Terlibat dengan seorang Lesbi dan Gay, lalu merumitkan hidup si tokoh utama. Sebuah kerumitan yang mengharuskan aku dan dia untuk terus bersama sampai tak ingin saling melepas.
"I'm-NOT-a-Player, okay?"
📍cover by: Irishlevyona
📍10 November 17 - 2...
“Hmm, aku merekamnya. Sengaja agar mereka melihat kelakuannya sendiri kalau mabuk berat,” tambah Mia dan Chanyeol hanya tersenyum sinis.
Aku yang sedari tadi memperhatikan mereka tak kunjung duduk juga jadi aneh, “Kenapa tak duduk?” tanyaku.
Chanyeol hanya melayangkan tawa ejek padaku. Kenapa dia? Gara-gara omongan Mia dan menurutnya itu lucu?
Ck, sama-sama ciuman ini.
“Aku masih ada urusan,” Chanyeol mendekatiku dan mengacak rambutku pelan. “Aku pulang dulu.”
“Apa itu?” tanya Kak Lay heran dengan tingkah si lelaki bertelinga lebar ini. Aku pun sama, dia makin aneh, kan?
“Hanya salam pamit. Oh iya, aku tak perlu memanggilmu Kakak, kan? Kurasa kita sebaya?” tanya Chanyeol dan Kak Lay hanya berdecak pelan. “Aku 28 tahun, Baekhyun juga tidak memanggilmu Kakak.”
“Terserah,” jawab Kak Lay dan akhirnya Chanyeol pergi dari sini.
***
Handphone-ku berdering saat makan malam tiba, Chanyeol adalah pelakunya. Dengan malas aku mengangkat telfon itu.
“Apa?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Sudah merasa baikkan?” tanyanya di seberang sana. “Aku boleh ke sana?”
“Kau mau diintrogasi Kak Lay?” tanyaku dan dia hanya terkekeh.
“Tapi aku sudah di depan pintu kamarmu.”
Mataku membulat, dan tak lama pintu terbuka.
“Hai!” Sapanya sambil tersenyum lebar lalu masuk ke dalam kamar. Tak lupa mematikan sambungan telfonnya.
“Mau apa kau ke sini? Katanya ada urusan?” tanyaku mengerutkan kening heran.
“Sudah selesai,” jawabnya memperhatikan makan malamku yang masih banyak. “Makan yang banyak.”
“Cih, jangan sok baik padaku. Geli,” ketusku sambil kembali menyuap nasi. Lelaki itu terekeh untuk sesaat.
Lama-lama, Chanyeol hanya diam, dia memperhatikan pergerakanku.
“Maaf ya.”
Aku menatapnya, entah dia sedang kesurupan, gila, atau kepalanya baru saja terbentur tiang listrik, aku tak tahu. Tapi sekarang, dia malah tersenyum manis setelah meminta maaf yang entah apa maksudnya itu.
“Sini aku suapi.” Chanyeol dengan tiba-tiba mengambil piring makanku.
“Aku baik-baik saja,” ucapku bingung setengah mati. Sedangkan dia hanya menyendok nasi lalu …
“Aaaa…”
Ugh, ada apa sih dengannya?
Aku menerima suapannya, dan Chanyeol hanya tersenyum. Ternyata aku tak menolak tawarannya.
Hening menyelimuti kami, hanya suara benturan sendok dan piring, juga detik jam yang tak pernah berhenti. Kau tahu, keheningan bisa membuat pikiran-pikiran menyapa. Begitu pun denganku.
“Kau tidak ke kelab? Itu kan candu untukmu?” tanyaku dan Chanyeol hanya menggeleng pelan.
“Aku tidak setega itu pergi ke kelab, sedangkan kau sakit begini,” jawabnya menyendok lagi nasi.
“Kalau begitu, usahakan jangan ke kelab setiap hari. Mahal tahu bayar masuknya,” celetukku dan Chanyeol hanya terkekeh, dengan tatapan masih pada nasi.
“Iya iya …”
Dia sangat berbeda hari ini. Awal bertemu, mungkin dia tampak garang, seperti om-om hidung belang, dan idiot menurutku.
Tapi makin hari, dia selalu tampak khawatir, sorot matanya seakan selalu meminta pertolongan padaku, melembut, dan terselip perhatian. Oh iya, tak lupa, banyak yang misterius darinya.
“Kau sedikit berubah sekarang,” cetusku menyunggingkan sedikit senyum. Dia melihatku dengan alis mengerut.
Apa aku sudah sedekat itu dengan Chanyeol? Sampai-sampai hal tadi mudah untuk aku sadari.
“Iya,” jawabnya mengangguk pelan. “Karena kau.”
Tanpa sadar, aku terus menatapnya, dan dia pun membalas tatapanku.
DEG!
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Aku tak tahu kenapa detak jantung ini menjadi lebih cepat dari biasanya, padahal kami hanya bertatapan.
Aku tersenyum kikuk, lalu menunduk memainkan selimutku. Tidak mau terlalu lama mengaguminya dalam diam.
“Kau tanggung jawabku,” ucapnya membuka suara, sambil menggenggam tangan putihku. Aku nyaman, dan tak ada kata lain lagi yang bisa mendeskripsikan perasaanku saat ini.