Chapter 22

4.1K 401 53
                                    

Lacey P.O.V

1 week later
10:00 AM

Luke masih terbaring koma di rumah sakit. Detak jantungnya stabil namun badannya terlihat kurus dan pipinya yang dulu sedikit chubby terlihat ikut menirus.

Tak ada yang bisa kami lakukan selain berdoa untuk kesembuhannya. Dokter bilang kanker yang di derita Luke sudah memasuki stadium 4 dan penyakitnya pun sudah menjalar ke dalam organ penting di dalam kepala dan dalam tubuhnya. Itu berarti kesempatan Luke untuk sembuh sangatlah tipis, dan yang kami butuhkan sekarang hanyalah sebuah keajaiban. Keajaiban yang bisa menyadarkan Luke dari tidur panjangnya.

I looked at his sleeping body. Watching his chest slowly rise and fall with each breath. I was so scared, i didn't want to lose him. I grabbed his hand and lightly squeezed it, i could feel the slow pulse.

"Lacey, kau tidak pulang?" tanya Michael tiba tiba sudah berada di sampingku.

"Tidak, aku ingin menemaninya disini."

"Bagaimana dengan Jackie?"

"Aku menitipkannya dirumah Gemma, aku rasa udara rumah sakit sangat tidak baik bagi anak balita."

"Ah ya benar juga," dia terkekeh pelan kemudian berjalan ke sisi kanan tempat tidur Luke.

"Lace, beberapa minggu terakhir Aleisha selalu datang ke flat kami dan dia ingin Luke untuk kembali lagi kepadanya."

Aku terkesiap kaget mendengar pernyataan Michael barusan, "Lalu?"

"Luke menolaknya. Dia bilang pada kami semua bahwa yang dia inginkan hanya kau, tidak ada yang lain. Dia juga bilang bahwa masa lalu tidak seharusnya kembali dan memang tak sepantasnya kembali. Bahkan awalnya dia sudah berencana untuk melamarmu."

"Melamarku?"

"Iya dia berencana untuk melamarmu, namun tiba tiba Aleisha datang dan merusak semuanya. Lalu kau dan Jackie memutuskan untuk pergi. Dari situ Luke menjadi lebih tertutup dan pendiam. Aku tidak pernah tega melihatnya seperti itu," jelas Michael diiringi air mataku yang kembali mengalir dengan derasnya.

I can't believe that he was going to propose. Like, how can i be so stupid? Oh god.

"Luke, sadarlah. Kau harus sembuh. Maafkan aku," i sob as i hear one quick beep on the monitor, then another.

Luke's heart rate began to steady. I didn't give it any thought. I didn't want to get my hopes up, but then i felt a slight amount of pressure on my hand. I looked at him and tears came out of my eyes as i heard his cough.

"Lu--Luke?" aku dan Michael saling bertatap muka lalu aku menyuruhnya untuk memanggil dokter.

"Mhm," gumamnya merespon. I couldn't believe it. I had been waiting for this moment since he went into the coma.

Luke membuka matanya secara perlahan, "La--Lacey? Is--is that you?"

"Ya ini aku sayang," ucapku tersedu-sedu seraya mengusap kepalanya pelan.

"A--akhirnya tuhan mengabulkan permohonanku," he said in a hoarse voice.

"Memangnya kau meminta apa?" tanyaku sambil tersenyum getir.

"Aku ingin agar aku bisa bertemu denganmu dan Jackie untuk yang terakhir kali," Luke tersenyum simpul memperlihatkan kedua dimples di pipinya.

God, i miss those dimples.

"Sshhh ini bukan yang terakhir kali. Kita akan melewati ini bersama-sama, okay?"

"Tidak Lacey. Aku rasa waktuku disini tinggal sebentar lagi. Kau tau sekarang aku lelaki yang lemah, bahkan untuk menghirup nafas pun aku memerlukan oksigen."

Meant To BeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt