Part 20 | Radioaktif

112K 10.4K 1K
                                    

ORANG tua selalu tahu yang terbaik buat anaknya. Orang tua selalu tahu yang terbaik buat anaknya. Orang tua selalu tahu yang terbaik buat anaknya.

Bah! Berkali-kali Gladys mengulang pernyataan tersebut di benaknya, berkali-kali juga rasa gelinya memuncak. Hahahanjir, untuk pertama kalinya, ia merasa bersyukur punya orang tua yang bercerai, mama koma karena kecelakaan, dan ayah yang melupakan kehadirannya usai punya istri baru.

Jika dirinya sampai mendapat kalimat busuk semacam itu, ia yakin bakal bertransformasi menjadi tyrannosaurus. Ekornya dipastikan menyambit para makhluk egoistis yang membuat Gladys menanggung akibat dari keputusan tengik mereka.

Orang tua selalu tahu yang terbaik buat anaknya? Hei, ngaca! Orang tua yang seperti apa dulu? Yang enggan mendengarkan pendapat anaknya dan asal main bak-buk waktu si anak gagal memenuhi ekspektasinya?

"Kamu tuh gunanya apa, sih? Gini aja enggak bisa!"

Atau yang suka membanding-bandingkan dengan anak tetangga?

"Lihat anaknya Bu A! Dia bisa ini, kamu bisa apa selain ngabisin duit orang tua?"

Oh, atau yang selalu menerapkan standar tinggi kepada anaknya tanpa bertanya perasaan si anak bagaimana? Nyaman atau tidaknya?

"Bego! Sekolah aja enggak becus! Lihat tuh anaknya Bu A. Pinter! Enggak kayak kamu yang ulangan aja masih remedi."

Gladys menipiskan bibirnya.

Setiap manusia memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda. Tinggal di satu atap yang sama belum tentu benar-benar memahami isi hati seseorang. Anak bukan robot orang tua. Anak bukanlah jin tomang yang sanggup mengabulkan semua harapan orang tua.

Jadi, tidak bisakah ayah Varel bertanya dulu ke anaknya sebelum main tangan?

"Kenapa lo, Dis? Kecut gitu mukanya." Pagi-pagi mojok di gazebo depan kelas, Fareina mencolek Gladys yang tengah anteng dengan ponselnya. "Enggak dapet sinyal Wi-Fi yang kuat buat download drakor, ya? Mau tethering aja enggak? Tanggal paketan gue abis dua hari lagi, nih, tapi kuotanya masih banyak."

"Enggak. Makasih, Ren," tolak Gladys.

Idih, apaan, sih, si Caper datang-datang pamer? Lagaknya nawarin bantuan, aslinya cuma mengejek kemiskinannya.

Jempol Gladys lanjut mencentang puluhan gambar di galeri ponsel. Rumit memikirkan Varel, ia mengalihkan kesibukan pikirannya sejenak untuk mengosongkan penyimpanannya. Belakangan ini, waktu luang Gladys banyak dihabiskan untuk men-screenshot materi dan tugas sampai tak sadar memori internal ponselnya teriak-teriak minta dibersihkan.

Hadeh, drama wajib pemilik ponsel kentank.

Fareina bertopang dagu. "Kemarin, lo jalan ke mana sama Kak Varel, Dis?" Gerakan Gladys terhenti. "Kalian kayaknya deket banget belakangan ini. Andai anak Senjayana enggak tahu Kak Varel itu mentor fisika lo, pasti kakak kelas cewek udah pada ribut labrak lo, Dis."

Lagu lama, haram hukumnya bagi adik kelas kecentilan pada senior cogan. Nekat, siap-siap saja dijadikan target perundungan. Kalau satu lawan satu, sih, tidak masalah. Namun, ini seringnya keroyokan.

SMA Senjayana memang melarang keras budaya perundungan di lingkungan sekolah. Akan tetapi, yang namanya kakak kelas pasti selalu punya seribu satu cara buat mengintimidasi targetnya.

Gladys paham aturan tidak tertulis ini. "Bukan jalan, tapi nyari variasi spot buat belajar. Lo, kan, tahu sendiri fisika itu nyetresin."

"Sampai ke pantai bareng?" Gelengan Fareina menyangsikannya. "Gue lihat posting-an Instagram Kak Varel. Caption-nya: sea, sky, physic, and you."



Heliosentris [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang