Chapter 6

2.4K 127 4
                                    


Adiba menghentikan langkahnya, dan membalikkan badan seketika. Matanya nanar melihat kesekeliling, tak ada yang mencurigakan. Dia berjalan lagi, dengan langkah lebih cepat. Kemudian masuk ke sebuah toko baju yang letaknya persis di sebuah tikungan.

"Selamat malam mba, ada yang bisa saya bantu?" seorang pramuniaga berwajah oval menyapanya ramah.

Adiba membalasnya dengan senyum. Kemudian tangannya sibuk memilih baju, namun matanya nyaris tak berkedip menatap jalan lewat kaca etalase toko.

Lalu, sekilas matanya menangkap sesosok laki-laki, memakai jaket hitam. Wajahnya samar, tertutupi tudung jaket, melintas di depan Toko. Adiba tercekat. Gadis itu bersimpuh dilantai sambil tangannya mendekap baju.Tidak mungkin....tidak mungkin katanya berulangkali.

"Apanya yang tidak mungkin" sebuah suara berat mengagetkan Adiba. Gadis itu mendongak dan melihat sosok lelaki berjaket hitam tadi sudah berdiri didepannya. Dan mengulurkan tangan padanya tuk membantunya berdiri. Adiba tak melawan. Matanya bergerak memindai wajah lelaki dihadapannya.

"Keenapaaaa kaaaamuuu mengikutikuuuuuuuuu?"suara Adiba gugup. Dia masih belum bisa menguasai emosinya.

Lelaki tadi tak menjawab, tanpa menunggu persetujuan Adiba, tangannya merebut, pakaian yang ada di tangan Adiba. Lantas membawanya ke kasir.

Adiba mengejarnya dan berdiri menghadang lelaki itu. "Sebentar.....kamu mau ngapain." Lelaki itu tersenyum manis. Adiba melengos, memejamkan matanya sebentar tak sanggup menatap senyum yang pernah membuatnya tergila-gila.

"Menurutmu aku mau ngapain?" Lelaki itu balik bertanya. Tatapannya meluluhkan Adiba.

Adiba tak menjawab, tapi menunduk menghitung ubin.

"Eh.....jawab pertanyaanku dulu? Gadis itu menarik lengannya, menjauh dari meja kasir.

"Pertanyaan yang mana?"sahut lelaki dengan sikap acuh.

"Pertanyaan yang tadi...." Sungut Adiba.

Dia tak menghiraukan perkataan Adiba. Malah pergi ke kasir, dan memberikan isyarat supaya Adiba diam. Aneh...Adiba menurut, dan menunggu Lelaki itu membayar di kasir.

Setelah selesai, tangan lelaki itu mengamit lengan Adiba dan mengajaknya keluar. "Apa-apan sih!" Adiba memberontak, highheelnya menendang paha pria itu.

Terdengar lenguhan panjang. Dan menatap Adiba gemas."Ternyata kamu masih sama seperti dulu, Adiba."

Adiba menyunggingkan senyum sinis. "Kenapa kamu terus membuntutiku, Atthaya....." Kegugupannya mulai sirna. Matanya menantang lelaki yang dipanggilnya Atthaya. Cowok bermata tajam dan bertampang kasar seperti seorang pekerja di pelabuhan.

"Aku kangen kamu...." Jawab Atthaya dengan tatapan lembut.

"Preeetttttttttttttttttttttttttttttttt....jangan mabok. Okey" ucap Adiba menghindari tatapan Justin. Lantas memutar badannya, berjalan berlawanan arah.

"Adiba tunggu!!

Gadis itu tak menggubrisnya, dan masuk ke dalam taxi yang kebetulan lewat. Merasa tak diperdulikan kaki Justin menendang sebuah kerikil ketengah jalan.

***

Malam semakin berat, suara angin mendayu meninabobokan jiwa-jiwa lelah. Namun tak berlaku bagi Adiba. Dia belum bisa memicingkan matanya sekejappun dan hanya telentang diatas kasur, membolak-balikkan badannya dengan gelisah. Untungnya besok hari minggu, sehingga dia tak perlu mengkhawatirkan apabila bangun kesiangan.

Soalnya Adiba salah satu perempuan type jam weker, dia tak bakalan bangun bila alarmnya tak berbunyi.

Kemudian Adiba beranjak ke dapur, membuat mie instan goreng dan segelas susu coklat. Dipikirannya, mungkin dia bisa tertidur pulas, setelah perutnya kenyang. Mie goreng dengan potongan cabe rawit 10 biji dan segelas susu coklat hangat sudah terhidang diatas meja. Kemudian menikmatinya sambil menonton Sitcom di salah satu channel televisi swasta.

Tak berapa lama, terdengar suara ketawa Adiba. Suaranya lumayan keras, sampai terdengar di depan jalan, membuat dua orang satpam yang sedang berjaga, saling bertatapan."Kita minta kopi yuk, siapa tahu juga ada makanan." Usul salah seorang dari mereka. Semuanya mengangguk setuju.

Teng..teng..teng...

Mereka memukul pintu gerbang. Adiba membuka korden. Dan melongokkan kepalanya di depan pintu.

"Ada apa pak?"

"Tumben belum tidur mba." kata bapak yang berkepala plontos.

Adiba menjawabnya dengan senyum, lantas ia masuk dan kembali dengan membawa sebotol minuman bersoda dan kue-kue dan memberikannya pada bapak tadi.

"Ada kopi nggak mba"

"Huss!! Timpal yang lain.

"Yaelah Pak, saya tak minum kopi, kalau teh ada." Jawab Adiba. Ia memang tak pelit. Ia suka membagi makanannya dengan para satpam di komplek tempatnya tinggal. Bukan hanya makanan, tiap bulan dia juga memberikan uang extra kepada mereka. Sehingga mereka sangat perhatian dengan keberadaan Adiba. Apalagi dia tinggal sendirian. Sehingga mereka menjadi invisible guardian bagi Adiba

"Ini sudah cukup mba....."

Sebuah mobil sport berhenti di depan rumah Adiba. Satpam menoleh. Dan melihat seorang pemuda turun dengan sempoyongan menuju kearah mereka.

"Adiba....aku kangen kamu sayang." Mulutnya berbau alcohol. Dia terus meracau dan memaksa masuk. Adiba tak membukakan pintu. Malah melihatnya dengan raut muka masam. Mengetahui Atthaya datang malam-malam datang kerumahnya.

"Ngapain kamu kesini!!" katanya kesal.

"Adiba, bukakan pintu." Pinta Atthaya berulangkali. Adiba bergeming. Dia tak enak hati dengan Satpam yang masih berdiri disitu dengan sikap waspada.

"Siapa dia mba?" Tanya si plontos heran. Dia belum pernah melihat wajahnya.

"Dia teman saya." Jawab Adiba pendek.

"Nar, kita bawa saja dia ke Pos Satpam!"Ajak si plontos. Dia khawatir, bila dibiarkan lelaki itu akan membuat gaduh dan mengganggu kenyamanan warga.

Atthaya misuh-misuh. Dengan bahasa campur-campur, kadang bahasa inggris, kadang bahasa Indonesia dan Belanda. Kedua satpam memegang kedua tangannya dan membawanya pergi ke Pos Satpam.

Adiba mengelus dadanya. Kemudian masuk kedalam rumah dengan perasaan tak karuan.

Huff.......desahnya perlahan. Merebahkan badannya diatas pembaringan. Matanya melirik kearah jam weker disamping tempat tidurnya. Jam 2.30 pagi. Kantuknya hilang sejak tadi.

Adiba lantas bangun, dan bergegas menuju dapur. Dia menjerang air, mengiris jahe, lalu menaruhnya dalam sebuah gelas kaca besar. Dia berencana membuat teh jahe madu. Minuman hangat itu akan diberikannya pada Atthaya untuk mengurangi mabuknya. Dia sendiri yang mengantarkan minuman tersebut ke Pos Satpam. Semua itu dilakukannya karena tak enak hati dengan Satpam disana.

Atthaya duduk didalam Pos Satpam di samping Pak Narko dengan kepala tertunduk. Pak Narko kaget dengan kedatangan Adiba. Gadis itu mengulurkan botol minuman dari stainless ketangan pak Narko.

"Tolong berikan padanya, Pak....." katanya dengan suara pelan.

Atthaya mendongakkan kepalanya. "Adiba.....aku ingin bicara, sebentar saja." Dia mencoba merengkuh Adiba. Adiba mengelak, Atthaya tersungkur. Adiba merendahkan badannya.

"Maaf..aku tak bisa berbicara denganmu, kalau keadaanmu begitu." Suaranya berubah lembut. Pak Narko menuangkan minuman jahe ke dalam gelas, dan memberikannya pada Atthaya.

"Minum dulu mas, Mba Adiba yang membuatnya." Kata Pak Narko. Atthaya meneguknya sekaligus.

Menantu Pilihan EmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang