18- Something

3.5K 273 7
                                    

Pada siapa kutitipkan perasaan jika bukan padamu?
***

Maura menatap halaman rumahnya yang terlihat sepi. Tak ada kendaraan lain yang terparkir di sana kecuali motor matic Dinda. Papanya pasti belum pulang. Maura menghela napas lelah, setelah tadi berdebat dengan Azka karena ia meminta di turunkan di halte dan cowok itu malah memaksa mengantar sampai rumah dengan alasan ingin tahu rumah dari teman sekelasnya.

Namun, bukan Maura jika kalah dalam mendebat. Mulut cerewetnya sudah lihai dalam hal mengelak atau memberikan berbagai macam alasan hingga akhirnya Azka hanya bisa menerima keputusan final, bahkan Maura sempat mengusirnya agar pergi terlebih dahulu semakin membuat kebingungan Azka memuncak.

Setelah yakin bahwa teman-teman kakaknya itu sudah pulang, Maura mendorong pintu gerbang rumahnya dengan ragu. Tadi ia tak sempat menanyakan pada Dinda karena handphonenya mati.

Belum sempat tangannya menyentuh knop, pintu sudah terbuka dari dalam menampilkan Dinda yang menatapnya dengan ... ah bolehkah Maura anggap itu sebagai raut khawatir?

Dinda memperlihatkan handphone digenggamannya. "Gue ... tadi hubungin elo tapi gak aktif."

Sudah terlalu lelah, Maura hanya mengangguk lalu masuk ke dalam rumah. Namun, tanpa mereka sadari, tak jauh dari sana ada dua orang dari arah berlawanan tengah menatap mereka dengan tatapan tak percaya.

"Gue tadi beli nasi goreng kelebihan. Kalau mau makan aja." 

Maura menghentikan langkahnya menatap Dinda yang kini fokus mengetikkan sesuatu di handphonenya.

Cewek itu berbicara tanpa menatap Maura. Walaupun begitu, Maura tahu Dinda tak mungkin tanpa sengaja membeli nasi goreng kelebihan. Kakaknya yang begitu perhitungan itu tidak mungkin salah membeli. Bolehkah Maura berharap sang kakak mulai peduli padanya?

"Papa tadi pagi nanyain."

Nanyain? Tumben?

Belum sempat menanggapi Dinda kembali bersuara, "Lain kali coba sarapan di rumah, kasian mbak Nana udah masak banyak tapi gak ke makan!"

Ikut sarapan lalu nanti diabaikan?

Bingung harus menjawab apa, Maura hanya mengangguk kaku. Merasa aneh saja dengan sikap Dinda dan sang papa yang akhir-akhir ini bersikap berbeda. Seharusnya Maura bersyukur akan hal itu.

Tanpa berkata apapun lagi Dinda melenggang menuju ruang tengah sampai akhirnya terdengar suara televisi. Sedang Maura melanjutkan langkahnya menuju kamar dapur, apalagi kalau bukan untuk mengisi perutnya yang keroncongan.
***

Pagi ini Maura terlihat bersemangat karena semalam Nathan meneleponnya, meski pembicaraan mereka hanya sebatas membicarakan kejadian di sekolah. Tapi bukan hal itu yang membuatnya tampak lebih ceria, melainkan Nathan yang mengajaknya menemani membeli kado yang katanya untuk saudaranya. 

Maura memelankan langkahnya ketika matanya menangkap sosok yang membuat paginya lebih bersemangat. Namun, senyumnya lenyap mengetahui siapa yang berjalan di samping cowok itu. Tadinya Maura hendak menyapa Nathan, tapi Naina yang sudah menatap tajam serta Nathan yang bersikap tak acuh membuat Maura mengurungkan niatnya. Sesuai ucapannya dulu bahwa Nathan tidak ingin Naina tahu kedekatan mereka. 

Akhirnya Maura hanya melewati kedua orang itu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Namun getaran handphone membuat Maura merogoh saku seragamnya.

Kak Nath: Jangan lupa pulang sekolah nanti

Perlahan senyumanya kembali mengembang. Maura sudah tidak sabar menantikannya padahal bel masuk sekolah saja belum berbunyi.

"Pagi-pagi udah senyum-senyum aja, kayak orang gila."

(Not) With You (Revisi)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt