“Selamat siang,” sapa Chanyeol berdiri dari duduknya.

“Dia temanku, Kak,” ucapku menerima minuman dari tangannya.

“Teman? Sedekat apa?” tanyanya mulai mengintrogasi.

“Ayolah~ dia hanya teman biasa. Teman dekat, seperti Mia,” sanggahku agar Chanyeol tak perlu menjawabnya.

“Sejak kapan kau punya sahabat dua?” gumam Kak Lay sambil duduk di kasurku. “Polisi belum menemukan pelakunya.”

“Kan sudah kubilang tak usah,” rengekku sambil melirik Chanyeol. Kak Lay tak tahu, mungkin bisa saja William menyuap polisi itu atau melakukan hal ektrim lainnya dengan uang, kan? Justru aneh kalau polisi menemukannya.

“Nanti setelah resep obatnya datang, kita pulang,” ucap Kak Lay dengan kejam, dia tak memperhatikan keadaanku yang untuk berjalan saja masih kesakitan. “Biaya rumah sakitnya mahal, kau tahu? Kita ini bukan orang kaya.”

“Biar aku saja yang bayar,” sanggah Chanyeol mengalihkan perhatian Kak Lay. “Kalau Mi Ra masih belum sembuh, lebih baik rawat inap saja.”

Kak Lay tampak meneliti setiap senti diri Chanyeol, aku hanya mencubitnya pelan agar menghentikan aksi anehnya itu.

“Aku pulang saja,” ucapku menatap Kak Lay. Lagipula, Minggu ini aku memutuskan untuk pulang ke rumah.

“Ya sudah, aku pesankan taksi dulu-”

“Biar aku saja yang mengantarnya,” lagi-lagi Chanyeol menghentikan niat Kak Lay. “Maksudku, denganmu juga,” tambahnya sambil terkekeh.

Aku hanya menepuk keningku, ya ampun, mereka ini kenapa, sih?
















***

Aku memperhatikan jalan lewat kaca mobil dengan sendu.

Ya Tuhan, belum setengahnya novelku jadi, aku sudah diambang kematian begini. Salah apa aku di kehidupan sebelumnya sampai bisa berurusan dengan orang-orang gila?

“Kalian bukan sekedar sahabatan, kan?”

Geez, pertanyaan Kak Lay menghancurkan lamunanku dalam sekali tebas. Aku meliriknya heran, begitu pun dengan Chanyeol dari kaca spionnya.

“Kami hanya teman, kok,” jawabku ketus. Tak lama, Chanyeol menghentikan mobilnya di depan housemate. Kak Lay dengan sigap membantuku untuk memasuki rumah.

Setelah sampai dan aku didudukkan di ruang tengah, Kak Lay menatap Chanyeol curiga.

“Apa kalian pernah berciuman?” tanyanya.

“Kakak!” pekikku kesal bercampur malu. Sedangkan Chanyeol melongo mendengarnya, ia tak tahu, bahwa Kak Lay bisa mengintrogasinya dimana saja, kapan saja, tanpa terputus.

“Jangan dijawab,” bisik Baekhyun tiba-tiba sambil menepuk pundak Chanyeol dari belakang. Dia baru saja pulang dari rumah sakit. “Dulu waktu aku mencium Mi Ra, Lay sampai mengamuk. Hai semua!”

Baekhyun menyapa, lalu duduk di sampingku, memeriksa keadaanku.

“Hah?”

Mia terkikik melihat reaksi Chanyeol. Sedangkan Kak Lay masih menatap lelaki itu menuntut jawaban.

“Sudahlah Kak, kenapa sih? Kami semua di sini mengenal Chanyeol kok. Dia baik,” ucap Mia membantu. Akhirnya Kak Lay menghela napas lalu mengangguk, sambil membantuku menyamankan posisi duduk.

“Maksudnya Baekhyun pernah mencium Mi Ra?” tanya Chanyeol pada Mia, masih sambil berdiri. “Bukannya Baekhyun itu sepupunya?”

“Mereka pernah berciuman secara liar di sini. Waktu itu, kami dan Do mengadakan pesta. Baekhyun mabuk berat karena baru saja putus dari mantan kekasihnya, Taeyeon. Sedangkan Mi Ra mabuk berat karena deadline novel dan membuatnya hampir gila. Entahlah, sebenarnya kocak sekali, mereka malah berciuman hebat. Bahkan sampai main lidah,” jelas Mia terkikik kembali mengingatnya.

I'm (not) a PlayerWhere stories live. Discover now