Apapun yang akan terjadi nantinya, Davi sudah tahu apa yang akan dia lakukan sangat beresiko, tapi laki-laki itu tidak peduli.

                                    🍁🍁🍁

Para peserta ospek sudah terkumpul di ruang aula FEB, para panitia juga sudah siap siaga di ruangan itu.

"PERHATIAN SEMUANYA!" laki-laki berambut hitam pekat yang adalah ketua HMPS ekonomi bisnis itu menepuk tangannya berulang kali untuk meminta perhatian, karena ada penyampaian penting.

Semua pandang mata langsung tertuju pada laki-laki itu, termaksud Zelda dan Leo yang duduk bersampingan.

"Sebelumnya perkenalkan nama saya Agung Bramanto, ketua jurusan ekonomi bisnis." Sejenak Agung berhenti, semua mata terfokus padanya, "Saya ingin menyampaikan bahwa ada beberapa keluhan dari para orang tua peserta ospek tahun lalu tentang diadakannya ospek. Sebenarnya tujuan kami mengadakan ospek itu baik, dan juga mendapat persetujuan dari pihak kampus, tapi karena keluhan itu pihak kampus memutuskan ospek tidak boleh lagi diadakan."

Zelda dan Leo membulatkan mata, bayangkan saja mereka sudah mempersiapkan segalanya, bahkan berpakaian seperti orang yang baru kabur dari rumah sakit jiwa, tapi kegiatan ospek dibatalkan.

Beberapa peserta juga saling berbisik-bisik. Hingga satu senior perempuan membentak, "Diam semua! Kalian tidak diizinkan berbicara, kalau bukan perintah dari panitia."

Semuanya bungkam, bisik-bisik itu tak lagi terdengar.

Agung kembali berbicara, "Pihak kampus tidak mau mengambil konsekuensi jika kejadian buruk tahun lalu terulang lagi, jadi untuk besok dan ke depannya kuliah akan berlangsung. Sekian penyampaian dari saya, para peserta diizinkan meninggalkan tempat." Setelah kata izin itu keluar dari mulut Agung, koar-koar peserta mememuhi  ruang aula, ada yang tidak terima dengan keputusan ini, ada juga yang sangat bersyukur karena pihak kampus telah berbaik hati tidak melelahkan mereka.

Hingga suara senior kembali menyentak, keadaan kembali hening hanya mahasiswa baru yang berebutan untuk keluar dari ruangan itu.

Zelda berjalan beriringan dengan Leo, "Kok bisa ada keluhan dari para orang tua?" tanya Leo setelah melewati pintu besar.

Davi berjaga di depan pintu, tapi Zelda dan Leo seolah menganggapnya tak ada. Mereka melewati Davi dengan sedikit menundukkan kepala, sebagai simbol menghormati senior.

Melihat hal itu, Davi mengikuti langkah Leo dan Zelda tanpa sepengetahuan keduanya.

"Mungkin ada kejadian yang ngga diinginkan." Jawab Zelda  mengeluarkan gardus yang menggantung di lehernya yang adalah papan namanya. Zelda langsung membuang kardus itu di tong sampah diikuti Leo yang melakukan hal yang sama.

"Mungkin aja. Tapi, apa itu nggak berlebihan?" Keduanya menuruni anak tangga untuk mengistrahatkan diri di cafe kampus.

"Menurut gue sih ngga. Namanya orang tua, pasti khawatir." Leo tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Bayangan orang tuanya yang tidak peduli padanya kini terputar jelas di ingatan laki-laki itu.

Zelda yang menyadari langkah kaki Leo tidak terdengar, langsung menoleh ke belakang. Dia mengernyitkan alis, bingung melihat Leo yang hanya bergeming.

"Lo kenapa?" tanyanya pada Leo yang hanya berjarak dua langkah dengan tempatnya berdiri.

Leo masih bergeming, masih bergelut dalam lamun.

Zelda mensejajarkan langkahnya dengan Leo, menepuk pelan bahu Leo, membuat laki-laki itu tersentak.

"Eh, lo ngomong apa tadi?" setelah sentakan itu, Leo menatap Zelda yang keheranan.

The Fate (Completed)Where stories live. Discover now