Part 8 | Requisite

150K 6K 39
                                    

Matahari mulai menampakkan wajahnya. Sinarnya yang lembut, menembus setiap celah yang ada. Seorang gadis terbangun dari alam mimpinya. Mengerjabkan mata indahnya berkali-kali, mengumpulkan nyawanya yang sempat berkelana saat ia tertidur. Tapi, dia merasa aneh dengan ruangan tempatnya berada sekarang, yang jelas ini bukan kamarnya.

Gadis itu terkejut saat merasakan sebuah lengan kokoh melingkar di perutnya.

Ia pun melirik seseorang di sampingnya, lalu menengadah—karena pria itu sangat tinggi, atau memang dia yang terlalu pendek? Entahlah, tapi seingatnya tingginya masih rata-rata.

Sekejab, dia terpesona dengan ketampanan makhluk di hadapannya. Bahkan, dia tidak percaya jika di dunia fana ini tercipta makhluk setampan dia. Gadis itu terpesona melihat wajah polos pria itu saat sedang tidur. Dia bahkan sampai melupakan kejadian semalam yang menurutnya tidak bisa dipikir menggunakan logika.

"Aku tahu aku tampan," ujar pria itu tiba-tiba, membuat Ayra berjengit kaget.

"Eh?"

Tiba-tiba pria itu mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil gadis itu.

"Ugh, sesak, Kak!" desis gadis itu sedikit kesulitan untuk bernapas.

"T-tunggu. Kenapa kita bisa tidur dalam satu kasur?" tanya Ayra mengenyampingkan Allard yang masih memeluknya. "T-tunggu, k-kita tidak mungkin melakukan itu, kan?!" tanyanya lagi dengan suara yang mulai meninggi tapi tak menutupi suaranya yang juga bergetar takut.

Dia pun langsung membuka selimut tebal yang membungkus tubuh mereka berdua. Lengkap. Bahkan, dia masih memakai seragam kerjanya semalam. Tunggu, bagaimana bisa mereka berakhir tidur di satu ranjang begini?

"Semalam kamu menangis sampai ketiduran. Kamu pasti lelah setelah bekerja seperti itu setiap hari," ujar Allard dengan suara yang teredam karena kini dia menurunkan tubuhnya dan memeluk perut Ayra.

"B-bagaimana Kakak tahu?" tanya Ayra mulai takut pada sosok kakak kelas yang kini sedang memeluk perutnya. Bagaimana tidak takut? Di saat keluarganya sendiri pun tidak tahu, tapi lelaki itu malah mengetahuinya.

"Aku tau semua hal tentangmu," jawab Allard masih bermalas-malasan.

Ayra mencoba untuk tidak memikirkan hal itu lagi. Dia mencoba untuk berpikir rasional. Allard kaya. Lelaki itu bisa menyewa seseorang untuk mengawasinya. Tentu, apa yang tidak mungkin dilakukan kakak kelas tampannya itu?

08.45 a.m

"Apa?!" seru Ayra dan spontan terduduk, membuat Allard terpaksa ikut terbangun.

Sedangkan, Ayra sedang meratapi jam dinding yang tidak ada tanda-tanda akan berhenti berdetik. Dirinya tidak dapat berkata-kata saat jam sudah menunjukkan angka 8 dan sedang menuju angka 9.

"Aku sudah mengurus semuanya, jadi kamu tidak perlu khawatir," ujar Allard, lalu duduk bersandar pada kepala kasur.

Ayra terdiam sejenak, memikirkan kejadian semalam yang menimpanya. "Eum, Kak?"

"Hm?" balas Allard yang hanya sebuah gumaman. Namun, mata elangnya tak pernah lepas dari setiap gerakan gadis itu.

"Yang semalam, Kakak bercanda, kan? A-aku akan melakukan apapun! Asalkan Kakak merahasiakan hal ini," ujar Ayra, menatap lelaki tampan di hadapannya. Bahkan, saat bangun tidur pun ketampanan seolah tak mau lepas dari wajah sang cassanova tersebut.

Allard menaikkan salah satu alisnya, sambil bersidekap dada. "Itu syaratku," balasnya singkat.

Gadis bersurai blonde kotor alami itu speechless, dia tidak dapat berkata-kata. "M-maksud Kakak?"

He's My Husband [ REPUBLISH ]Where stories live. Discover now