Ahhh, aku seperti remaja saja.

DUG!

Aku mendengar sesuatu yang jatuh dari luar, dan sukses membuyarkan lamunanku. Aku takut itu mungkin Kak Lia, dia kan sedang hamil. Akhirnya, aku berniat untuk mengeceknya.

Lampu ruang tengah sudah mati, tapi cukup terlihat keadaan di sekitarnya karena jendela untuk ke taman belakang tidak tertutup gorden. Jadi, sinar dari luar, entah itu bulan atau lampu jalan masuk ke sini.

Aku mengintip Chanyeol yang sibuk memunguti kue dari toples yang sepertinya terjatuh di atas karpet tadi. Lantas aku langsung ke luar.

“Apa yang kau lakukan?” tanyaku bingung. Chanyeol mendongak masih sambil melakukan kegiatannya.

“Aku tak bisa tidur, ini toplesnya jatuh,” jawab Chanyeol mengabaikanku.

“Ohh, di sini tidak ada kelab. Jadi, berusaha saja supaya ngantuk dan tidur,” ucapku, Chanyeol hanya mengerlingkan mata dengan bosan saat mendengarnya.

“Bukan karena aku tak ke kelab,” sahutnya sambil duduk di atas sofa, yang menjadi tempat tidurnya untuk malam ini. Hah~ kasihan, orang kaya tidurnya di sofa, ckckck.

“Kau memikirkan sesuatu?” tanyaku sambil duduk di karpet dan memakan kue di dalam toples yang terjatuh tadi. Rasa enggan menggodaku untuk kembali ke kamar. Lagipula, kami sama-sama belum mengantuk.

“Hmm..” gumamnya mengangguk sambil memperhatikan kegiatan kecilku.

“Apa?” tanyaku.

“Kau.”

Aku tersentak sebentar sambil menatapnya. Chanyeol juga sepertinya kurang fokus, karena setelah menjawab, dia tampak terkejut untuk sesaat. Tapi, wajahnya langsung datar kembali.

“Iya, kau,” jawabnya meyakinkanku. Nasi sudah menjadi bubur, jadi jujur saja.

“Kenapa … aku?” tanyaku kembali gugup juga penasaran.

“Ingin saja, kenapa? Tak boleh?” tanyanya dan aku hanya menggeleng. Gigitan kue di tanganku jadi sangat kecil, efek ucapan Chanyeol.

“Kenapa juga kau harus memikirkanku?” tanyaku memelan, sambil menatap ke jendela yang memancarkan sedikit sinar bulan.

“Aku heran saja pada diriku sendiri. Kenapa harus sampai menyusulmu ke sini?” tanyanya melirik jam yang sudah menunjukkan pukul setengah satu malam.

“Iya, aneh. Kenapa juga harus menyusulku kemari?” tanyaku membalas, mengabaikan Chanyeol yang juga duduk di sebelahku sambil memakan kue yang sama.

“Tiba-tiba saja, kemarin aku memimpikan kejadian di kelab itu,” ucap Chanyeol memperhatikan kue-kue cantik di dalam toples di atas meja. “Saat di kamar.”

Sungguh, awalnya aku ingin tertawa terbahak dan meledeknya dengan, ‘Wah, kau mimpi basah? Dan aku sebagai pasanganmu? HAHAHA!’

Tapi mulut ini tak terbuka untuk melakukannya. Entah kenapa, aku rasa obrolan Chanyeol jadi sedikit serius.

“Kenapa?” tanyaku dengan nada yang sebisa mungkin untuk terdengar datar. Mempertahankannya mati-matian.

“Entahlah, aku juga tak tahu. Hanya saja, malam itu … malam dimana untuk pertama kalinya aku melupakan Soora,” jelasnya membuat napasku tercekat selama tiga detik.

“Melupakan Soora? Ohh, mungkin itu … emm, karena kau sedang diselimuti nafsu,” jawabku menimpali, dan … ugh, suaraku jadi aneh. Seperti cicitan burung yang belum makan selama seminggu.

“Kalau aku diselimuti nafsu, seharusnya aku langsung ‘menyerangmu’, kan?” tanyanya terkekeh pelan. “Tapi aku tidak melakukannya, karena kau mendapat predikat yang melekat bagiku.”

Aku menatapnya penasaran, di antara remang-remang cahaya.

“Apa?”

“Jaga,” jawabnya yakin sambil membalas tatapanku. “Kau adalah orang yang harus aku jaga. Bukan untuk aku ‘tiduri’.”

Aku terenyah untuk beberapa saat, aku terjebak di kedua bola matanya. Aku bergeming, tak melakukan respons apa-apa.

“Kenapa?” tanya Chanyeol dengan makna meminta penjelasan padaku. “Kenapa kau bisa membuatku melupakan Soora malam itu …?”

Tanganku mengepal perlahan. Dalam benak rasanya aku juga ingin bertanya, kenapa? Kenapa juga kau membuat aku seperti orang bodoh? Karena berdebar sendirian setiap melihatmu, setiap di dekatmu, setiap bersentuhan denganmu?

Kenapa Chanyeol? Kenapa?

Kita terdiam, hanya saling melempar pandangan. Dalam hati masing-masing mempertanyakan, kenapa harus ada yang berbeda? Kenapa keadaannya berubah begitu saja?

“Aku tak tahu. Jangan tanya aku …” jawabku menunduk, berdiri, lalu pergi meninggalkannya sendirian dengan penuh tanda tanya.

Aku tak tahu.

Kuharap … itu bukan cinta.

















🍃🍃🍃

I'm (not) a PlayerWhere stories live. Discover now