Part 4

295 33 4
                                    

  
   Pikiran Nyonya Park semakin tidak tenang setiap kali melihat Jimin meracau.

   ‘Sebenarnya kau dimana Han Seong-ah. Kami sangat merindukanmu. Ibu berharap bisa memelukmu lagi..’ batinnya dengan frustasi.

   Iapun memutuskan meninggalkan kamar Jimin, membiarkan putranya menikmati dunia mimpinya.
 
   “Han Seong-ah, bisakah kita bertiga berkumpul seperti dulu lagi..”

   Nafasnya tertahan seolah tak mampu melanjutkan kata-kata yang diucapkannya tadi.

   “Apakah kamu masih hidup? Jika iya, apakah kamu makan dengan benar..?"

   "Apakah kamu memiliki tempat tinggal? Jagalah dirimu, jangan sampai kamu kedinginan Seong-ah!” ucapnya seraya menatap sebuah foto keluarga.

   Tangisannya pecah seketika. Nyonya Park tak sanggup lagi menahan kesedihannya.

   Hiikss..Hikkss..

   “Kembalilah Han Seong-ah. Jangan siksa kami seperti ini! Hiikss..”

   “Lihatlah Seong-ah, adikmu selalu menyiksa dan menyalahkan dirinya sendiri karena tak bisa menyelamatkanmu. Apa kau setega itu sampai membuatnya menderita seperti ini? Pulanglah.. Hiikss...”

   Suaranya terdengar begitu sendu, sehingga siapapun yang mendengarnya akan ikut merasakan kesedihannya.

   Setelah menangis cukup lama, Nyonya Park pun tertidur di ruang kerjanya dan sesekali terdengar suara sesenggukan sebagai pertanda sebegitu lamanya dia menangis.

   Malam ini adalah malam yang berat sekaligus panjang untuk mereka.

***** 

   “Jimin-ah..!!”

   Samar-samar sebuah suara memanggil nama Jimin.

   Suaranya terdengar cukup jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

   Tanpa membuang waktu lagi ia pun memutuskan mencari  sumber suara tersebut.

   ‘Kenapa dia bisa tahu namaku?’ batinnya.

   Ia pun terus berjalan sampai melihat bayangan seseorang yang nampak samar berdiri tepat satu meter di depannya.

   ’Tunggu, bukankah ini lorong yang selalu ada di mimpiku?’

   Firasatnya mengatakan jika sebentar lagi akan terjadi sesuatu yang buruk.

   Ia pun berhenti di tempat, nyalinya tiba-tiba menciut saat orang itu berjalan menghampirinya.

   Secercah cahaya yang entah dari mana asalnya menerpa wajah pria misterius itu.

   Jimin tertegun.

   Ia tak bisa lagi mengeluarkan kata-kata. Saat ini, hanya air mata kebahagiaan yang dapat melukiskan perasaannya.

   Perasaan takut dan khawatir akan hal buruk sirna sudah. Perasaan yang sedari tadi mengganggunya kini terjawab sudah.

   “Aku merindukanmu Jimin-ah!” ucap pria misterius tersebut seraya menunjukkan senyum manisnya.

   Senyum itu.

   Kalimat pertama yang keluar dari mulut seseorang yang begitu dirindukannya.

   Akhirnya dia bisa mendengar suara itu lagi setelah sekian lama.

   “Kakaaaaakk...!”

   Jimin tak mampu lagi menahan derasnya air mata yang sejak tadi menggenang di pipinya.

Hey! Vrétikhan!Where stories live. Discover now