Chapter 3

15.9K 1.4K 29
                                    

Gray melompati pagar sekolah, mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh satpam yang berjaga. Menyeberangi halaman sekolah yang luas dibawah sorot cahaya bulan purnama.

"Klik," Gray memutar pegangan pintu depan gedung. Dia berhasil masuk tanpa kesulitan.

"Sepertinya satpam itu juga sudah berada dalam pengaruhnya," batin Gray, kini dia tahu Succubus ini cukup membuatnya waspada.

Gray menyusuri koridor yang gelap menggunakan senter kecil yang dibawanya, beberapa kali dia menyorotkannya ke dalam kelas, dan menemukan beberapa goblin kecil berlarian, atau peri yang berterbangan.

Di salah satu lorong, Gray melihat sosok arwah anak perempuan bergaun biru tipis duduk menangis tersedu-sedu. Sebelah tangannya diikat dengan rantai yang tertanam di tembok.

"Hai, kenapa kau sedih?" tanya Gray duduk jongkok di sebelah hantu anak itu.

Hantu cilik itu tak menjawab, dia hanya menunjuk ke lorong belakang Gray, sepertinya dia sedang berusaha memberitahu ada sesuatu yang membuatnya menangis.

Gray berbalik dan menyorotkan cahaya senternya, memperhatikan beberapa saat menunggu adanya kemunculan sosok arwah lain, namun tak ada yang terjadi. Dia hanya merasakan ada aura yang sangat jahat bersemayam di area sana.

"Siapa namamu?" tanya Gray mencoba bersikap ramah.

"Thea," jawab gadis itu pendek, masih sesenggukan.

Gray membelai lembut rambut hitam panjang hantu gadis kecil itu, gadis itu mendongak ke arah Gray.

Wajahnya cantik untuk anak seusianya, tapi di bagian kanan wajahnya hancur seperti dihantam benda tumpul, matanya menggantung keluar, cairan aneh seperti darah menetes dari luka tersebut.

Gray merasa kasihan, dia menduga gadis cilik ini mati karena dibunuh atau disiksa. Dia berjanji akan membebaskannya dari teror yang membelenggu arwahnya selama ini, setelah menyelesaikan urusannya.

Gray kembali melangkah, dalam perjalanannya semakin banyak hantu-hantu bermunculan, namun semuanya sama seperti hantu kecil tadi, tubuh mereka terikat rantai ke tembok. Gray terus berjalan menuju kantor guru. Dibukanya pintu pelan-pelan, dinyalakannya lampu ruangan itu.

Tak ada siapa-siapa di sana.

Gray tetap berdiri di tempatnya, walau dalam pandangan matanya tak ada siapa-siapa, tapi dia merasakan adanya kekuatan ganjil yang mendekat dari belakangnya.

"Hai Gray, sudah kuduga kau menepati janjimu," desah Bu Yola di dekat telinga Gray.

Gray bergidik, lalu melompat menyamping. Matanya menatap Bu Yola.

Succubus itu hanya mengenakan kemeja putih tipis dan celana hitam. Rambut pendek sebahu coklatnya diurai begitu saja.

"Jadi, apa yang harus saya lakukan malam ini, Bu?"

"Oh, ikut aku ke atap sekolah," jawab Bu Yola tersenyum pendek.

Bu Yola berjalan terlebih dulu diikuti Gray dibelakangnya. Guru dan murid itu terus berjalan menyeberangi lorong sekolah, menaiki tangga di ujung, dan akhirnya sudah berada di lantai empat alias atap sekolah. Tempat ini sering dibuat oleh murid-murid untuk berkumpul ketika jam makan siang, hanya untuk mengobrol, atau sekadar makan siang.

"Nah, kita sudah sampai, beruntung malam ini cerah sehingga bulan dan bintang yang berkelip di langit terlihat indah," ujar Bu Yola, walau berkata seperti itu matanya tidak memandang ke arah langit, melainkan menatap tajam Gray. Ada rasa lapar di matanya.

Gray berdiri bergeming, dia memandang ke atas, menikmati indahnya langit malam ini. Dia seakan tak peduli lagi akan kehadiran Bu Yola.

Bu Yola yang sepertinya sudah tak sabar lagi, membuka dua kancing paling atas kemejanya. Dan, berpura-pura merasa kepanasan.

The Exorcist ✔️Where stories live. Discover now