Chapter 9 - Everything

6K 809 99
                                    

Mengabaikan segala hal yang terjadi di rumah biru, Jimin pergi mengunjungi keluarga Seulgi hari ini (masih hari sabtu, hari yang sama dengan kedatangan 3 perempuan cantik di rumah biru). Seulgi sendiri sudah memberitahukan kedua orang tuanya kemarin, bahwa dia ingin berkunjung bersama Jimin saat makan malam. 

Mereka berdua belum memberitahukan mengenai hubungan mereka pada para housemate, tetapi pasti secepatnya akan memberitahukannya, terutama saat kehidupan di rumah sudah lebih stabil. 

Sooyoung dan Yerim yang biasanya seperti tukang gosip saja, tidak membahas cincin yang dari jumat dini hari sudah tersemat di jarinya. 

Jimin masih mengemudikan mobilnya, saat Seulgi tiba-tiba berkata. "Cantik ya." 

Karena mereka berangkat menjelang malam, pemandangan langit diluar, terlihat cantik. Langit sunset, berwarna jingga dengan abu-abu gelap, menciptakan warna semburat ungu. Sehingga Jimin menjawab "Iya." terhadap pertanyaan yang dipikir adalah tentang langit. Karena tidak ada lagi yang lebih cantik dari itu saat itu. Ok lah, Seulgi juga cantik. Jadi jawaban iya itu dapat digunakan untuk apa saja, kecuali jika kontennya melenceng, seperti yang diucapkan Seulgi ini.

"Terus kenapa kamu memilihku? Kan cantikan dia."

Jimin menyempatkan diri menoleh, "Maksudnya apa? Gimana cara aku memilih dia?" 

"Ya katamu dia cantik kan?"

Jimin mengerutkan dahi. "Ini sebenernya ngomongin apa sih? Langit diluar 'kan? Memang cantik. Kamu juga cantik."

Suara helaan terdengar dari mulut Seulgi. "Maksudku si Choi Yuna itu."

"Jauh lah," Jawab Jimin tanpa berpikir. "Masih cantikan Noona. Kupikir noona ngomongin langit, eh ternyata." 

Jimin tidak melihat kalau sekarang Seulgi tersenyum, padahal yang terucap hanya kalimat singkat seperti itu. 

"Jimin tidak nervous?" 

Diingatkan, membuat perut Jimin kembali berulah. Sebelumnya dia sempat menolak pergi, karena perutnya tiba-tiba sakit. Sepertinya nervous membuatnya jadi sakit perut. Ini seperti saat dia akan pergi wawancara untuk sebuah pekerjaan. Bedanya pekerjaan ini harus didapatkan olehnya. Ini yang ditunggu Jimin selama ini. Bisa bersanding dengan Seulgi. Ini baru step pertama, dan itupun dibukakan jalannya oleh Seulgi. 

Jimin tersentak kaget saat tangan Seulgi berada di perseneling mobil, tepatnya memegang tangannya erat. 

"Jimin pasti bisa, semangat."

Oh, Jimin ingat 11 tahun yang lalu. Kalimat yang sama, cara yang sama yang digunakan untuk menyemangati Jimin. Iya jimin pasti bisa. Semangat. 

*** 

Jennie dan Namjoon kini ada di ayunan belakang. Well, awalnya hanya ada Namjoon di sana, tetapi entah bagaimana Jennie sudah ada disana. Namjoon belum terbiasa seperti ini. Biasanya dia akan menjadi orang yang memperhatikan Jennie dari jauh, bukan menjadi orang yang didekati Jennie seperti ini.

"Oppa." Kata Jennie sambil melihat Namjoon dengan tatapan menelisik. 

"A--apa?"

"Diantara tiga perempuan yang datang tadi, yang mana yang paling cantik?" 

Namjoon bergumam "Mmm--" Berpikir siapa yang paling cantik. "Mungkin Choi Yuna? Dia elegan." jawab Namjoon sambil melihat Jennie, yang raut mukanya sudah berubah. Sepertinya dia melakukan kesalahan. Garis bibir Jennie yang tadinya melengkung ke atas, kini menjadi ke bawah, sudut matanya pun sama, pandangan yang menandakan dia marah atau kecewa. "Aku salah ya?" Tanya Namjoon to the point. Berharap Jennie mengatakan apa kesalahannya. 

Roommate ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang