Chapter 17

1.7K 102 2
                                    

Sebelum tidur, Adiba menatap dirinya di depan cermin. Disana ia melihat seorang perempuan dengan wajah kusut dan mata nelangsa. Gadis itu menarik nafas berat. Lalu tercenung lama, memunguti serpihan hati

Kehidupan cintanya memang tak sesempurna karirnya. Dan hebatnya, ia telah membiarkan Atthaya meluluhlantakan hidupnya. Meskipun telah banyak waktu yang ia habiskan untuk menunggunya. Sayangnya ia baru menyadari, bahwa lelaki itu bukan untuk dirinya.

Berlama-lama meratapi nasib, membuat dirinya semakin terpuruk. Semakin ia bersikap naïf, hatinya semakin perih. Ia membenci kehidupan yang ia miliki. Ini tak bisa dibiarkan. Dia harus bangkit, sebelum keputusasaan merenggut dirinya. Dia tak boleh kalah karena cinta. Sebab itu, ia harus melepaskan cintanya pada Atthaya. Cinta yang telah mematikan dan membelenggu dirinya bertahun-tahun.

Sebuah semangat baru lahir, dan kedamaian menyelimuti dirinya. Adiba tersenyum. Malam itu, dia bermimpi indah.

Keesokan harinya........

Kedatangan Adiba dikantor mengejutkan banyak orang. Termasuk Aini. Dia begitu bahagia melihat Adiba berada didalam kantornya. Adiba memeluknya sebelum dia melontarkan pertanyaan. Setelah itu memberinya kejutan, dengan oleh-oleh dari Thailand. Aini ingin bertanya,

Namun........

Pintu terbuka.Pak Pramudiya berdiri didepan pintu dengan wajah tersenyum, dan menyapa mereka. Aini terkejut, tumben. Tak ada raut ketegangan sama sekali di wajah sang boss.

"Adiba, tolong " kata Pak Pramudiya, senyumnya masih mengembang.

Adiba menurut, dan memberikan isyarat pada Aini untuk menunggunya saat makan siang.

***

Aini menunggu Adiba tak sabar di depan pintu lobbi kantor. Kakinya mulai pegal.Hampir 20 menit dia berdiri disitu, menunggu Adiba yang sedang mengambil mobil di tempat parkir. Mengingat perut Aini yang semakin membesar, Adiba kasihan dan memintanya untuk menunggu di Lobbi.

Kemana anak itu! Aini menghentakkan kakinya kesal. Badannya udah mulai kepanasan menunggu Adiba yang belum menampakkan batang hidungnga. Dia mengambil telponnya dan menelpon nomor Adiba. Tidak aktif! Tak mungkin Adiba mempermainkannya. Dia diserang rasa panic dan buru-buru menelpon satpam yang berjaga disana, memintanya untuk mengecek mobil Adiba.

"Ada apa Aini?" Tiba-tiba Pak Pramudiya berdiri disampingnya.

"Hmmm....beeegiiiiiiniiiii paaaaaak..." Aini masih bingung harus mengatakan apa. "Saaaayaaaaa..seeeedaaaaanggggg....menunggu Adiba. Ya Adiba Pak" jawabnya gugup.

"Lantas....Adibanya dimana?"mata Pramudiya melihat kesekeliling.

Pembicaraan mereka terhenti, saat salah seorang satpam disana memberitahunya. Mobil Adiba masih berada di tempat parkir, Dan Adiba tidak ada disana.

"Haaaahh.....". bila tak melihat Pak Pramudiya disana, Aini ingin menangis, menumpahkan rasa kesalnya. Tapi...rasanya tak mungkin Adiba tega mempermainkan dan membiarkannya berdiri menunggunya terlalu lama disitu.

Melihat Aini yang sedikit emotional, Pak Pramudiya menyuruhnya kembali ke kantor. Dengan langkah kesal, dia kembali ke kantornya. Rasa laparnya sudah hilang.

Pramudiya menggigit bibirnya. Dari raut wajahnya ia tampak gusar dan bergegas memanggil kepala satpam disitu. Setelah itu ia keluar dengan langkah besar.

***

"Aini.....tunggu!" Ia berteriak. Mata Adiba terbuka, dan terbelalak saat mengetahui ia berada di salah satu kamar dengan nuansa ungu. Dimana ini? Ia berusaha tidak panic dan mengingat kejadian tadi. Semuanya serba cepat. Seingatnya ia berjalan menuju mobilnya, saat dua orang berpakaian serba hitam dan memakai help teropong menyergapnya. Setelah itu ia tak ingat apa-apa.

Menantu Pilihan EmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang