9- Sulit dimengerti

4.2K 339 6
                                    

Mungkin cinta pernah membuatmu sakit. Namun, cinta pula yang akan membuatmu menjadi kuat.
***

Pagi-pagi sekali Maura sudah berdiri di koridor utama sekolah. Ia menyandarkan punggungnya memperhatikan beberapa siswa yang datang. Apalagi yang dia lakukan selain menunggu Nathan. Kali ini ia berharap cowok itu datang sendirian karena jika Nathan datang bersama Naina, dipastikan usahanya yang datang disaat gerbang sekolah belum dibuka akan sia-sia seperti beberapa waktu terakhir.

Melihat kemunculan Nathan, sontak Maura menegakan badan. Cowok itu tak datang sendiri, tapi tak melunturkan senyuman dibibir Maura karena pujaan hatinya datang bersama Gavin bukan Naina. Maura benar-benar bahagia bukan main. Ia menunggu Nathan yang berjalan ke arahnya. Entah apa yang sedang kedua cowok itu bicarakan, mereka terlihat asik sehingga tidak menyadari keberadaan Maura yang sudah berdiri tak jauh dari mereka.

"Pagi, Kak Nathan!" sapa Maura dengan semangat penuh, tak sadar membuat beberapa siswa memandang tak aneh ke arahnya. Cukup tahu saja mengenai Maura yang hobinya teriak-teriak tanpa tahu tempat.

Nathan yang sejak tadi asik berbincang sontak menghentikan langkahnya, mendengar suara tak asing yang setiap hari memenuhi gendang telinganya. Maura berdiri tepat di hadapannya. Nathan berdecak namun urung berdiam diri, ia melanjutkan jalannya yang masih tersisa lebar di samping cewek itu, bahkan Nathan tak membalas sapaannya. Merasa usahanya gagal lagi Maura mengembuskan napasnya berat dan menundukan wajah, meratapi nasibnya yang terlalu malang itu. Namun, beberapa detik kemudian Maura mendongakkan wajah merasakan sebuah tangan mengusap kepalanya.

"Pagi juga, Maura!"

Bukannya bahagia, Maura malah mengerucutkan bibirnya mendapati Gavin tengah mengerlingkan matanya. Lagi-lagi cowok di hadapannya menggodanya. Dengan kesal Maura memukul tangan Gavin yang masih menempel di kepalanya, membuat cowok itu kesakitan.

"Sh, galak banget sih Mou. Sakit tau gak?" Gavin meringis sambil mengusap lengannya yang memerah.

"Egp!" jutek Maura.

"Pantesan, si Azka badannya suka merah-merah tiap pulang sekolah. Dia bilang dianiaya sama kamu. Ternyata bener ya, kamu tuh emang kecil-kecil tenaganya kayak kingkong."

"Apa? Kak Gavin bilang apa tadi? Aku kok gak denger ya?" Cewek itu mendekatkan telinganya, berpura-pura tak mendengar.

"Cih, pura-pura tuli. Nanti tuli beneran loh ya?" Gavin menyentil telinganya hingga terdengar ringisan.

"Apaan sih? Aku gak ngerti Kak Gavin ngomong apa."

Maura memang spesies menyebalkan. Gavin menarik napas dalam, berusaha untuk tak menyentil dahi Maura lagi. "Pake pura-pura polos segala lagi."

"Aku emang polos kok." Maura mengedip-ngedipkan matanya dengan tampang dibuat-buat seperti anak kecil.

"Idih, apaan sih. Sana jauh-jauh, geli liatnya juga kayak anak cacingan." Bukannya marah di sebut seperti itu Maura malah tertawa karena berhasil mengerjai kakak kelasnya.

"Idih, lagian siapa juga yang mau deket-deket kak Gavin? Geer banget, lagian aku niatnya mau ke kak Nathan. Wlee." Maura menjulurkan lidahnya, sedangkan Gavin malah cemberut karena dikalahkan oleh cewek kurus kering yang katanya mungil imut-imut itu. Hampir saja tangannya menyentuh wajah tirus Maura untuk mencubitnya, dengan mudah Maura berkelit dan berlari menjauh setelah sebelumnya menampakan wajah menyebalkannya pada Gavin.

Cowok itu berdecak meski tak urung ia tersenyum juga melihat kelakuan Maura yang benar-benar ke kanak-kanakkan. Gavin hendak melanjutkan langkahnya, tapi keberadaan seseorang yang berdiri beberapa meter darinya membuat ia bergeming. Orang itu perlahan mendekat hingga kini mereka berdiri saling berhadapan.

(Not) With You (Revisi)Where stories live. Discover now