Part 6 | The Fact

139K 6.5K 48
                                    

Entah kenapa, malam ini berbeda dengan malam yang lainnya. Ayra merasa sesuatu akan terjadi. Tapi, yah karena sifatnya yang terlalu cuek dengan perasaannya sendiri, dia segera membuang jauh-jauh pemikiran itu. Yang terpenting sekarang adalah bekerja, bekerja, dan bekerja.

Seperti malam-malam biasanya, Ayra meracik kopi dengan telaten. Sungguh, dia sangat mencintai pekerjaannya. Karena dia sangat menyukai aroma kopi itu ketika diseduh, begitu harum dan menggugah hatinya.

Malam semakin larut, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Namun tidak seperti biasanya, malam ini cafe itu nampak sepi pengunjung. Ayra sempat bertanya-tanya, apakah mereka bosan dengan kopi racikannya?

"Ayra, aku akan keluar sebentar. Jika ada apa-apa, segera telfon aku," ujar Fred, salah satu pegawai di sana, yang dijawab acungan jempol oleh gadis itu.

Sebenernya malam ini mereka ada tiga orang, namun satu orang lagi ijin karena sedang sakit.

Lima menit kemudian, terdengar bunyi bel pertanda ada pelanggan yang masuk. Ayra pun segera mempersiapkan catatan kecil untuk mencatat pesanan pelanggan itu.

"Selamat datang..... Ada yang bisa saya bantu, Tu...an?" Seketika tatapan Ayra melebar melihat tubuh tinggi besar di hadapannya. Sorot mata lelaki itu nampak tak bersahabat. Tatapannya begitu dingin dan tajam.

"K-Kak Allard?" ujarnya dengan suara bergetar. Benar, kini di hadapannya sosok Allard berdiri menjulang, menghalangi cahaya dari lampu di tengah ruangan.

"Bisa kita bicara, Nona Zayra Zeyna?" tanya Allard dengan suara tajam dan tatapan dinginnya.

Sungguh, jika ingin terjun ke jurang, saat inilah waktu yang tepat bagi Ayra. Ingatkan dia siapa yang berdiri di hadapannya saat ini, Allard Chaiden Walter. Keluarga donatur utama di sekolahnya.

"K-Kak Allard, a-aku bisa jelaskan ini. Tolong jangan katakan pada Mr. Walter, kumohon," pinta Ayra dengan tangannya yang bergetar menangkup untuk memohon. Tak lupa, matanya pun mulai berkaca-kaca.

Allard sempat menatap bingung. Namun, kemudian dia paham kemana arah pembicaraan gadis di hadapannya ini, peraturan sekolah yang melarang muridnya untuk bekerja. Tapi, bukan itu yang membawanya kemari.

Tatapannya kembali dingin, "Ikut aku sekarang!"

"T-tapi, b-bagaimana cafenya? Tidak ada yang berjaga," cicit Ayra pelan, dengan tubuh kurusnya yang masih bergetar.

"Aku sudah meminta seseorang untuk menjaganya," balas Allard dingin, kemudian melangkah keluar.

Dengan kaki bergetar menahan takut, Ayra melangkah mengikuti lelaki tinggi di depannya. Sungguh, dia sangat ketakutan sekarang. Padahal dia sudah mencari tempat kerja yang jauh dari jangkauan murid-murid di sekolahnya. Tapi, bagaimana kakak kelasnya itu bisa sampai ke tempat itu?

Namun, dia tidak tahu apa yang membuat lelaki itu menghampirinya sampai ke tempat itu. Dia tidak tahu takdir apa yang telah Tuhan lukiskan untuknya.

Flashback.

Sepulang sekolah, Allard langsung menuju kantornya. Tidak, dia bukan seorang pengusaha. Dia hanya membantu perusahaan ayahnya. Dia juga hanya bekerja dibalik layar, yang nantinya akan menggantikan sosok sang ayah untuk memimpin perusahaan tersebut, Walter Corp. Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, membuatnya menjadi perusahaan yang memiliki banyak cabang di berbagai negara.

Namun, pekerjaan dibalik layarnya itulah yang membuat perusahaan ayahnya mampu berkembang pesat hingga ke seluruh penjuru dunia, dikarenakan taktiknya yang dapat menghancurkan lawannya. Dia tidak menggunakan kekerasan fisik, lelaki dingin itu hanya sedikit bermain dengan dunia bawah, atau biasa disebut dengan underground. Dia akan menghancurkan lawan yang berani bermain-main dengan perusahaan ayahnya, sampai orang itu merasa tidak memiliki harapan lagi, sampai orang itu merasa tidak pantas untuk hidup lagi, dan akhirnya mati dengan sendirinya. Membunuh tanpa harus mengotori tangannya, cukup gunakan otak jeniusnya, dan boom! Tikus-tikus itu akan mati seketika.

He's My Husband [ REPUBLISH ]Where stories live. Discover now