Chapter 19

1.9K 101 4
                                    

Suasana kantor menjadi sepi, setelah Aini cuti melahirkan. Adiba seperti kehilangan sahabatnya, yang kini sibuk menjadi ibu baru. Saat dia mengunjungi rumahnya. Wajah Aini dan suaminya tampak sumringah. Mereka tak henti menceritakan soal Kaisar, bayi lelaki mereka yang makin hari kian montok. Pertumbuhannya begitu pesat, wajahnya bulat, dengan mata bening, senyumnya lucu dengan aroma wangi bedak bayinya. Sering membuat kangen Adiba.

"Ai.....boleh nggak Kai kuajak menginap dirumah, semalam aja." Katanya lewat saluran telepon, saat Aini mengirimkan foto Kaisar, yang sedang dimandikan.

"Jangan dulu non, dia masih bayi....lagipula masih netek, repot nanti...." Tawa Aini berderai diseberang, dan kemudian menyudahi pembicaraannya saat suaminya memanggilnya karena si dedek rewel.

Tiba-tiba rasa iri menyergap hati Adiba. Kapan Tuhan mengirimkan pangeran untuknya? Kehidupannya dirasa monoton, setelah Atthaya memutuskan kembali ke Belanda. Hubungan mereka masih sangat baik. Meskipun hubungan mereka sebatas sahabat. Atthaya sangat menghargai keputusannya. Lelaki itu mengerti, sangat realistic Adiba menolak cintanya. Mereka sudah dewasa, tentunya ingin hubungan mereka berlanjut ke perkawinan. Dengan kondisinya seperti ini, dia takut tak bakalan bisa membahagiakan Adiba kelak. Lebih baik mereka menjalani hubungan seperti sekarang, tak ada yang dikecewakan.

"Adiba., meskipun kelak engkau menjadi milik orang lain. Aku akan tetap berjalan disisimu, meskipun dipisahkan oleh jalan yang berbeda." Atthaya mengucapkan dengan sungguh-sungguh saat Adiba mengantarkannya ke Bandara.

Adiba tersenyum tipis. "Jangan bodoh.....siapa tahu kamu sembuh, lalu kamu bertemu dengan gadis cantik dan kemudian jatuh cinta padanya." Candanya, matanya mengerling kearah Atthaya.

Dan kemudian mereka berpisah.

"Adiba! Laporan keuangannya mana?" tiba-tiba big boss berdiri mengagetkannya. Lamunan Adiba buyar.

"Sudah saya taruh dimeja bapak tadi...." Dia ingat betul, laporan keuangan yang dititipkan Pak Irwan sudah diletakkan diatas meja big boss.

"Tolong carikan, saya tidak menemukannya....." jawabnya. Kemudian berbalik kembali menuju ruangannya.

Dengan segera Adiba menemukan laporan keuangan itu di meja big boss. Dia heran sekali, padahal laporan keuangan ada dimejanya, dan tak tertutup apapun. Kenapa big boss masih mencarinya?

"Adiba.....setelah makan siang, ruanganmu pindah ke ruangan bapak. Biar bapak enak, nggak bolak-balik mencarimu bila ada hal penting yang ingin dibicarakan." Adiba menelengkan kepalanya, mencerna maksud big boss. Semakin mencurigakan. Padahal dulu-dulunya enggak. Pak Pramudiya bisa menelponnya. Dan dia segera datang. Ruangannyapun di seberang ruangan beliau.

Dan ini suatu petaka, sebab Aini tak bisa datang seenaknya ke ruangan Adiba, mengobrol dan makan siang bareng disana.

"Ini perintah....kamu tak boleh menolak" timpalnya lagi.

Adiba tak berkutik. "Baik pak......tetapi, saya ada permintaan. Ijinkan saya membawa ikan koi diruangan saya."

"Deal...!! Jawab Pramudiya mantap.

***

Emak dan bapak datang menginap. Mereka ingin merasakan sahur pertama puasa Ramadhan bersama dirumah putrinya.

Seperti biasa, dari pagi emak sudah heboh memikirkan masakan apa yang akan dimasak untuk makan sahur nanti.

"Kita pesan saja, mak, Chinese food atau masakan padang" kata Adiba. Sekalian ia juga ingin membelikan untuk para satpam di perumahan. Bapak mengiyakan usul anaknya.

"Masak saja.....nduk. Emak sudah membawa banyak bahan makanan. Lagipula, emak harus menjaga kolesterol bapak" Kata emak menolak.

Mendengar jawaban istrinya, bapak cemberut. Ia sudah lama merindukan masakan padang. Adiba yang melihat bapak hanya mesem.

Menantu Pilihan EmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang