"Lho.....ada tamu, to" sapa Pak Barata, Bapak Adiba. Atthaya berdiri dan bersalaman dengan mereka berdua.

"Maaf....apa ananda, Nak Atthaya, anaknya mbakyu Mieke? Lho...apa ada perlu datang kesini, apakah disuruh mamanya...lantas kemana...Adiba?" tanya Emak menyelidik, wajahnya berubah tak enak.

Atthaya kikuk mendapat pertanyaan emak. Dia tak mengira ternyata mamanya berkawan dengan Emak Adiba.

"Masih didalam, Tan...sepertinya sedang membersihkan diri." Jawab Atthaya cepat.

Emak langsung masuk kedalam,mencari Adiba. Sedang Bapak menemani Atthaya diteras.

Pantesan dari semalam, pikiran emak nggak enak, dan kepikiran Adiba terus. Oalah ternyata dia tak menyangka bisa bertemu dengan Atthaya disini. Segelayut kegelisahan menggantung dalam hati emak.

Emak mencari Adiba di kamar mandi, disana dia tak ada, kamar mandi masih kering. Kemudian dia menuju ke kamar Adiba. Pintu itu terkunci. Diketuknya berkali-kali tapi tak ada jawaban dari dalam. "Adiba..Adiba! Teriaknya lumayan kencang. Percuma tak ada sahutan. Pikiran negative mulai menyerangnya. Emak panic.

Dia tergopoh-gopoh mencari bapak."Adiba..Adiba...pak!Tolong Adiba Pak! Gerimis mulai membasahi matanya. Dia begitu khawatir sesuatu terjadi pada diri anaknya.

"Kamu nggak apa-apain Adiba kan?" Emak menatap mata Atthaya. Atthaya menggeleng."Saya dari tadi menunggu disini, Swear" jawabnya yakin.

"Jangan berpikiran negative dulu, bu, sebaiknya kita check ke dalam dulu" kata bapak menengahi.

Merekapun bersama-sama masuk kedalam. "Kita dobrak saja pintunya" kata bapak. Setelah melihat jendela kamar anaknya juga terkunci. Emak mengangguk setuju, dan melihat kearah Atthaya. Tak mungkin suaminya mendobrak pintu. Bisa-bisa encoknya malah kumat nanti.

Dengan sekali dorongan kuat, pintu kamar Adiba terbuka. Emak masuk, dan mendapati Adiba tertidur pulas diatas pembaringannya, memeluk boneka Teddy Bear. Nafasnya teratur turun naik dengan wajah polos seperti seorang anak kecil. Dia bahkan tak terbangun saking lelapnya.

Semua yang ada disitu lega. Wajah emak yang tadinya pucat berubah bahagia seketika. Dia tak tega membangunkannya. Lalu menutupi tubuh putrinya dengan selimut yang ada disebelahnya.

"Saya pamit dulu om, tante..." kata Atthaya pamit. Dia merasa tak enak ebrlama-lama disitu, meskipun hatinya berkata lain. Dan sepertinya juga dia butuh tidur, setelah semalaman begadang. Bapak mengantarkannya sampai di depan pintu gerbang.

Setelah kepergian Atthaya, emak menarik lengan bapak dan membawanya ke dapur, membuatkannya kopi tubruk yang baru ia beli. Saat menunggu emak menjerang air panas, bapak mencomot satu kue keju di dalam kulkas, dan berdiri di sebelah emak yang sedang mencuci piring kotor, sisa semalam.

"Nak Atthaya baik ya bu. Sopan lagi. Bapak jatuh hati pada sikapnya." Kata bapak sambil memasukkan potongan kue keju kedalam mulutnya.

Tak ada reaksi sedikitpun dari istrinya. Perempuan yang sudah dinikahinya hampir 40 tahun itu, masih sibuk membilas piring. "Kamu dengerin omongannku nggak bu?" katanya heran. Dia mendekati istrinya. Mata emak tak berkedip memandang dinding keramik bermotif bunga-bunga di depannya. Sedangkan tangannya masih memegang piring dengan air yang masih mengalir. Bapak mematikan kran dan mencubit hidung istrinya."Hayo...ngelamunin sopo?" Emak geragapan.

"Ada apa tho bu, sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu yang berat" tanya bapak lagi. Emak menunduk. Beberapa hari ini, Bapak sibuk sekali, sehinga Emak belum sempat menceritakan peristiwa yang dilihatnya di rumah Mbakyu Mieke.

"Huaaaaaaaaaaa, ada maling-maling!!!!"

Mendengar suara teriakan di ruang tamu, emak dan bapak bergegas kesana. Mereka tertawa setelah tahu siapa yang berteriak, dan merekapun tertawa terpingkal-pingkal melihat Adiba dengan selimut menutupi tubuhnya sedang tangan kanannya membawa sapu. Dia berdiri didepan pintu.

"Nih Malingnya ada disini" teriak emak nyaring.

Adiba kaget.Dia menggaruk-garuk rambutnya, kebingungan. Melihat orangtuanya berdiri diruang tamu, dan pintu kamarnya yang rusak.

"Sini nduk, duduk dulu" kata bapak. Adiba duduk di sebelah bapak, dengan pikiran yang masih bingung. Emak mengambilkannya teh hangat.

Kemudian matanya tertumpu pada dua kotak bubur ayam. Dan bunga Anyelirnya sudah tertata indah dan diletakkan di meja console di depan kamarnya. Cantik sekali.

Gadis itu melongok ke luar jendela. Tak ada siapapun di teras.

Kemudian emak datang membawa segelas teh. Dia duduk disamping Adiba. Adiba menyeruputnya pelan.

"Kamu itu lho nduk, kalau tidur kok ya kelewatan gitu. Mosok emak panggil-panggil nggak bangun-bangun, sampai emak khawatir. Mana pintunya di kunci. Duh!"

"Trus....pintunya kenapa?"

"Kami dobrak nduk, daripada emakpun pingsan takut terjadi sama kamu" timpal bapak.

"Ihhhhh Bapak....kenapa di dobrak, kan bisa panggil pak satpam atau bisa pake cara laen kek, jadi nggak harus dobrak pintu kan?.Trus....ntar malam Adiba harus tidur tanpa ada pintunya nih, gimana kalau ada maling beneran...." Protes Adiba kesal.

Bapak menjadi serba salah sendiri.Dia melirik kearah emak, yang senyum-senyum sendiri.

"Nduk..nduk....Apa kamu kenal dengan Atthaya" emak mengalihkan pembicaraan. Adiba menggangguk.

"Kamu....jangan..dekat-dekat dia lagi" timpal emak mengagetkan Adiba.

"Kenapa..tho bu? Bukankah dia adalah calon kedua yang akan kenalkan pada Adiba?" sahut suaminya heran.

"Pokoknya ora usah dekat-dekat. Titik!" jawab emak ketus.

Adiba semakin tak mengerti arah pembicaraan keduanya. Tetapi......bukankah emak baru pertama kali bertemu dengan Attha, lantas..kenapa emak melarangnya. Apakah mereka sudah saling kenal?kenapa emak tak pernah bercerita.


Menantu Pilihan EmakWhere stories live. Discover now