Chapter 1

6.4K 185 2
                                    


Mendekati ulang tahunnya yang ke 33 tahun, mulut Adiba semakin monyong ke depan. Entah alasan apa lagi yang akan di jawabnya nanti.

Srak sruk srak sruk......ia menyeret sandal buntutnya dengan langkah gusar. Kemudian ia duduk diatas amben tua dan melemparkan sandalnya ke pojok ruang, menimpuk Baby, kucing belang telon yang sedang berleha-leha menikmati semilir angin sore. "Miaaaaawwwwwwwwwwwww....."suranya keras mengagetkan Adiba.

"Salah sendiri kamu disitu!!" Adiba mengomel sendirian, Ia sepertinya tak peduli dengan kekepoan baby yang menatapnya dengan mata bulat.

Tadi Emak menelpon.

"Adiba....Emak sudah menyiapkan ulang tahun buatmu. Kamu harus datang....nggak boleh enggak,".Adiba menjauhkan ponselnya dari telinganya. Suara Emak keras sekali.

"Tapi Mak....Adiba sibuk! Ia memotong pembicaraan.

"Huss!! Nggak boleh motong pembicaraan!!Kualat kamu nanti" suara Emak makin kenceng. 'Dan ingat, sekalian bawa kekasihmu!."

Adiba menghembuskan nafas berat. Mana mungkin dia dapat pacar dalam waktu seminggu! Ini pekerjaan berat baginya. Jangankan seminggu, Lima tahun saja dia belum dapat. Otaknya berpikir keras.

"Mmmmmm.... Bagaimana kalau seandainya Adiba tidak dapat pasangan?" jawabnya dengan suara lesu.

Adiba menunggu jawaban Emak cukup lama.

"Emak akan mencarikanmu jodoh, daaaannnnnn....kamu harus nurut." Emak lantas menutup telpon.

Kepala Adiba berat.

Fiuh........selama beberapa tahun terakhir, ia menggebu mencari pangerannya. Pangeran yang akan membawanya ke pelaminan. Namun semakin ia cari...keberadaannya semakin tak terdeteksi. Kini dia sudah memasuki fase pasrah akan jodohnya. Datang oke, nggak datang nggak masalah. Toh masih banyak yang bisa dilakukannya selain mencari suami!

Ia menulikan telinganya, dan mulai malas mengikuti acara acara kumpul dengan keluarga besar. Hal itu hanya akan membuatnya sakit hati berkepanjangan.

"Kapan kamu kawin, Adiba?"

Kalau sedang mood, ia akan menjawabnya dengan canda, tapi..kalau lagi diserang PMS, ia akan menjawabnya dengan galak. "Embuh, sak karepku dewe" sambil mlengos.

"Itulah, kalau terlalu banyak memilih, sengsara sendirilah kau!" Salah seorang bibinya nyinyir, saat ia menjenguk sepupunya melahirkan.

Adiba mengelus dada.

Apakah ada yang salah, jika dirinya belum mendapatkan jodoh. Sebagai wanita karir, dia memang selektif. Nggak asal-asalan comot. Gegara usianya yang mendekati rawan.

Wajar dong dia pengen lelaki yang sudah mapan, punya pekerjaan tetap, punya rumah dan mobil. Ini realita sekaligus keegoisan dia sebagai perempuan.

Jangan sampai lelakinya nanti hanya menjadi benalu bagi dirinya.

***

Tiga hari menjelang ulang tahunnya. Pagi -pagi sekali.

"Gimana nduk.....apa kamu sudah punya pasangan?" kata ibu memulai percakapan lewat sambungan telepon.

"Belum Mak......"suara Adiba tersekat di tenggorokan.

"Jadi......kamu nurut emak yo?" suara emak terdengar bersemangat.

"Belum hari H, mak, Adiba tidak mau menyerah." Jawab Adiba. Tiba-tiba ada sebuah ide konyol melintas di kepalanya.

"Halah...kamu ini, tetep saja keras kepala." Emak protes. Dan Adiba menyunggingkan senyumnya.

"Eitsss..jangan senyum dulu. Awas ya....kalau sampai emak tahu kamu membuat iklan atau ikutan ajang...apa itu di tipi..tipi...emak nggak bakalan ridho" timpal emak lagi.

Adiba cemberut...duh..bagaimana mungkin emak bisa tahu rencananya. Dia langsung lunglai, dan memutuskan untuk bolos kerja.

Ia pergi kerumah Geril. Sahabatnya.

"Sudahlah....kenapa tak kamu ikuti saja, keinginan emakmu. Siapa tahu, kalian berjodoh." Geril mencoba menghiburnya.

Mereka sudah bersahabat sejak lama. Geril yang paling tahu dirinya.

"Tapi...aku bukan Siti Nurbaya." Kata Adiba galau.

"Kakek, nenekku juga bapak ibuku. Mereka semua di jodohkan. Buktinya....sampai sekarang perkawinan mereka langgeng" Geril mencoba membuka mata Adiba.

Ia tahu, bagaimana perjuangan Adiba mencari pasangan. Sampai orangtuanya meruwat dirinya segala. Supaya aura negative yang menaungi Adiba lenyap. Tapi toh....semua tak ada yang berhasil. Adiba tetap kesulitan mencari jodohnya, meskipun karirnya moncer.

"Aku...pingin seperti dirimu dan Pasha. Kalian berpacaran lantas bertunangan, lantas menikah dan punya anak.....semua ada prosesnya. Kita mengetahui siapa dan bagaimana pasangan kita. Haruskah kini kulewati semua proses pengenalan itu, dan menikahi orang yang sama sekali tak kukenal. Ia kalau dia baik, kalau enggak bagaimana" Adiba membuang nafas berat.

Geril mengambilkannya minuman dingin.

"Lebih baik aku mencari pacar sewaan" timpal Adiba lagi. Menurutnya itu salah satu cara terbaik untuk melawan emak.

"Hellowwwwwwwww, setelah itu bagaimana? Kamu hanya akan menipu dirimu sendiri. Pura-pura punya pacar, padahal tidak. Dan itu hanya akan menunda-nunda waktu dan uangmu saja. Ih...kalo aku ogah." Geril mulai gemas dengan sikap Adiba.

"So.....menurutmu, apa yang harus kulakukan sekarang?" Suara Adiba terdengar jelas memohon pada Geril. Ia sudah stuck dengan jodohnya.

"Kamu ikuti saran emak. Setelah itu....baru kamu memutuskan lagi."

Menantu Pilihan EmakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang