“Waktu itu …”
Flashback :
Yoora, Chanyeol dan Soora sudah berteman sejak mereka masih kecil. Ketiganya selalu bersekolah di tempat yang sama, mereka juga selalu bemain bersama. Selain karena rumah mereka bersebelahan, keluarga Park dan keluarga Soora menjalin hubungan yang baik.
Sampai ketiganya menginjak SMA, Yoora yang memang sejak dulu menginginkan seorang adik perempuan, jadi makin dekat dengan Soora. Tapi, bukan berarti dia tak peduli pada Chanyeol.
Waktu itu, saat Chanyeol dan Soora menginjak kelas 3, sedangkan Yoora sudah kuliah, masa puber sudah tidak dapat dihindari. Soora yang memang selalu dapat perhatian Kakak Chanyeol itu, membeberkan semua keluh kesahnya pada setiap orang yang dia suka ke Yoora.
Yoora bersikap layaknya seorang Kakak, ia selalu memberi nasihat. Dengan sedikit kode, bahwa Adiknya, Chanyeol menyukai gadis itu. Tapi, bukannya peka, dia malah terus dekat dengan Yoora dan tanpa sadar mulai mempunyai perasaan lebih.
Ada perasaan ingin menjaga, ingin menyayangi, bahkan mencintai. Ia membungkam semua perasaan itu karena ia tahu rasa di hatinya adalah sebuah kesalahan.
Sampai Kak Yoora bilang bahwa ia mempunyai kekasih, Soora depresi dan mabuk-mabukkan. Dia diajak teman sekelasnya yang nakal-nakal untuk masuk ke dalam kelab.
Chanyeol yang ditanyakan perihal keberadaannya oleh orang tua Soora, langsung saja melesat pergi ke kelab dan menemukannya tengah mabuk berat. Dia meracau hebat, termasuk perasaannya pada Yoora.
“Aku mencintainya Chanyeol, aku harus bagaimana?”
Pertanyaan itu menusuk ulu hati Chanyeol. Dunia serasa runtuh. Awalnya ia mengira bahwa Soora mungkin hanya mengigau. Tak banyak bicara, dia membawanya pulang ke rumahnya. Ia tak mau gadis itu dimarahi habis-habisan oleh orang tuanya sendiri.
Yoora turut andil, ia menyembunyikan Soora di dalam kamarnya. Agar baik orang tua gadis itu ataupun orang tuanya hanya menganggap mereka tengah menginap. Seperti gadis-gadis remaja pada umumnya.
Soora tak masuk sekolah pada hari itu, karena bau alkohol sangat menguar dari dirinya. Beruntung sekali kedua orang tua Yoora pergi untuk bisnis. Yoora dengan telaten merawat Soora, seperti adiknya sendiri. Sambil sesekali mengomel, ada apa dengannya yang tiba-tiba berubah menjadi nakal.
Sebelum benar-benar menyatakan perasaannya, Soora menghubungi Chanyeol yang sedang sekolah, bahwa dia ingin menyatakan perasaannya pada Yoora. Chanyeol dengan terburu-buru pulang ke rumah dan bolos. Ia tak mengira bahwa Soora benar-benar seorang Lesbi.
Ia bahkan melupakan motornya di sekolah, ia hanya berlari untuk pulang. Menubruk orang, membuat kericuhan baik di sekitar sekolah ataupun di jalan, pikirannya hanya fokus pada Soora.
Sayang sekali, saat pulang, ia sudah menemukan gadis itu menangis sesegukan, didampingi ekspresi datar dari Yoora. Soora tak mengakui perasaannya, tapi ia mengatakan bahwa ia sayang pada Yoora.
Yoora tak bodoh menyadari itu.
Dan sejak saat itulah, hubungan ketiganya meregang.
Flashback end.
Aku meremas bajuku sendiri, ceritanya mainstream sebenarnya. Aku bisa menemuinya dimana-mana, tapi, yang membuatku membatu adalah saat Kak Yoora menangis.
“Aku sayang padanya seperti Adik, bahkan sampai sekarang. Tapi, kenapa dia malah menganggapku seperti itu?” tanyanya dipelukan Chanyeol.
Ya ampun, Soora … Kak Yoora menyayangimu, sampai sekarang. Tapi kenapa kau ...? Hhh ...
***
Aku menendang-nendang angin di depan rumah sakit tempat Soora bekerja sepulang dari rumah Chanyeol. Aku sudah membuat janji dengannya, yah, walaupun ini sudah jam 10 malam lebih.
“Hai!” teriakkan Soora terdengar saat aku tolehkan wajahku pada pintu gedung penampung orang sakit itu. Wajahnya tampak kusut, tapi senyuman manis masih bisa ia suguhkan.
“Jadi, sudah ada niatan untuk sembuh?” tanyaku sambil terkekeh.
“Ck, sapaan macam apa itu?” tanyanya merenggut dan aku berubah tertawa sekarang. “Kenapa? Ada apa?”
“Aku serius loh, kalau kau sudah siap, hubungi aku,” ucapku menepuk beberapa kali tangan kecilnya. “Kak Yoora mau mendengarkan apa yang ingin kau ungkapkan.”
Soora tampak terkejut, bahkan mulutnya sampai terbuka. Memangnya aku seperti baru memberitahunya vonis hukuman mati?
“Sungguh? Ya ampun, kau sendiri yang mendatanginya?” tanyanya antusias dan aku hanya mengangguk sombong. “Mi Ra … aku, aku …”
“Ssttt, sudah! Aku tak mau ada adegan sedih-sedih, yang penting kau siapkan dulu hatimu. Oke?” tanyaku dan Soora langsung saja memelukku erat.
“Terima kasih banyak!”
Bahunya tampak bergetar, ia tak tahu bahwa bertemu denganku bisa merubah nasibnya di masa depan. Aku hanya bisa menepuk pundaknya sebagai bentuk penenang. Hhh, anak ini …
Tapi belum sampai 10 detik kami berpelukan, seseorang menarik bahuku dengan kasar. Tiba-tiba sebuah sapu tangan menempel di mulutku, dengan bau yang sangat asing. Membuatku pusing seketika dan pingsan.
“Mi Ra!!! Hei, apa yang kalian lakukan?!”
🍃🍃🍃
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Player
Fiksi PenggemarTerlibat dengan seorang Lesbi dan Gay, lalu merumitkan hidup si tokoh utama. Sebuah kerumitan yang mengharuskan aku dan dia untuk terus bersama sampai tak ingin saling melepas. "I'm-NOT-a-Player, okay?" 📍cover by: Irishlevyona 📍10 November 17 - 2...
21. Flashback
Mulai dari awal
