"Iya saya sering diajak makan disini," jawab Saga.

"Diajak pacarnya ya bang?" Celetuk Nares yang sukses membuat Saga tersedak pelecing kangkung. Lisa dengan sigap mengambilkan minum sambil memukul pelan punggung Saga.

"Makannya hati-hati Saga." Mama memperingatkan. "Kamu juga Nares lagi makan kok ngajak ngomong?"

"Lah, kan Nares cuman bercanda Ma. Pacar bang Saga kan, kak Lisa?" Nares berkilah.

"Cerewet! Makan sana, gak usah banyak ngomong." Lisa mendelik kesal. "Kamu nggak apa-apa?" Ada nada khawatir dari kalimat Lisa. Saga hanya mengangguk dan meminum kembali beberapa teguk air mineral kemasan botol.

"Ciee, cieee... Perhatian banget. Kawinnya langsung besok deh bang, nggak perlu lama-lama." Memang si Nares minta digorok secara terbuka oleh Lisa, sementara Saga hanya menanggapi dengan senyuman.

"Kalo Lisa nggak keberatan saya siap-siap aja kalo mau kawin besok," Saga mulai bisa bercanda. Artinya dia sudah mulai nyaman dengan keluarga Lisa kan?

"Apaan sih, kamu. Jangan ngaco," jawab Lisa malu-malu. Sudah pasti mukanya sudah Semerah bokong kera Jepang.

"Cieee malu-malu tapi-" Kalimat Nares terpotong oleh sepotong tahu yang dijejalkan Lisa ke mulut laknatnya.
***
Pelayan baru saja pergi setelah membersihkan meja serta membawa piring kotor terakhir. Mereka sudah selesai makan sejak 10 menit yang lalu. Saga pun segera mengutarakan keinginannya yang sudah dia ungkapkan diawal pertemuan.

"Jadi..." Saga menggantung kalimatnya, memandang satu per satu Lisa beserta keluarganya, "seperti bapak dan ibu-"

"Saga," potong Papa, "panggil Papa dan Mama saja. Toh, kamu juga sebentar lagi bakal jadi bagian dari keluarga kita."

Saga tersenyum dan menjawab "Baik Pa, terima kasih,"

Hati Lisa menghangat setelah mendengar Saga memanggil papanya. Serasa Saga sudah lama sekali menjadi bagian dari keluarganya. Bahkan mereka seperti sudah menikah saja. Papa bahkan sangat tertarik pada Saga. Lisa hapal betul kebiasaan Papanya saat tertarik pada orang. Papanya akan memperhatikan dengan seksama apapun perkataan orang itu, serta akan selalu memberikan reaksi setelahnya dengan antusias.

"Saya sudah mengatakan sebelumnya pada Papa dan Mama bahwa kedatangan saya disini mau meminta izin mempersunting Lisa untuk menjadi istri saya," kata Saga mantap.

"Sebenarnya saya juga kaget tadi. Saya kira kamu bercanda. Soalnya Lisa nggak pernah cerita kalo dia lagi dekat sama seseorang."

"Gimana mau cerita diajak ngomong aja nggak tuh," celetuk Lisa sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lisa," tegur Mama membuat Lisa jengah.

Papa melanjutkan "Tapi saya penasaran. Kok tiba-tiba mau menikah? Kamu... nggak hamilin Lisa kan?"

Mulut Lisa sudah terbuka, menyuarakan protes. Namun Saga menatapnya seakan menyuruhnya untuk diam dan mendengarkan. Membiarkan dirinya yang meng-handle semua.

"Pa, saya bekerja menolong wanita. Saya begitu menghormati wanita, seperti saya menghormati ibu saya. Tidak mungkin saya merusak Lisa duluan sedangkan dia begitu berharga." Lisa tersenyum dan menunduk malu begitu mendengar jawaban Saga. Sementara Papanya mengangguk bangga. Tidak salah Lisa memilih calon suami, batinnya.

"Kalo begitu kasih saya 1 alasan kenapa saya harus izinin kamu menikah dengan Lisa." Tantang Papa.

Lisa melirik Saga harap-harap cemas. Semoga pria di sampingnya ini memiliki jawaban yang tepat. Kalo tidak tepat, maka selesai sudah rencana mereka.

Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now