Chapter 23

4.4K 396 140
                                    

Playlist on this chapter:
1. All I Want – Kodaline
2. All I Ask – Adele
3. Hold You – Nina Nesbitt ft. Kodaline
4. Moments – One Direction

***
Lacey P.O.V

"Lacey?"

"Mhmm, ada apa?" jawabku tersenyum seraya memalingkan wajah ke arah Luke.

"Jika nanti aku benar-benar pergi meninggalkanmu dan Jackie, apa yang akan kau lakukan?"

Aku mendesah pelan kemudian menggelengkan kepala, "Ssshh kau tidak akan pergi Luke, tidak akan pernah."

"Ayolah Lace, inikan hanya sebuah perumpamaan."

"Dengar Luke," jedaku sebelum kembali berbicara, "Meskipun ini hanya sebuah perumpamaan, aku tetap tidak suka membicarakannya."

Kali ini aku bisa mendengar Luke membuang nafas perlahan kemudian kepalanya bersandar di bahuku, "Baiklah, kalau begitu kau mau berjanji satu hal padaku?"

Aku mengangguk sembari menatap Luke dengan nanar. Wajahnya terlihat pucat, rambutnya mulai rontok karena proses kemoterapi serta perawakannya yang dulu tegap kini lenyap dan berubah kurus kering seiring dengan perang melawan kanker yang di deritanya.

"Jika aku pergi nanti, tolong jaga Jackie baik-baik ya?"

"Tapi kau ti—"

Ucapanku terhenti ketika Luke kembali berbicara, "Tidak ada tap-tapian, Lace. Aku hanya ingin kau merawat dan mengurusnya, aku janji aku akan terus menjaga kalian berdua dari atas sana."

"Luke, aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi. Kita akan mengurus dan membesarkan Jackie bersama sama. Kau bisa melewati ini semua. Kita akan melewati ini bersama sama. Ada aku, keluargamu, the boys dan Jackie disini. Jadi kau tidak usah khawatir," sergahku diiringi jatuhnya air mata yang mulai membanjiri pipiku.

"Ini sudah saatnya Lacey, aku sudah tidak kuat lagi."

"Kau pasti akan sembuh Luke. Kau harus kuat," jelasku sambil mengusap lembut punggung Luke.

Selama beberapa detik keheningan menyelimuti kami berdua, sampai pada akhirnya Luke berkata, "Lacey peganglah tanganku."

Aku mengerutkan dahi namun tiba tiba Luke langsung menautkan jarinya di jariku dan aku bisa merasakan tangannya terasa sangat dingin di bawah permukaan kulitku.

"Lace, promise me you'll be fine. Please don't hold back and don't keep holding onto me when i leave. I love you so much," ucap Luke parau kemudian dia membenarkan posisi duduknya.

Dengan air mata yang masih terus mengalir, aku melirik ke arah Luke. Matanya tertutup rapat namun bibirnya masih mengulum senyum yang manis.

"Luke, i know you'll be fine."

Aku memejamkan kedua mataku kemudian menghirup udara sedalam dalamnya. Udara kota London hari ini sangat sejuk. Aku bisa mendengar suara anak kecil tertawa, burung burung yang berkicau serta angin yang menerpa badanku dan badan Luke dengan tenangnya.

Pikiranku masih terus berputar pada pertanyaan dan janji yang beberapa menit lalu di lontarkan oleh Luke. Entah kenapa, aku rasa di setiap kata yang ia ucapkan disana terselip makna dan maksud yang hingga saat ini belum bisa aku pecahkan.

Yatuhan aku harap ini bukan pertanda buruk, batinku dalam hati.

"Luke, apa kau tidak kedinginan?" tanyaku pelan ketika Luke tak lagi berbicara.

"Luke?" panggilku sekali lagi memastikan bahwa dia mendengarkanku.

Namun sepersekian detik kemudian aku bisa merasakan genggaman tangan Luke semakin melonggar dan hembusan nafasnya tidak terdengar lagi di telingaku.

Meant To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang