xxiv. Kembali ke zaman jahiliyah.

204 25 0
                                    

Kelas 7.

Kelas baru, teman baru, suasana baru.

Kita yang masih murid baru yang polos, memasuki kelas baru yang bisa dibilang. Eumm, kurang layak.

Ya, kelas kami dulunya gak ada keramik. Ada sih, cuma semen halus nan licin diberi garis lurus yang membuat seakan-akan seperti keramik.

Enaknya, dekat sama labor IPA.

Pas mulai masuk, kita milihin bangku. Nah, pas saya udah dapat tempat duduk. Saya melihat ada yang masih mencari teman duduknya.

"Eh, sini aja!"

Dia langsung mengambil posisi duduk di sebelah saya. Awkward moment is starting...

"Eh, kamu siapa namanya?"

Itu bukan dari saya. Malahan, dia yang nanya duluan.

"Aku disjungsi. Eumm, kamu?"

"Aku Qori."

Akhirnya, saya akrab dengan Qori. Hingga saya pernah tertawa terbahak-bahak ketika melihat KQ memarahi kami.

"APA KALIAN LIAT-LIAT?!"

Setdah bocah. Kita nggak liatin dia kok! Cuma dia aja yang geer. Dasar!

Sekarang mah, udah beda!

Dulunya kelas ini yang sopannya minta ampun, sekarang malah kayak perkumpulan orang sakit jiwa.

Ada yang nyebutin nama bapaknya lah.

"ZAINAL!!!"

"WAN!!!"

"ZULHADI!!!"

"ROMI!!!"

"JOS!!!"

Ada yang hacep-hacep di depan.

Ada yang mengukur tingkat ke-jenongan-nya.

Yang paling parah, ada lagi yang nanya susu indomilk sama rasanya kayak susu harimau?

Kan, aaaaargggghh!

Sudah saya bilang kalau kelas ini PERKUMPULAN MANUSIA YANG TERSESAT DI JALAN KETIKA MAU KEMBALI KE RUMAH SAKIT JIWA!

Untung saya sabar. Soalnya, saya juga termasuk orang yang sukanya duduk diatas meja sambil makan permen milkita yang setara dengan segelas susu.

Jadi, kesimpulannya apa? Jangan bilang kalau saya termasuk 'orang glia'.

Para Pejuang UN ✓Место, где живут истории. Откройте их для себя