Dia menakjubkan... Puji Naruto dalam hati.

"Namikaze-san."

Panggilan Hinata membuatnya tersadar dari lamunan memujanya pada Hinata. Ditatapnya Hinata yang masih menatapnya tajam, namun masih tersirat kedewasaan yang menguar di sana. Diliriknya ayahnya yang memilih untuk menonton saja.

Bak telepati, kedua rambut kuning itu mengangguk pelan hampir bersamaan. Naruto beralih kembali menatap Hinata.

Naruto menghela nafas singkat, "Baiklah, Hime-sama ... Sebelum itu, sebaiknya kau ikut denganku. Biar aku saja yang menjelaskan semuanya." Ujarnya, Merentangkan sebelah tangannya, menunjuk sebuah taman dari balik jendela.

Hinata menatap taman itu. Lantas kembali menatap sapphire yang masih senantiasa menatapnya dengan lembut. Pandangannya tidak berubah... Batinnya.

"Baiklah," jawabnya, setelah mengangguk singkat. Berjalan mendahului Naruto.

Keluarganya menatap mereka dengan takjub. Mereka membicarakan dengan kepala dingin. Intens. Hanya melibatkan anggota yang bersangkutan. Dan mereka tidak adu mulut.

"Wow..." Komentar Kushina, dirinya takjub? Tentu saja. Apalagi melihat perubahan Hinata yang... Ah, tak perlu lagi dijelaskan.

"Padahal dulu kau tidak seperti itu. Aku yang didekati perempuan saja, langsung kena tonjok.." komentar Minato lirih.

Dan tak merasakan lirikan maut dari sang istri.

"Kau mau bilang aku ini anarkis, Minato?!" Seru Kushina.

Minato gelagapan, "A-ah! Te-tentu saja iy-ah, tidak. T-tidak, Kushi-chan. Aku tidak bermaksud seperti itu. J-jangan salah paham!" Serentetan kata yang melambangkan pembelaan diri minato layangkan. Sembari tangannya bergerak menyilang.

Abaikan Mina-Kushi. Kita lihat Naruto dan Hinata yang berjalan ke taman.

Naruto menatap punggung mungil Hinata dari belakang. Tatapan memuja itu belum juga hilang. Malah semakin bertambah kala diriny mengingat semua perubahan sikap Hinata. Hinata yang dewasa, Hinata yang tambah cantik, Hinata yang tambah manis, Hinata yang semakin...err, sexy.

Sampai pemilik punggung itu berhenti, Naruto ikut berhenti. Dirinya sedikit tak merasa kalau mereka sudah di taman. Dengan Hinata yang masih memunggunginya. Dan Naruto yang memikirkan apa yang akan dikatakannya.

"Naruto-kun..."

Lirihan Hinata membuat atensi Naruto tertuju penuh ke punggung Hinata.

Menghela nafas sejenak, "Aku tahu. Kau pasti marah padaku, bukan? Aku yang menghilang begitu lama. Membiarkanmu sendiri di saat kau justru menantiku. Aku tau, Hinata. Tapi aku bisa apa, di saat keadaanku yang mengalami amnesia saat itu. Di saat aku tak ingat apapun, bahkan dirimu hanya bayangan tak berwujud di anganku. Di saat aku terus pingsan saat berusaha mengingat secuil saja memoriku. Maafkan aku, aku tau, aku salah. Tapi kau perlu tahu, Hinata. Aku selalu berusaha mengingatmu. Selalu memanggil sebutan ore no hime pada saat aku berusaha mengingat..." Ucapan Naruto terhenti. Karena dirinya memang sangat tidak ingin mengingat kala dia tak mengenal Hinata sama sekali.

Cukup.

Dia tak ingin mengulanginya lagi. Aku tidak akan melupakanmu lagi, hime. Tidak, sekarang ataupun ke depannya. Batinnya bertekad.

Hinata diam. Masih memunggungi sang pemuda, masih diam membisu. Lebih memilih mendengarkan semua yang ingin dikatakan Naruto padanya.

"Hinata, setidaknya katakan padaku..."

Diam. Naruto menjeda ucapannya. Memilih untuk mendiamkan sejenak Hinata.

"... Katakan padaku. Apakah rasamu padaku masih seperti dulu?"

Complicated Love AGAIN ✓Where stories live. Discover now