Georgia

1K 86 6
                                    

Luke

Aku menatap lengang ke penjuru cafe. Georgia memandangku tajam. Aku tak sanggup melihatnya.

"Rasanya pasti sakit sekali, Luke." Georgia masih menatapku dengan tatapan intimidasi.

"Kau tahu semuanya?" aku mengernyitkan dahi.

"Dia menceritakannya kepadaku."

"Tapi ia tidak membalas--"

Omonganku dipotong oleh Georgia. "Dia sendiri yang bercerita. Lewat sms dan sosial media. Dia tidak membalas pesan-pesanmu? mungkin dia sengaja."

"Maksudmu?"

Georgia menelan ludah lalu menatapku prihatin. "Dia ingin melupakanmu, Luke. Menghilangkan rasa cinta di hati. Berusaha hidup tanpamu."

Berusaha hidup tanpaku?

Aku menggelengkan kepala. "Kenapa?"

"Kenapa?" Georgia mengulang pertanyaanku. "Kenapa kau berlaku seperti itu?" ia malah balik bertanya.

"Aku tahu aku bodoh." Aku menarik nafas. "Aku tahu aku salah."

"Sekarang kau mau bilang apa? bilang kalau kau mencintainya?"

"Ya" aku menatapnya lekat-lekat. bola matanya yang biru membelalak dan sedikitpun senyum tidak tersungging di wajahnya.

"Lalu kenapa?" ia tampak bingung. aku bisa melihat bahwa dia tampak sedih.

"Terkadang kau menyadari sesuatu sangat terlambat, Georgia." aku menundukkan kepalaku. "Terlalu egois untuk menyadari itu sebelumnya"

Georgia memandang ke kaca. Air mukanya berubah menjadi serius. "Lalu siapa Elle?"

Ternyata Heather menceritakan tentang Elle juga.

"Aku dulu pernah bersamanya." aku kali ini memandang Georgia tepat di matanya.

"Berapa bulan?"

"Tiga tahun."

Air mukanya kembali berubah. "Itu waktu yang cukup lama."

"Aku tahu. Tidak butuh waktu cepat pula untuk melupakannya."

"Dia masih mencintaimu?"

"Tidak tahu. Tapi yang penting sekarang aku sudah tidak peduli."

Georgia kali ini tersenyum. Senyum pertama yang kulihat pagi ini dari Georgia. "Kau tahu, Luke? Heather tidak mudah jatuh cinta."

Aku mengaduk-aduk kopi-ku yang sedari tadi belum kuminum. Aku tak tahu harus menjawab apa.

Georgia kali ini tersenyum lagi. "Dia tidak sama seperti orang lain. Dia berbeda. Dia tidak peduli apa kata orang tentangnya. Aku baru mengenalnya beberapa bulan dan--dia sangat, aku tak tahu harus menyebutnya apa."

"Spesial." aku menambahi. Aku bahkan baru mengenalnya kurang lebih sebulan.

"Lalu.. Apa kabar Heather?" aku memberikan senyum kepada Georgia.

Kali ini wajahnya terlihat prihatin. "Aku juga tidak tahu pasti."

"Tapi kan.. Dia membalas pesan-pesanmu?" aku tampak bingung

"Terakhir dibalas lima hari yang lalu."

"Kemana dia?" aku mulai berfikir macam-macam.

"Aku juga tidak tahu, Luke." Georgia mengelus tanganku pelan. "Tapi semoga semuanya baik-baik saja." ia lalu bangkit dari kursi.

"Kau mau pulang? mau kuantar?"

Ia tersenyum lagi. "Tidak usah. Aku mau langsung ke kampus."

"Terima kasih ya sudah mau mengobrol denganku." aku melambaikan tangan kearahnya.

Aku meneguk habis kopi-ku. Sehabis membayar, aku keluar kafe lalu berjalan kaki ke halte bus. Berangkat ke kampus juga seperti Georgia. Udara kota London sangat sejuk hari ini. Tapi agak dingin, mungkin karena matahariku sedang tidak disini.

Aku duduk di kursi halte dan menunggu bus selanjutnya. Sambil menunggu, enaknya membaca koran. Aku mengambil koran di sebelahku lalu membaca headline news.

Virus mematikan menyebar di Kota Kandroila. Dua orang dinyatakan meninggal dunia.

----------

well bagi yang gak mudeng (?) lol, kota kandroila itu tempat tinggalnya Heather. btw Golden Sun dikit lagi abis nih HAAAAA

-ann

Golden SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang