Chapter 13

5K 493 14
                                    

Lacey P.O.V

Aku tidak mendengarkan apa yang Niall katakan sampai pada akhirnya aku mendengar dia menyuruhku untuk naik ke atas panggung. I take a deep breathe and start walking onto the stage with my heart pounding in my head.

Niall hugs me and wishes me luck. I smile, just as the music starts to play and then i just sing like no one is watching. I have the biggest grin on my face when i hear the crowd singing along.

Ketika aku selesai menyanyikan lagu Half A Heart, lagu berikutnya The Only Reason mulai menggema di seluruh penjuru arena. Aku mulai menyanyikannya dengan sangat lancar, rasanya sangat menyenangkan melihat semua penonton ikut bernyanyi bersamaku.

Aku tersenyum kepada para penonton saat ku akhiri lagu The Only Reason.

This is the song i put all my passion and emotion into.

Aku sempat tersenyum kepada Luke tadi di sela-sela menyanyikan lagu Half A Heart dan The Only Reason, entahlah aku sangat merindukannya belakangan ini.

Aku merindukan pelukannya, ciumannya, kekonyolannya, perhatiannya. Dan tadi disaat Luke melemparkan senyuman manis yang bisa membuat wanita manapun luluh kepadaku, rasanya seperti ada listrik yang menjalar di seluruh tubuhku. Aku juga selalu tersenyum ketika membayangkan hal hal manis yang Luke buat ketika kami masih berpacaran dulu.

Yatuhan, kenapa rasanya sangat sulit untuk melupakan Luke? batinku dalam hati.

Then, i thank the crowd and head off stage while people start to set up for One Direction.

"Kau berhasil Lacey!"

"Suaramu begitu merdu tadi."

"Hai Lacey, ternyata kau punya bakat menyanyi!"

"You did it!"

Aku disambut dengan beberapa ucapan selamat dari para crew saat aku kembali ke backstage.

***

"Ini pertama kalinya Lacey menyanyi di depan orang banyak dan aku rasa kalian semua sangat beruntung melihatnya bernyanyi live untuk yang pertama kalinya," ucap Austin setelah kami berdua selesai berduet seraya memelukku dengan erat. Aku hanya bisa tersenyum sambil sesekali melirik ke arah Luke.

Luke lagi, Luke lagi, Luke lagi.

Entah kenapa yang ada di pikiranku sekarang hanyalah Luke. Mungkin ini yang namanya cinta sejati.

Cinta yang tak akan pernah bisa terhapuskan oleh waktu dan oleh hal apapun. Cinta yang akan selalu terkenang meski orang yang kau cintai tidak berada dalam genggamanmu.

Mungkinkah Luke adalah cinta sejatiku?

Kami berdua berjalan kembali ke belakang panggung dengan tangan Austin yang masih menempel di pinggangku, "Austin, bisakah kita bicara sebentar?"

"Tentu saja sayang, ada apa?" Austin tersenyum kemudian melepaskan tangannya yang sedari tadi berada di pinggangku.

Aku menariknya ke dalam sebuah ruangan wardrobe yang sepi lalu akupun mulai berbicara. "I think, this whole relationship thing isn't working out for me," kataku to the point.

"Oh Lace, it's only been two days," dia tertawa pelan seakan akan aku tidak berbicara serius.

"Austin, lihat aku. Ini tidak lucu sama sekali, aku serius. We were better as a friends," aku menyilangkan kedua tanganku di dada lalu menatap tepat dibalik mata hazel milik Austin.

"Kenapa kau berpikiran kita lebik baik berteman saja? Kau bosan denganku? Atau oh aku tahu, kau jatuh cinta lagi dengan Luke kan? Lelaki brengsek yang telah meninggalkanmu pergi?"

"Lelaki brengsek kau bilang? Jika Luke brengsek, apa bedanya denganmu?"

"Jelas beda. Aku bahkan tidak meninggalkanmu pergi."

"Kau memang tidak meninggalkanku pergi, tapi kau bermain api di belakangku."

"Bermain api? Maksudmu apa?" Austin tertawa terpaksa ketika mendengar ucapan sarkasme yang keluar dari mulutku.

"AKU MELIHATMU BERCIUMAN DAN BERPELUKAN DENGAN CAMILA! KENAPA KAU MEMBOHONGIKU?!" aku bisa merasakan satu persatu air mataku mulai berjatuhan dan semua emosiku aku keluarkan saat ini juga. Aku tidak memperdulikannya karena hatiku terlalu sakit melihat bahwa pada kenyataannya Austin lelaki yang aku cintai membohongiku.

"Lacey, listen to me. There was no another girl. You're just too insecure," Austin memegang kedua bahuku tapi kemudian aku menepisnya dengan kasar.

"THERE WAS! STOP LYING TO ME! AKU TIDAK BODOH AUSTIN, AKU TIDAK BODOH! AKU MELIHAT DENGAN MATA KEPALAKU SENDIRI, KALIAN SEDANG BERDUAAN! APA KAU MASIH INGIN MENGELAK?!" saat itulah badanku menegang dan pipiku terasa sangat perih.

Ya, Austin menamparku.

Austin menamparku.

Austin menamparku.

Austin menamparku.

Dia menatapku dengan penuh kekesalan, aku hanya bisa menunduk dengan air mata yang tak henti hentinya membasahi pipiku. Beberapa detik kemudian Luke dan Ashton sudah berada di sampingku.

"Dude! Apa kau sudah gila?!" teriak Luke kepada Austin. Mereka berdua mulai bertengkar sementara Ashton memeluk badanku dan aku hanya bisa berdiri disana tanpa bisa berbicara satu patah kata pun.

Tanpa berpikir panjang aku langsung keluar dari ruangan itu dan berlari tak tentu arah.

The tears are streaming down my face and i can't stop them. Aku berlari dan terus berlari hingga akhirnya aku sampai di hotel yang 5SOS tempati.

I oddly end up at the lads hotel even though they're still at the venue, i think. I look like a wreck but i still knock the room door.

Beberapa menit kemudian Michael membukakan pintu kamarnya lalu aku jatuh kedalam pelukannya. Aku memeluk Michael dengan sangat erat dan menangis di pelukannya.

"Lacey? Ada apa? Ayo masuk," Michael membawaku ke dalam dan duduk di sofa dimana Calum sedang duduk disana juga.

"Dimana Jackie?" tanyaku sesegukan kepada Calum dan Michael.

"Dia tertidur di tempat tidur Luke. Lacey, apa yang terjadi? Kenapa kau menangis? Dan kenapa pipimu terlihat merah?" tanya Calum. Aku hanya bisa menggeleng pelan, aku tidak mau menceritakan apapun sekarang. Aku kemudian menangis di bahu Michael dan beberapa menit kemudian ponsel Calum berdering.

"Ya Luke ada apa?"

"........"

"Oh tenanglah, dia ada disini."

"........"

"Okay see you."

Calum menutup teleponnya kemudian menoleh ke arahku, "Kau ingin minum?"

"Just some water please," i smile a little at them to show them that i'm calming down. Calum langsung berjalan ke dapur kemudian membawakanku sebotol air mineral.

"Mikey, lihat air mata dan eyelinerku membasahi seluruh bajumu," aku tertawa pelan ketika melihat baju Michael yang kotor. I always get into a laughing mood after crying. I guess it helps to block things out.

"Jangan khawatirkan ini," Michael menyunggingkan senyumannya ketika pintu kamar terbuka lalu disana sudah ada Luke berdiri dengan muka yang sedikit lebam dan Ashton yang sedang terengah-engah.

Saat mataku dan mata Luke bertemu.

I swear, the world froze.

***

HAI HAI HAI!

Aku balik lagi nih hehe maaf aku baru bisa ngelanjutin ff ini. Maaf juga kalo chapter disini pendek, otakku stuck banget:(

Ohiya aku juga mau kasih selamat buat semua anak kelas 9 yang udah lulus! YAY! Bentar lagi jadi anak SMA!!🙋

Love and kisses,
Ifa💕

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang