Chapter 2

3.2K 156 6
                                    

Adiba duduk tegang di depan computer, mencari folder dimana terdapat catatan rahasianya tentang laki-laki yang melakukan PDKT dengannya. Catatan itu bukan hanya berisi biodata termasuk foto dan hal-hal special apa yang mereka suka dan tak suka. Kemudian Adiba menambahkan catatan kaki, kenapa dia tidak menerima mereka sebagai pasangannya.

Ketemu! Pekiknya riang. Dia membuka file dalam bentuk pdf itu, dan membacanya pelan. Ini sebagai jalan terakhirnya, untuk mendapatkan pasangan. Besok adalah hari Ulang tahunnya, dan sampai hari ini, dia belum menemukan pasangan!

Budi, 34 tahun. Memiliki usaha Fitness, merangkap sebagai pelatih gym juga disana. Wajahnya manis, mirip penyanyi Afgan, dan bodynya bagus, berotot. Sayangnya, dia suka pamer kekekarannya, apalagi kalau sudah di kerubungi cewek-cewek. Duh.....

Heru, 35 tahun, seorang seniman, gayanya semau gue, rambutnya sebahu, suka pake topi hitam, jeans belel dan melilitkan scraft di lehernya. Meskipun begitu hatinya baik dan lembut. Sayangnya, Adiba menjadi ilfill, setelah mengetahui kebiasaannya mengupil, sembarangan.

Ada pula Oni, 33 tahun, cowok blasteran Arab. Profesinya sebagai Arsitek, selain ganteng dia juga pintar. Dia juga royal, memberikan Adiba banyak hadiah. Namun Adiba tak menerimannya sebagai kekasih, meskipun emak menyukainya. Alasannya sepele, Oni kalau bicara "muncrat " kemana-mana.

Lalu ada pula Ganjar, 36 tahun, Dosen. Ganteng sih ganteng, sayangnya kakinya bau, cantengan pula.

Kemudian, ada satu pria yang menarik hati Adiba. Namanya Ricky umurnya 40 tahun, seorang executive di salah satu perusahaan ternama. Penampilannya oke, sifatnya kebapakan dan ngemong Adiba. Gadis itu mulai menyukainya. Dan ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih jauh. Sayangnya, penyelidikannya membuatnya patah hati. Ternyata Ricky sudah menikah. Maka, Adiba menjauhinya. Sebab ia tidak mau di cap sebagai "Pelakor". Menurutnya, apa pula enaknya merebut kebahagiaan wanita lain, dan membuat mereka terpuruk. Bukan kebahagiaan itu yang dia inginkan.

Setelah itu, Adiba lebih berhati-hati ketika ada pria yang mendekatinya. Dan memilih focus mengejar karirnya.

Adiba lalu duduk di lantai, dengan menyelonjorkan kakinya dan menyandarkan kepalanya pada dinding yang nyaris tanpa ornament. Dia kembali merenungkan nasehat Geryl. Mungkin, ini saatnya dia menyerah dan meminta bantuan emak untuk memilihkan jodoh buatnya.

Adiba meraih ponselnya diatas meja bundar, yang berada di sampingnya.

"Mak.....tolong carikan Adiba jodoh." Pintanya dengan emosi tertahan. Tiap membicarakan soal jodoh, dirinya merasa buruk.

Tawa emak berderai di seberang. Adiba merasa heran, kenapa emak sepertinya senang sekali dengan keinginan Adiba untuk mencarikannya jodoh? Gadis itu cemberut.

"Hahahahhahaha....nah..gini neh, coba dari dulu kamu nggak ngeyel. Pasti emak sudah gendong cucu." Tawa emak masih terdengar. Adiba tertohok.

"Yaelah Mak.....mana Adiba tahu..kalau Pangeran Adiba sulit di cari." Jawabnya sedikit kesal. Dia tak mau disalahkan.

"Terus nduk, kalau boleh tahu.....kriteria pangeranmu opo tho, biar emak lebih spesifik nyarinya." Emak kelihatan sekali bersemangat.

Adiba berpikir sebentar, kepalanya setengah mendongak keatas.

"Mmmmmm....seiman, mapan, tinggi minimal 170 cm, badan proporsional, sehat jasmani dan rohani, ganteng, wangi, bicaranya nggak boleh muncrat dan yang paling penting...bukan laki orang, gampang kan mak." Dia terkekeh.

Di seberang...emaknya melongo

"Helah biyung. Nduk..nduk...emangnya kamu sopo to?" tanya emak kliyengan, mencatat kriteria jodoh Adiba. Lantas menutup telponnya sebelum dia bertambah stress mikirin Adiba.

Sedangkan, perasaan Adiba, plong luar biasa. BAru kali ini dia merasakan hidupnya bebas, tanpa di kejar-kejar pertanyaan yang sama oleh emak.

***

Di rumah Emak.

Bapak uring-uringan melihat Emak sibuk membongkar lemari buku milik bapak. Untuk mencari buku telepon miliknya yang bapak simpan di bawah tumpukan buku-bukunya.

Buku-buku bapak berantakan di lantai, dan emak dengan wajah tak berdosa meninggalkannya, dan sibuk menyalinnya di ponsel.

"Bune....kamu sibuk opo to, dari pagi. Mulai tadi tanganmu pegang hape terus. Apa kamu sudah masak. Perutku sudah lapar." Tanya Bapak, sembari memasukkan buku-bukunya kembali ke dalam lemari.

"Masaknya di tunda dulu pak. Ibu lagi sibuk ngurus Adiba, anak kesayanganmu itu." Jawab emak tanpa menoleh pada suaminya.

"Elho.......trus aku makan apa?"

"Di dapur masih ada mie goreng, sisa semalam."

Perutnya yang lapar, membuat Bapak tak sabar.

"Sak karepmu wes, bu." Dia mengambil ponsel yang di pegang istrinya. Emak sewot.

"Ayolah, pak, ini penting sekali."

"Masak dulu, urusan Adiba bisa menunggu." Lelaki tua itu, memasukkan ponsel istrinya ke saku, lalu ke luar ke kebun.

Kalau sudah begitu, tak ada alasan lagi buat emak untuk tak memasak. Maka ia ke dapur, dan mulai sibuk menanak nasi, menggoreng tempe dan ikan asin, membuat sayur asem dan sambal terasi kesukaan bapak. Kesukaannya akan makanan ndeso, tetap tak berubah. Perempuan itu tersenyum sendiri, mengingat pertemuannya dengan bapak.

Lelaki sederhana yang dikenalkan orangtuanya. Bapak tak banyak bicara, waktu mereka di pertemukan pertama kalinya. Justru bolak balik ke kamar mandi saking setressnya.

Menantu Pilihan EmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang