14. One day trip with Ardi - Part 1

15.8K 2.6K 382
                                    


"Kamu ga tidur lagi ya?" tegur Ardi saat melihat Sita menyenderkan kepala di meja, tidur berbantalkan lengannya.

Sita menoleh ke arah Ardi. "Gue coba metode loe, belajar jam 2 pagi, tapi setelahnya malah ga bisa tidur, Di."

"Kenapa sih? Khawatir sama Mama kamu?"

Sita nyengir malu-malu. "Enggak, Di, gue main candy crush."

Ardi melengos, menyambar buku bacaan dari tasnya, membaca, dan mengacuhkan Sita.

"Ardi ahhh, malah marah... gue kan jujur." Sita cemberut.

"Kadang, jujur ternyata bikin kesel ya," gumam Ardi.

Sita tergelak. "Mama sehat kok. Jadi minggu ini mau mulai kemo. Gue mau nemenin di RS pas Mama kemo nanti malah dilarang, disuruh belajar di rumah aja.

Oh iya, makasih untuk program perawatan hospice-nya ya, Di. Itu membantu banget."

"Jangan terima kasih sama aku. Itu kan bagian program perawatan yang disarankan Bunda. Makasih aja sama Bunda kalau ketemu," ucap Ardi yang menunduk malu.

"Terima aja sih kalau gue bilang makasih, pakai dilempar ke dr. Grace segala. Gue tau kalau bukan karena loe, Mama ga akan kenal sama dr. Grace."

Ardi tersenyum, "You're welcome, Sit. Senang bisa bantu...."

"Hoy! Pagi-pagi udah ngerumpi berdua aja!" ledek Nimo saat datang dan menaruh tas sembarangan membuat Ardi menggeser tas Nimo jauh-jauh karena mengganggu letak buku yang tadi disusunnya.

"Ya kalau loe ikutan jadi ngerumpi bertiga kok, Mo. Takut amat ga diajak ngobrol sih?" jawab Sita, kalem.

"Trus kalau Nadiah dateng jadi ngobrol berempat?"

"Iya, Mo... kalau kelas udah rame, mau ikutan juga, jatohnya diskusi kelas. Apalagi kalau Bu Eti ikut nimbrung."

"Ajaib banget sih loe, Sit jadi manusia?" seru Nimo sambil melemparkan pulpen Ardi ke kepala Sita.

"Nimoooooo!!!" Sita bangkit, berlari ke arah Nimo dan memukuli lengan pria itu.

Ardi cuek saja mengambil pulpennya yang jatuh, membiarkan Sita dan Nimo bertengkar. Itu pemandangan sehari-hari yang selalu dia lihat hampir tiga tahun terakhir ini.

Selesai pukul-pukulan dengan Sita, Nimo menepuk bahu Ardi. "Loe ikut acara jalan-jalan sebelum ujian kan? Ujung-ujungnya anak-anak kan mau ke Anyer.

"Kan aku ikut suara terbanyak aja. Pas rapat terakhir kan ga ikutan. Ga jadi ke Puncak ya?" jawab Ardi.

"Ga, Nadiah katanya takut ditawarin, 'Villa, Mbak... villa....' Pas bubar kelas 11 kemarin di Puncak, dia digituin sama mas-mas geje. Gara-gara dia cerita begitu, yang cewek-cewek jadi ikutan histeris."

"Fix ke Anyer jadinya?" tanya Ardi lagi.

"Iya yang fix ikut sekitar 20 orang. Sit, loe ikutan ga? Loe kayak orang bener sih sekarang, kabur terus tiap bel pulang, ga pernah nongkrong ngemil batagor lagi di kantin. Kaga pernah ikut latihan basket juga!"

Sita diam saja. Alasan dia selalu cepat pulang tentu saja karena dia ingin menghabiskan waktu dengan mamanya. Rasanya sekedar kumpul-kumpul ga jelas sudah tak penting lagi. Berulang kali dia menolak ajakan nonton bersama Nadiah dkk, beralasan dia sibuk belajar untuk persiapan ujian yang sudah di depan mata.

Nadiah agak bete, merasa dilupakan oleh Sita sampai akhirnya Sita menceritakan tentang kondisi mamanya. Akhirnya Nadiah mengerti dan hubungan mereka sekarang sudah kembali seperti sedia kala walau mereka jadi agak jarang mengobrol selain di sekolah.

My Favorite Person!Where stories live. Discover now