19. Senyum itu nular loh, Di.

16.4K 2.6K 551
                                    

Sita tersenyum lebar saat dia mendapati Ardi duduk di bangkunya pagi ini. Walau sepertinya Ardi masih terlihat seperti kurang tidur, setidaknya dia tak sepucat kemarin.

"Ardiiiiiiiiii!!" jerit Sita, melambai-lambai heboh dan loncat-loncat kecil sampai ke bangkunya.

Ardi tersenyum lebar. "Sita semangat banget ya...."

"Oh iya, lama ga ketemu soalnya," jawab Sita, santai.

"Kemarin ketemu kan, Sit." Ardi mengingatkan.

"Ketemu, tapi pas ketemu pikiran loe kayak lagi ada di mana gitu. Ga fokus, kurang senyum. Kurang kece deh! Tapi tenang, masih jauh lebih baik dari si Nimo!" ucap Sita tanpa menoleh karena dia sibuk mengambil bekal sarapan.

Ardi memperhatikan Sita, tersenyum diam-diam.

"Mau, Di? Nasi goreng! Sarapan wajib di dunia oren!"

"Aku udah makan, Sit. Makasih... itu kamu yang buat? Bisa masak?"

"Bisa ambil nasi dari magic com trus kasih ke Mbak Suti!" ucap Sita setelah susah payah menelan sesendok penuh nasi goreng.

Ardi tersenyum lebar, menggeleng-gelengkan kepalanya, bergumam pelan, "Lebih jago aku."

"Masa iya????" Sita sampai menyemburkan sedikit nasi efek terkejut.

Tawa Ardi membahana. "Ya ampun, Sita... hati-hati keselek!"

Malu-malu, Sita menjumputi nasi yang berhamburan, mengumpulkannya di tisu yang tadi dia siapkan. "Serius loe bisa masak, Di?" Sita tak percaya.

"Dipaksa belajar masak sama Bunda. Aska juga kok, Nash aja suka buat french toast sendiri walau setiap masak harus ada yang mendampingi.

Bunda bilang, belajar masak itu perlu. Seandainya kami harus tinggal sendiri, ga bikin Bunda khawatir kami akan makan apa."

"Apa kabar gue, Di. Pantes aja Mama ga ngebolehin gue kuliah ke luar kota dari dulu. Padahal kalau otak rada encer, bisa ditambahin NOS biar lebih gaspol, gue mau banget kuliah di ITB. Apa daya, anaknya goreng sosis pun gosong... bye bye ITB, biar menjadi impian saja...."

"Jangan patah semangat dong, Sit."

"Bukan patah semangat, Di. Ngincer yang deket aja, aku ga mau jauh-jauh dari Mama sekarang."

Ardi terdiam, memperhatikan Sita yang makan cepat-cepat.

"Ardi mau? Dari tadi ngeliatin aja. Jangan bilang hidung gue ada nasinya?" Sita panik, mengusap-usap wajahnya.

"Ga, Sit. Muka masih normal kok."

"Ardi ih ngagetin. Diliatin gitu kan, hati jadi merapal... katakan naksir, katakan naksir!"

"Sitaaaaaa...." Ardi tertawa walau pipinya agak memerah.

"Canda elahhh. Di, GR-an itu udah jadi jargon gue, jangan diambil dong!"

"Engga, ga kuambil kok, silakan GR sepuas hati."

Sita nyengir, menawarkan kembali nasi gorengnya. "Loe beneran ga mau?"

"Engga, abisin aja. Aku mendadak kenyang lihat kamu makan."

"Ardiiiiiii!!!!"

Sita membereskan bekalnya, habis tak bersisa, perutnya senang, hatinya riang. Lalu dia sadar dia lupa membawa minum.

"Minum gue ketinggalan!!!!!"

Ardi menyodorkan botol minuman dari tasnya. "Nih...."

"Thank you, Ardi! Dikau menyelamatkan gue dari rasa seret yang mengganggu. Sending lope-lope."

My Favorite Person!Where stories live. Discover now