"Apaan?" Jawabku.

"Udah gak usah bohong. Loe lagi perhatiin Saga kan? Gimana? Pantatnya seksi kan? Enak banget pasti kalo diremas."

Aku segera mencubit perut Yolan. Dari dulu memang otaknya selalu tidak normal. Sementara dia cuman cekikikan.

"Masih single loh. Gebet aja. Apa mau gue atur? Gue setuju banget kalo elo sama dia."

Saat aku akan kembali mencubitnya, Saga kembali menuju kami setelah selesai memeriksa Rere.

"Habis ini ibu Rere ikut perawat saya ya ke lab untuk periksa darah dan urin. Tanggal terakhir mens kapan ya Bu?" Tanya Saga. Ternyata kalo diliiat warna matanya hazel ya. Duh, kenapa aku jadi gak bisa berhenti perhatikan dia ya? Ada sesuatu yang buat aku jadi tertarik untuk selalu menatapnya.

"Bulan lalu tanggal 15 dok. Bulan ini seharusnya tanggal 15 juga. Tapi sudah seminggu belum ada tanda-tanda juga."

Saga menulis sesuatu entah apa itu. Sepertinya resep. Tulisannya bagus tidak seperti yang selalu orang katakan tentang tulisan dokter. Cakar ayam.

"Saya cuman kasih vitamin saja untuk berjaga-jaga." Saga segera menyerahkan resepnya ke Rere kemudian menatapku. Kemudian, di tersenyum. Aku jadi kikuk tiba-tiba dan segera membalas senyumannya.

"Oke deh thanks ya Ga. Ntar gue traktir keong rebus di kantin."

Saga cuman tertawa dan menampakkan lesung pipinya. Oh ya Tuhan dia semakin manis saja. Kami bertiga pun segera keluar dari ruangan ketika semua pemeriksaan telah selesai.

"Kayaknya ada yang kena sindrom love at the first sight nih," celetuk Yolan dan melirikku.

"What? Me? Nggak dong! Gue gak percaya begituan." Cheesy banget sih. Love at the first sight? Bullshit.

"Tapi dia cakep kok Lis. Setaralah sama loe," Rere menambahkan. Mereka paling kompak kalo soal membullyku.

"Ayo Lis, minta dihamilin aja sama Saga biar cepat nikah." Yolan makin ngomporin.

Dengar kata nikah aku jadi emosi. Dan aku jadi ingat mama dan papa yang masih mogok bicara padaku. Aku belum sempat ke sana. Ternyata mereka benar-benar tidak akan berbicara padaku kecuali aku menikah saat Nares meneleponku tadi malam. Oke deh kita lihat saja siapa yang akan bertahan kali ini.

"Udah ya gue balik ke poli dulu. Entar kalo hasilnya udah keluar hubungin gue. Loe temenin Rere dulu ya Lis." Begitu aku mengangguk Yolan segera berlari kecil ke ruang kerjanya.

"Gue gugup banget Lis..." Rere terlihat kembali khawatir akan hasil tesnya. "Semoga gak ada kabar buruk."

"Re, kalo pun loe hamil nanti itu bukan kabar buruk. Ingat, anak itu titipan Tuhan. Itu rejeki loe Re. Apapun yang terjadi loe harus rawat anak itu. Ada gue dan Yolan yang selalu loe bisa andalkan. Walaupun mungkin nanti bonyok loe kaget atau gak percaya, mereka pasti akan terima." Aku menyeka air mata Rere yang sudah bercucuran terharu dengan kata-kata bijak ku bak Mario Teguh.

"Tapi, reaksi Joe gimana nanti ya Lis? Apa dia bakal senang atau malah gak pengen sama anak ini?" Rere mengelus perutnya seakan sudah ada isi di sana.

"Ibu Rere" si perawat yang tadi mendekati kami. "Bu mari ikut saya ke lab sekarang."

"Ya udah gue beli minum dulu kita ketemu lagi disini."

Rere mengangguk dan mengekor perawat tadi sedangkan aku segera berjalan ke arah kantin sesuai papan petunjuk arah yang tergantung di langit-langit.

Kemudian ponselku bergetar. Telpon dari Nares. Pasti penting. Aku memutuskan keluar ke taman kecil yang sejuk dan ditengahnya ada kolam air mancur kecil. Tidak banyak orang di sana. Hanya ada aku dan seorang pasien bersama perawatnya yang agak jauh dari tempatku saat ini.

"Kak kapan loe ke rumah?" Tanya Nares. Ini kesekian kalinya dia bertanya.

"Jawaban gue masih sama. Gue gak bakal pulang kecuali aksi mogok bicara bonyok udah selesai."

"Kak kasian mama sama papa. Mereka cuman pengen loe nikah itu aja. Biar ada yang jagain loe kak kalo mereka udah gak ada. Mama dan papa gak butuh cucu dulu. Plis kak pulang deh yakinin papa dan mama kalo kakak bakal nikah dalam waktu dekat."

"Kalo nikah cuman buat jagain gue satpam juga bisa Res! Lagian yakinin bonyok gimana? Cowok yang ngajak nikah aja gak ada. Gila loe." Ni anak mulai sok bijak.

"Yee.. emang loe mau serumah sama tu satpam? Kak masak keluarga kita rusak cuman gara-gara kakak gak mau nikah? Masak gak ada yang mau sama kakak? Jangan terlalu pilih-pilih. Entar jadi BL loh."

"Apaan BL?" Tanyaku.

"Bujang Lapuk!" Bisa kudengar Nares yang sudah tertawa senang. Bikin tambah emosi jadinya.

"Loe mau gue putus uang jajan loe hah?"

"Ampyunn DJ! Matiin lampunya dong-dong-dong-dong-"

"Nares!" Kataku setengah berteriak menghentikan kegilaannya.

"Iya-iya! Pokoknya ketemu cowok dimana aja segera diangkut dan bawa pulang ke rumah kemudian nikahin."

"Loe kata gue Satpol PP main angkut? Pokoknya gue gak bakal pulang sebelum mama dan papa ngomong atau telpon gue duluan. Titik!" Aku mematikan sambungan telpon dan menarik napas sebelum tensiku naik.

"Punya masalah sama pernikahan?"
Aku segera berbalik ke arah sumber suara dan si dokter sudah berdiri di sana sambil tersenyum. Oh no! Apa dia dengar semua omonganku tadi?

"Nggak ada pak dokter." Jawabku mencoba santai meskipun sedikit gugup. Huh? Gugup? Terakhir kali aku gugup pas cabut gigi 2 tahun lalu.

"Panggil Saga saja."
Apa dia mencoba untuk akrab denganku?

"Oh ya Saga, kalo begitu aku permisi," aku segera pamit dan berjalan melewatinya.

"Kita punya masalah yang sama ya?" Kalimat Saga membuatku berhenti dan berbalik ke arahnya yang kebetulan juga sudah berbalik ke arahku.

"Maksud... kamu?" Saga tersenyum dan berjalan mendekatiku. Tinggi kami tidak berbeda jauh sehingga aku tak perlu mendongak untuk melihatnya.

"Saya juga punya masalah yang sama dengan kamu. Dipaksa untuk segera menikah." Jawab Saga. Sialan, dia pasti sudah dengar dari awal.

"Dokter nguping pembicaraan saya ya?" Tembakku. Kepo juga si dokter.

"Kelihatannya begitu ya? Padahal saya cuman kebetulan lewat dan mendengarkan." Hmm sama aja kalik! "Saya mau menawarkan sebuah solusi untuk kamu." Lanjutnya.

Sudah bisa dipastikan mataku sudah berbinar senang. Akhirnya sebuah solusi. Hidupku bisa tenang dan aman terhindar dari masalah pernikahan. Papa mama pun gak bakal melakukan aksi yang aneh-aneh lagi.

"Apa solusinya dok-maksud aku Saga?" Tanyaku bersemangat dan sedikit meloncat saking senangnya.

"Solusinya cuma 1. Menikah."

Aku melengos kesal. Ni dokter apa otaknya udah licin ya? Ingin ku berkata kasar jadinya.

"Jadi, ayo kita menikah," sambungnya dan tersenyum.

Aku hanya bisa MENGANGA.

*TBC*

Minta votenya donggg *puppy eyes


Are We Getting Married Yet?Where stories live. Discover now