17. Kamu kenapa, Di?

14.8K 2.5K 394
                                    

Sita melirik gelisah ke arah bangku kosong di sebelahnya. Bel sekolah sudah berbunyi, tapi abang ganteng berkacamata masih belum nongol juga.

Bosan Sita melihat Nimo yang tiduran menunggu guru mereka datang. Mana tadi dia lihat Nimo pakai acara ngupil segala! Untung saja Nadiah sudah melempar tisu basah ke wajah Nimo, menghardiknya agar mengelap tangan, tak lupa juga menyerahkan hand sanitizer ke Nimo.

Sudah tiga hari ini Ardi tak masuk sekolah. Pesan Sita dari hari minggu juga hanya dibaca tidak dibalas sama sekali. Sita tak berani menteror Ardi. Bagi dia, modus boleh, murahan jangan!

Sita tak akan mengirim pesan lagi jika tidak ada tanggapan walau tangannya gatal ingin mengetik, 'Ardi gue kangennnnn!' lengkap pakai icon nangis bombay, tambah icon cium juga ga papa, kali aja maksud pesannya nancep di hati.

Sita sampai mengecek ulang semua pesan yang sebelumnya. Adakah kalimat yang salah? Adakah modus yang keterlaluan sampai Ardi mendadak illfeel dan memilih untuk mengabaikannya?

Sepertinya tak ada... sepertinya lohhhhh, hal yang menurut Sita masih santai kayak anak pantai, sellow kayak di pulau, belum tentu se-sellow itu di mata Ardi.

"Nimo!! Nimo!!!" panggil Sita setengah berdesis.

"Ape sih?"

"Ardi ke mana ya?"

"Ke Jonggol!"

"Gue lempar pake bangku ya, Mo! Mau?"

"Kaga! Sakit soalnya!"

Sita jadi berpikiran untuk melempar Nimo pakai meja!

Akhirnya Sita bangkit dan duduk di sebelah Nimo agar dia bisa bebas memukul jika Nimo menjawab ngaco.

"Loe ga dikabarin Ardi? Dia ke mana ya? Loe jawab ke Jonggol lagi, mulut loe gue isi Bon Cabe level 30!" ancam Sita.

"Lah, dia kaga ngomong apa-apa. Gue pikir dia ngabarin loe. Eh salah, gue pikir loe yang nanya-nanya dia duluan trus dia jawab. Ga ngobrol emangnya?"

"Pesen gue ga dijawab," tukas Sita.

Nimo tertawa. "Cieh, yang dicuekin."

"Sodok pake pensil nih ya!"

"Elah, barbar! Gue juga dicuekin kok. Dari kemarin nanya dia ga dijawab. Bengeknya kumat apa? Kecapean dari Anyer?"

Sita menggeleng-gelengkan kepala. "Ardi kalau sakit, tiap gue tanya pasti bilang kok. 'Aku izin, Sit, asmaku kambuh.' ini ga ada kabar sama sekali, khawatir deh gue...."

"Tau rumahnya?" tanya Nimo.

"Tau."

"Samperin yuk, gue ada urusan juga sama dia. Ga enak kalau ga buru-buru dikelarin."

Sita mengernyit. "Urusan apaan? Loe makan ketoprak di kantin ngutang sama Ardi ya?"

"Et dah! Untung loe ingetin! Itu minggu lalu, dia kaga pernah nagih sih. Kan gue jadi lupa. Bayar sekalian deh... kemarin kan book kamar di Anyer gue bilang gue yang tanggung jawab. Lah ini gue mau bayar. Uang bulanan gue baru turun soalnya."

"Loe yang bayar?" Sita keheranan.

"Lah iya, kan gue yang bikin kacamatanya pecah."

"Gue yang nginjek keless... loe ah, pake bertanggung jawab gitu. Kan gue jadi kaga enak. Bayar paroan deh! Berapa totalnya? Bagi dua!" seru Sita.

"Ini bocahnya kaga jawab-jawab. Udah gue tanya dari kemaren harga kamarnya berapa, eh, dikacangin. Jadi gue telpon aja wismanya, nanya harga. Bayar ke gue 300 rebu kalau mau patungan."

My Favorite Person!Where stories live. Discover now