Chapter 30

8.3K 734 22
                                    

Sejak kasus Mammon, selama beberapa minggu tidak terjadi kasus berbahaya lainnya, hanya beberapa hantu atau iblis level bawah yang mengacau seperti biasa, dapat diatasi dengan mudah oleh exorcist tingkat menengah.

Gray terus berlatih di bawah bimbingan Master Arthur atau Leviathan, dia sudah memutuskan untuk menerima keberadaan iblis itu, walau masih belum bisa percaya sepenuhnya. Kecurigaan masih menghinggapi dirinya setiap kali bertemu dengan master.

Hampir setiap hari sepulang sekolah atau hari libur, Helena menyempatkan untuk menengok sahabatnya di markas exorcist. Walau mungkin dia berkata ingin menengok
Chloe, tapi Nagisa curiga dia mencuri kesempatan untuk bertemu atau sekadar memandang Gray. Gadis itu pun beberapa kali mengerucutkan bibir ketika memergoki Gray dan Helena berduaan. Dia masih belum menyerah untuk mendapatkan cinta Gray Aldric.

Gray dan Helena kini sedang asyik duduk berdua di bawah pohon besar di tengah halaman sekolah. Jam istirahat seringkali mereka gunakan untuk mengambil waktu berdua.

Tak ada kecemasan, kesedihan, ketakutan terpancar pada wajah mereka berdua. Hanya kegembiraan dan rasa cinta yang terlukis saat ini.

"Sudah lama aku tidak menghirup udara segar seperti ini," Gray menikmati udara yang segar, dia terus mengulang-ulang mengirup napas panjang dan mengembuskan perlahan.

"Iya sih, sekali-kali jauh dari pertarungan bagus untukmu," tukas Helena meringis senang.

Robert sendiri sudah tidak bersekolah bersama mereka lagi, dia harus terus mengasah kemampuan menguasai kekuatan vampirnya, untuk itu dia harus bersekolah di Akademi Exorcist.

Sebatang ranting jatuh mengenai dahinya, Gray mendongak ke atas, wajahnya cemberut melihat hantu kakek-kakek penunggu pohon sekolah senyum nyengir melambaikan tangannya.

"Kau mau kubunuh?" tanya Gray setengah mengancam.

Kakek itu berjengit mendengar ancaman dari Gray, tapi dia tidak beranjak dari tempat duduknya di dahan pohon.

"Tega sekali kau jika melenyapkanku dari dunia ini," gerutu hantu kakek berkepala botak itu.

"Atau, kupotong saja pohon ini biar kau tidak punya tempat tinggal lagi, dan mungkin menggelandang di depan emperan toko," gumam Gray menggosok-gosok dagunya, pura-pura mempertimbangkan idenya.

Helena terkikik geli mendengar gurauan keduanya, dia tahu mereka senang becanda seperti itu ketika bertemu.

Kakek itu melayang duduk di samping Helena.

"Aku ingat kalian bertiga ditambah kucing mesum itu seringkali duduk di sini, ditambah guru seksi itu yang selalu menegur kalian," kata hantu kakek itu menerawang jauh kenangan yang pernah ada dulu di benaknya. "Bahkan si kecil Luna sudah meninggalkan dunia, kuharap dia bahagia di alam sana."

"Memang kita tidak selalu bersama, kadang harus selalu siap jika orang dekat kita pergi untuk selamanya," ucap Helena tegar.

"Mau bagaimana juga mereka tetap ada bersama kita, aku yakin itu," tegas Gray, dia melirik sinis ke arah kakek pohon yang langsung melayang menembus batang pohon, sebab obrolan kakek itu membuat suasana hati kembali tidak menentu.

Bel selesai istirahat berbunyi, Gray dan Helena berpisah, karena Helena harus ke ruang guru ingin berkonsultasi soal masa depannya.

Di dalam kelas Gray uring-uringan, dia merasa bosan dan ingin pulang secepatnya, karena itu dia menegakkan bukunya dan tidur pulas di atas meja, sampai bel berbunyi tanda berakhirnya jam sekolah.

"Rasanya aku merindukan atmosfer pertarungan, mungkin kehadiran Marbas atau Gusion bisa meredakan rasa bosanku," gumam Gray berjalan di trotoar menuju apartemennya, tangan kanannya memegangi gagang pisau berburu di pinggang yang selalu dia bawa sebagai ganti pedang. Sekadar berjaga jika ada serangan mendadak.

The Exorcist ✔️Where stories live. Discover now