15- Hujan dan Harapan

3.9K 293 10
                                    

Melihat hujan, seperti banyaknya harapan yang kembali tumbuh.
***

Nathan memainkan pulpen di tangannya, sesekali mengernyitkan dahinya. Ada banyak hal yang harus ia lakukan untuk Naina. Ia tak bisa terus melihat kesedihan di mata sahabatnya. Nathan yakin semua tidak semudah yang dibayangkan meski sudah meminta Maura untuk tak menanggapi keberadaan Wisnu. Bisa saja Maura mengabaikan perkataanya.

"Nath!"

Merasa terpanggil cowok itu memutar badannya. "Apaan?"

Menggaruk lehernya, Gavin mentapnya ragu seperti hendak mengatakan sesuatu, "Maura bilang lo larang dia buat tanggepin Wisnu. Bener?"

"Kenapa emang?" Nathan bertanya balik bahkan ia tak menyangkal seperti biasanya.

"Gue cuma gak mau dia berharap lebih."

Nathan terdiam, tak pernah bermaksud memberikan harapan. Ia hanya berusaha membantu Naina tanpa memikirkan bagaimana perasaan adik kelasnya nantinya. "Gue gak pernah ngasih dia harepan."

"Lalu apa alesan lo larang-larang dia?"

"Gak ada maksud apa-apa, Vin. Gue cuma kasian aja sama dia kalau jadi korbannya Wisnu. Gue juga mau nyoba berteman sama dia, boleh?"

Gavin mungkin tak seharusnya mencurigai Nathan. Ia cukup mengenal baik bagaimana sahabatnya, jadi tak perlu mengkhawatirkan hal yang belum tentu akan terjadi.

"Selama elo gak nyakitin dia, kenapa enggak?"

Dan kalimat tersebut membuat Nathan tersenyum lebar.

***

Maura tidak pernah seberharap ini sebelumnya. Dulu ia hanyalah gadis kecil yang tak pernah berani mengharapkan apa pun. Ketika memasuki taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama Maura tidak pernah merasa memiliki teman yang benar-benar teman. Mereka hanya datang di saat butuh lalu menghilang begitu saja. Maka dari itu, Maura lebih suka mencuri waktu sendiri, entah pergi ke perpustakaan ataupun ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi siswa. Baginya itu lebih baik daripada berada dalam keramaian, tapi hatinya tetap merasakan sepi.

Percayalah hal yang begitu menyiksa adalah saat ia merasakan hidup tetapi jiwanya seolah mati. Hidupnya terasa kosong. Maura yang saat itu baru beranjak remaja harus melakukan sesuatu sendiri. Hatinya selalu bertanya-tanya kenapa sang papa tak pernah menyapa atau menanyakan kabarnya sepulang dari luar kota seperti yang sering dilakukan pada kakaknya. Maura selalu merasa iri, ia juga ingin dibelikan boneka beruang yang sama seperti Dinda, serta merasakan bagaimana pelukan hangat sang papa setiap pulang dari kantornya. Tapi Maura tak pernah mendapatkan itu semua. Papanya selalu tak acuh, bahkan di saat ia sakit sekalipun.

Setelah semua kejadian yang ia alami. Masih pantaskah ia berharap? Lalu apa posisi Maura sebenarnya di rumah itu? Terdengar dramatis sekali Maura yang berpikir bahwa dirinya hanyalah anak tiri atau anak adopsi seperti di film-film.

Namun, semenjak menginjakkan kaki di Angkasa, perlahan harapan-harapan itu kembali muncul. Maura mulai bisa menaruh kepercayaan pada orang-orang di sekitarnya. Ia memiliki sahabat dan teman-teman yang begitu peduli tanpa ia minta. Apalagi sekarang ada Nathan. Cowok yang dikaguminya selama satu tahun terakhir.

Setelah kemarin Nathan melarangnya berdekatan dengan Wisnu. Mau tak mau harapan itu tumbuh dengan sendirinya. Maura kira Nathan mulai menyukainya karena jika dipikir-pikir tak ada alasan lain lagi yang lebih logis dari itu.

Hari ini Maura sengaja tidak bergabung dengan kedua sahabatnya makan siang di kantin, ia sudah memiliki janji bersama Gavin. Apalagi selain membicarakan mengenai Nathan.

(Not) With You (Revisi)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ