2. Teman Ardi?

20.2K 2.5K 475
                                    


Ardi pulang agak terlambat hari ini. Tak apa-apa, selama dia sudah memberitahu Bunda kalau dia akan telat.

Tadi dia harus membantu Sita yang kesulitan memahami soal Matematika peminatan yang menurut kabar beredar, akan keluar saat tes mingguan.

Sudah mengulik soal selama satu jam, Ardi menyerah, kibar-kibar kaus oblong putih.

Sita masih tak paham juga!!!

Saat diajari matanya kadang tak fokus, berulang kali mengeluh, 'Ini maksudnya apa seeeehhh?? Yang buat soal siapa seeehhhh?? Minta digaplok ya?'

Mana baru belajar lima belas menit, perut Sita tiba-tiba berbunyi. Terpaksa ke kantin dulu menemani dia mengisi perut dengan batagor sementara Ardi memilih siomay.

Ardi sudah tak paham lagi dengan Sita. Matematika sudah jadi musuh besarnya. Sita bilang kalau bukan karena ada Ardi dia pasti lebih memilih pindah sekolah dan jadi atlet basket saja.

Kalau Sita sudah meracau ga jelas begitu, Ardi lebih memilih diam. 'Terserah deh, Sit... suka-suka situ aja.'

Bukan Ardi tak sadar Sita punya obsesi tersendiri terhadap dia. Awalnya Ardi kira hanya sekedar bercanda karena Sita itu memang begitu adanya. Rame, ceplas-ceplos, supel, dan... ehmmm, ga pintar-pintar amat.

Tapi Sita jago olahraga. Dia sangat atletis, jago main voli, futsal, dan saat kelas 11 jadi ketua team basket putri. Jauh berbeda dari Ardi yang lari sepuluh menit, napas sudah ga beraturan.

Namun obsesi Sita bisa bertahan hampir tiga tahun. Padahal dari yang Ardi tahu, fans Sita juga banyak. Entah apa yang dia cari, Ardi kan tidak pernah memberi kode yang aneh-aneh.

Dia berteman dengan semua orang, kalau ada yang menyapa akan dia tanggapi. Walau dia memang cenderung lebih suka menjaga jarak. Ada hal yang dia sembunyikan demi kenyamanannya sendiri. Soal latar belakang keluarganya yang agak tidak biasa.

----------

Dia masih bisa mengejar bus sekolah pukul 17.00 lalu berjalan menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari halte. Baru menampakkan hidung di dekat pagar, satpam rumahnya segera membukakan pintu.

"Tumben sore banget, Kak," tegur Pak Budi.

"Iya, ada tugas tambahan Pak. Bunda ke RS ga hari ini?"

"Enggak, Kak. Dari tadi Ibu ga keluar rumah."

"Papa sudah pulang?"

"Belum. Bapak pulang hari ini?"

"Kata Bunda sih pulang sekarang. Saya ke dalam dulu ya, Pak." Pamit Ardi.

Dia bergegas ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Baru setelahnya mencari Bundanya yang pasti ada di kamar adiknya. Dia sengaja membersihkan diri dulu sebelum menampakkan wajah. Kasihan adiknya kalau dia peluk-peluk sementara tubuhnya masih lengket dan kotor.

Ardi mengetuk pelan sebelum masuk. "Bunda... gimana Nash?"

Adiknya yang sedang dibacakan buku langsung melonjak saat melihat Ardi. Dia tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang masih rapi.

"Kakak!!!" Nasya melompat dari tempat tidur, memeluk Ardi pada pinggangnya.

Ardi tertawa. "Eh, sudah sehat...."

Nash menggeleng. "Gatallll...." keluhnya sambil menggaruk pipinya yang terdapat bintik-bintik.

Ardi segera menangkap tangan Nash. "Jangan digaruk! Nanti berbekas. Memang mau kalau cantiknya hilang?"

Nash menggeleng kuat-kuat. Digandengnya tangan Nash, membimbing agar Nash kembali ke tempat tidur.

Ardi mencium tangan bunda yang dari tadi hanya tersenyum-senyum memperhatikan mereka.

My Favorite Person!Where stories live. Discover now