Chapter 34

7.8K 718 35
                                    

"Gabriel, Tuhan bersamamu," kata Michael mencium dahi Gabriel.

Gabriel mundur perlahan berbalik memandang jauh ke bawah di tepi surga, tanpa aba-aba dia menjatuhkan diri, kecepatannya melebihi peluru yang ditembakan,  sejurus kemudian sayapnya mengembang lebar, begitu indah memesona. Ratusan malaikat lainnya mengikuti dirinya, berzirah keemasan laksana cahaya terbenamnya matahari, para malaikat ini bersenjata lengkap. Mereka semua dalam kondisi tempur menuju permukaan bumi.

Sementara itu, kabut mulai menipis, kini keadaan di dalam kota sepi sunyi, tak ada aktivitas apa-apa, orang-orang memilih bersembunyi di dalam rumah atau tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi, berdiam sampai ada yang membebaskan mereka dari bahaya.

Anehnya, korban meninggal pagi tadi di jalanan kota tidak nampak satu pun, hanya bekas kecelakaan atau ledakan mobil serta perkelahian yang masih ada di sana sini. Petugas medis atau regu penyelamat sedari tadi tak menampakan batang hidung. Di mana orang-orang yang terluka atau mati? Menjadi misteri yang belum terjawab untuk saat ini.

Ordo Exorcist telah tiba, mereka mendirikan tenda pertahanan di empat penjuru, tepat di luar kota. Garda nasional dan kepolisian daerah datang membantu, mereka dibekali persenjataan yang bisa membunuh iblis, dan juga pelatihan singkat jika bertempur melawan mahkluk astral.

Kapten Kyle dan Nagisa kini sedang apel persiapan memasuki kota, karena siang itu cuaca mendung, suasana menjadi sedikit mencekam.

"...Tak ada yang ditinggal maupun tertinggal, hidup atau mati kita selalu bersama, masuk dan keluar bersama-sama, bawa masyarakat sipil keluar sebanyak mungkin, ingat banyak bahaya mengancam di sana. Apa kalian siap?!" teriak Kapten Kyle.

"HUWAAAA!" balas pasukan serempak.

Barisan terdepat ordo berbaris memasuki kota.

Kapten Kyle dan Nagisa memperhatikan pasukan ordo merangsek ke dalam kota.

Melihat raut mimik Kaptennya yang terlihat gelisah, Nagisa bertanya padanya. "Apa ada masalah, Kapten?"

"Aku hanya merasakan akan ada sesuatu yang buruk terjadi," kata Kapten Kyle cemas. Tangannya menggenggam erat gagang pedangnya yang tersandang di pinggang. "Aku tahu ini terdengar munafik, tapi aku sendiri berharap kita semua tetap hidup sampai akhir misi, walau itu mustahil..."

Nagisa tak meneruskan obrolan, dia hanya melirik wajah Kapten Kyle, dan kembali memandang ke arah kota. Pikirannya sendiri tercampur aduk tak karuan, dia cemas memikirkan ayahnya yang sikapnya aneh akhir-akhir dan juga keberadaan Gray.

"Gray, kau di mana?"

Gray sendiri berjalan kaki menuju kota, dia tak menemukan satu pun kendaraan transportasi yang mengarah ke sana. Tubuhnya masih kelelahan, dia berharap ada tumpangan. Sampai akhirnya terdengar deru mobil dari belakang, dia menengok ke belakang, memperhatikan pengemudi mobil. Gray nyengir lebar, sebab matanya melihat sesosok perempuan yang dikenalinya, Djin duduk di balik kemudi.

"Kau rindu padaku?" kata Djin dalam wujud wanita berkulit eksotis.

"Kau memang terbaik, Djin!" kata Gray riang, tangannya bersiap membuka pintu kemudi, tapi Djin menolak.

"Tidak, aku yang mengemudikannya, kau terlihat kacau, sebaiknya kau tidur untuk memulihkan diri, medan perang bukan untuk orang payah seperti kau sekarang ini" tegas Djin bersikap galak. "Aku juga membawakan pisau berburu yang baru di jok belakang... Karena aku tahu kau pasti menghilangkannya lagi,"

Gray nyengir, dia masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang depan, mengambil pisau berburu di jok belakang. Lalu, tanpa dia sadari, Gray benar-benar lelah, dia pun terlelap beberapa menit kemudian, dan Djin mengemudikan mobil dengan kecepatan lambat, karena dia berpikir keselamatan Gray bergantung pada staminanya.

The Exorcist ✔️Where stories live. Discover now