17. Why?

1.8K 378 51
                                        

“Cepat temukan rumahnya, lalu culik lagi!” decak seorang lelaki bertubuh gendut dengan samar-samar. Aku menahan napas takut, mataku berair dan seluruh tubuhku gemetar untuk sesaat.

“Sialan! Sudah kubilang bukan di sini tempatnya! Ayo pergi!” maki yang lain sambil pergi menjauhi gang yang aku tempati. Setelah dirasa aman, bekapanku terlepas dan orang di belakangku dengan segera membalikkan badanku cepat.

“Kau cari mati, hah?!” makinya menatap tajam padaku. Nafasnya terengah-engah, pegangannya erat di kedua pundakku, dan terlihat khawatir.

“Chan … yeol?”
















***

Aku dan Chanyeol kini tengah duduk di lantai kayu, tepatnya di taman belakang rumahku. Menatap langit yang tuhan suguhkan secara cuma-cuma. Kami hanya diam, mengabaikan teh hangat yang baru saja Ayah sajikan.

Beruntung juga, Kak Lia menahan Kak Lay yang sibuk ingin menanyainya ini itu. Jadi, kami bisa mengobrol tanpa gangguan apa pun.

“Kenapa pergi tanpa memberitahuku?” tanya Chanyeol membuka suara. Lelaki itu memainkan jarinya pelan, dan menunduk memperhatikannya.

“Untuk apa?” tanyaku balik sebagai jawaban. Chanyeol menggeram sambil melihatku jengkel.

“William bisa membunu-ck!” Chanyeol menghentikan luapan amarahnya seketika, mengingat kami sedang di rumah keluargaku. Kalau terdengar, Chanyeol ada kemungkinan dibunuh di sini juga oleh Kakakku. “Jangan lakukan itu lagi …”

Aku ikut menunduk memainkan jari. Rasa bersalah mulai merayapiku, ternyata … walaupun aku di Busan, William masih mengincarku. Bedebah!

“Maaf …” ujarku pelan. Aku tak berani untuk sekedar menatap wajahnya. Aku kan pergi ke sini juga untuk menetralisirkan perasaanku, sialnya takdir malah membiarkan dia datang ke sini.

Haah~ ya tuhan ..

“Sudah kubilang, kau ini tanggung jawabku,” ucapnya menerawang, “seharusnya kalau kau ke sini bilang padaku.”

“Terus kalau aku bilang padamu, kau mau ikut ke sini? Lalu Soora bagaimana di sana dengan Kakakmu? Kau bilang yang harus kau lindungi itu ada 3 orang,” jelasku mencuri pandang padanya, penasaran.

“Soora masih punya otak untuk tidak mendekati kakakku begitu saja. Kak Yoora juga punya kekasih yang selalu ada bersamanya. Kalau kau?”

Dia menoleh padaku, kami melakukan kontak mata selama kurang lebih 5 detik. Aku langsung salah tingkah dan mengedarkan pandanganku pada bunga-bunga yang cantik berkat Ayah.

“Ohh ..” gumamku mengangguk.

“Jangan buat aku khawatir Mi Ra, jangan buat aku takut,” ucapnya memelan dan terdengar memohon.

Jangan … jangan katakan itu …

Hatiku kembali berdegup dengan kencang.

Tiba-tiba, Chanyeol menarik tangan kiriku yang meninggalkan bekas luka, memandangnya dengan sendu.

“Aku tak ingin orang lain terluka karenaku …” lanjutnya. Aku terdiam untuk sesaat, lalu menarik tanganku penuh kegugupan.

“Baiklah, aku minta maaf,” balasku menatapnya.

Aku tak bisa begini terus. Masalah ini harus segera selesai …


















***

Aku terjaga di tengah malam. Memandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Debaran beberapa jam sebelumnya masih awet mengerjaiku. Lalu aku merasa,

I'm (not) a PlayerHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin