Chapter 4

2.6K 151 6
                                    

Adiba menghentikan mobil citynya di tepi sebuah lapangan bola, di pinggiran kota. Dengan bertelanjang kaki, dia menapakkan kakinya di rerumputan basah, membelah hujan lebat. Dia terus berlari, ke tengah lapangan, tanpa memperdulikan tubuhnya yang basah kuyup.

Lantas merentangkan kedua tangannya dan menengadahkan kepalanya keatas. Matanya terpejam, menikmati butiran-butiran air hujan yang menerpa wajahnya. Tak sengaja, dia menelannya, rasanya manis. Penasaran, Adiba mangap. Rasa air hujannya manis seperti air teh.

Adiba berpikir keras, bagaimana bisa air hujan rasa teh manis. Kemudian, ia langsung bangun dan gelagapan saat melihat emak sudah berdiri disampingnya dengan membawa teko di tangan kanannya. Emaknya tertawa terpingkal-pingkal melihat anak gadisnya.

"Apa...apaan sih Makkkkkkkkkkk...." Adiba sewot luar biasa. Ternyata emak iseng menjahilinya saat dia tertidur pulas.

Emak masih cekikikan di ujung ranjangnya.

"Kamu itu lho ya....kalau tidur, mbok ya bobo cantik, anteng kalau bisa sambil senyum-senyum gitu. Mosok cah wedok, tidurnya mangap"

Adiba tidak mendengarkan ceramah pagi emak. Gadis itu malah beringsut ke kamar mandi sambil menggerutu. Emangnya ada orang yang bisa mengontrol posisi tidurnya sendiri. Toh siapa juga yang peduli dengan gaya tidurnya. Dia mo miring, nungging atau mangap kek terserah.

"Helah.....diajak ngomong, malah pergi." Teriak emak dari luar kamar.Hubungannya dengan anaknya, akrab sekali. Mereka seperti kakak adik.

Adiba memonyongkan mulutnya. Terus aku harus bilang wow, gitu, mak. Adiba membathin dan mengguyurkan air ke sekujur tubuhnya. Brrrrr...dingin.

***

Adiba selesai memoleskan lipstick berwarna pink di bibir tipisnya. Dengan menghadap cermin, ia mematut dirinya disana. Wajahnya cantik, dengan kulit eksotis dan rambut panjang yang dicat burgundy tergerai cantik di tubuhnya yang semampai. Melihat penampilan dan karirnya yang bagus, orang-orang menganggap aneh bila Adiba belum memiliki pasangan.

Namun ....begitulah kenyataannya. Segelayut kesedihan menggantung di kelopak matanya.

"Nduk....ayo cepat sarapan." Seru emak dari ruang makan.

Adiba cepat-cepat menyusut airmata yang mengambang di matanya. Ia tak mau emak melihatnya menangis. Dan segera bergabung bersama emak. Senyumnya mengembang, melihat nasi goreng nugget dengan telur mata sapi diatasnya. Disana juga ada lalapan daun selada dan ketimun, juga sambal bajak, kesukaan Adiba.

Adiba makan dengan lahap. Emak memang baik hati. Setiap kali kedatangannya. Dia selalu membuatkan makanan untuknya. Kulkas di isi penuh, karena khawatir Adiba kelaparan. Meskipun Adiba sudah pernah melarangnya. Tetapi emak masih saja melakukannya.

Bukannya nggak mau makan, Adiba saja yang malas untuk masak,ribet! Apalagi dia tinggal sendirian. Kalau laper, tinggal minum susu, roti atau buah yang selalu ada di kulkasnya.

"Emak sudah buatkan kamu rendang, kamu tinggal panasin kalau mau makan. Beras masih ada, toh?" kata emak sambil menyuapkan nasi goring ke mulutnya.

Adiba mengangguk. Gadis itu teringat sesuatu.

Lalu.....

"Mmmmm....apakah emak sudah menemukan pangeran untukku?"

Mendengar pertanyaan Adiba, emak terbatuk batuk. Adiba memberikan segelas air putih kepadanya.

"Kalau memang nggak ada yang sreg, nggak usah dipaksain mak. Adiba toh nggak papa, kan enak bisa focus kerja, nggak ada yang menghalangi." Timpal Adiba lagi. Gadis itu tak terlalu berharap dengan tindakan emak mencarikannya jodoh. Kalau dapat syukur, nggak juga bukan masalah besar baginya.

"Tenang sajalah, emak akan mencarikan jodoh untukmu, pokoknya sampai dapat!" kata emak dengan suara penuh semangat.

Adiba lantas, memeluk emak, haru.

***

Setelah pertemuannya dengan Alif yang membuahkan kekecewaan. Emak memutar otaknya untuk lebih berhati-hati. Dia tak lagi grusa grusu membidik sasaran.

Kali ini adalah, Athaya, pria kedua pilihan emak. Dia adalah putra bungsu Tante Mieke, teman SMP emak, yang baru pulang dari Belanda.

Ternyata mereka tinggal satu kota dengan Abida.

Karena lama tak bertemu, emak menyanggupi permintaan Tante Mieke untuk tinggal bersamanya beberapa hari. Emak menganggapnya sebuah keberuntungan! Karena bisa mengamati bagaimana keseharian Athaya secara langsung.

Tante Mieke memang belum tahu rencana emak.

"Teng tong"

Suara bel berbunyi.

Emak menyingkap korden dan melihat Tante Mieke berdiri di depan pintu gerbang. Emak membukakan pintu untuknya. Mereka berpelukan melepas kangen,dan mempersilakannya masuk.

Tante Mieke melihat sekeliling rumah, saat emak mengambil minuman untuknya. Perempuan paruh baya itu terpaku pada sebuah foto dengan bingkai manis diatas meja bundar.

"Siapakan gadis ini?" tanyanya.

Emak menoleh. "Itu Adiba, anak sulungku." Jawab emak singkat. Tanganya masih mengaduk teh melati.

"Adiba? Masak...kok bisa cantik begini, dulunya kan dia jelek sekali." Kata Tante Mieke dengan ekspresi kaget.

Emak mengiyakan, ia juga tak terkejut dengan kata-kata nyelekit tante Mieke.

"Ngomong-ngomong, anakmu nggak oplas kan?"

Emak mengernyitkan kedua alisnya. Rupanya tante Mieke belum percaya dengan apa yang dilihatnya. "100 persen asli." jawab emak.

Untungnya yang sedang diomongin muncul. Adiba keluar dari kamarnya. Ia mau berangkat kerja.

"Adiba, init tante Mieke, yang mengajak emak tinggal beberapa hari dirumahnya. Ora popo to nduk, kamu sendirian dirumah?"

Gadis itu menyalami tante Mieke. Setelah berbasa basi sebentar, dia kemudian pamit.

"Kamu kok nggak bilang-bilang tho, anakmu sudah besar, apa dia sudah punya calon?" Tante Mieke langsung jatuh hati pada Adiba.

Emak tersenyum tipis.

"Elho...kok malah mesem, kalau punya jodoh, bagaimana kalau kita besanan."

Jreeeenggggggggggggggggggggggg......

Seketika wajah emak bak di sinari lampu bermega watt. Emak tersenyum lebar.


Menantu Pilihan EmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang