati?” tanyaku ketus dan Soora hanya mendesah pelan.

“Kalau tak sakit hati, kenapa kemarin pergi?” tanyanya membuatku terdiam.

Sial, benar juga!

“Aku hanya tidak ingin … mengganggu waktu kalian. Lagipula, aku sakit hati … ya memang! Tapi sakitnya karena kau tidak memberitahuku kalau kau sudah ada upaya untuk sembuh!”

Memalukan! Aku mengatakan itu semua dengan sedikit kikuk.

“Itu bukan upaya, Mi Ra …” ujarnya terkekeh pelan melihat penuturanku. “Jujur saja, aku sudah pernah mengatakannya padamu, kan? Bahwa Chanyeol selalu mengutarakan rasa cintanya padaku setiap kami bertemu. Dan ciuman juga bukan hal yang asing bagi kami.”

Aku menelan ludahku, pahit.

“Walau begitu, aku tak pernah sekalipun membalas ciumannya. Aku memang berniat untuk sembuh Mi Ra, tapi maaf … aku tetap tak bisa menerima Chanyeol seperti apa yang dulu kau ucapkan padaku.”

Aku menatapnya bingung, sekaligus kaget dengan keputusannya.

“Kenapa?”

“Aku sudah menyakitinya selama ini. Aku tidak ingin dia menerima sakit yang lebih dari sekarang. Walau mungkin aku sembuh nanti, kalau aku menerimanya, rasa bersalah pasti selalu menghantuiku.” Jelasnya mencoba untuk tersenyum, walau tampak terpaksa.

I'm (not) a PlayerWhere stories live. Discover now