Part 13 | Gerak Jatuh Bebas

126K 10.7K 565
                                    

DETIK merangkak menjadi menit. Menit bertransformasi menjadi jam. Jam bergulir menjadi hari. Sialnya, Gladys masih saja kepikiran dengan kalimat Varel kemarin.

"Lah, palingan juga dia bercanda. Kalau enggak punya harapan, pasti udah nyemplung ke Sungai Serayu dari lama." Tangannya mengibas tak acuh. "Idih, masa dikudeta doang sama temennya udah pengin mati? Ck! Konyol banget! Cemen!"

Berpikir itu metode terbaru Varel untuk caper dan cari simpati, perhatian Gladys kembali diterjunkan pada tugas kimia. Gurunya lagi rapat sehingga seabrek soal ada sebagai pengganti. Lebih baik pusingin itu ketimbang Varel yang tidak jelas.

"Hai, Akak." Mata Gladys tidak berkedip ketika pandangannya berpaling ke makhluk burik yang tiba-tiba nongol di dekat bolpoinnya. "Kenalin namaku Kecobang. Umurku baru beberapa minggu, jadi lagi suka-sukanya godain cewek jelek. Tolong cium aku, Akak."

Bersama suara kutu kupret Fathan, Gladys telat merespons sewaktu jeritan Fareina menyadarkannya. Astaga, kecoak mode terbang!

"Fathan, lo anak setan! Singkirin ini kambing dari hadapan gue!" Gladys teriak-teriak sambil memukul-mukulkan bukunya secara membabi buta.

Fathan menjauh ke meja guru, ngakak tidak ketulungan. "Kan, udah gue kasih tahu. Namanya Kecobang bukan kambing, Gladys."

"Babi! Jangan deket-deket! Jangan deket-deket! Anjing, kok malah nemplok ke baju gue? Huwaaa... Fareina, tolongin!"

Cewek-cewek yang lain auto bubar keluar kelas, meninggalkan Gladys yang heboh sendiri. Fathan sampai menangis saking tidak kuatnya tertawa melihat goyang dombret dadakan temannya.

"Hiya, hiya... aselole! Taktuntung, taktuntung... jezz!" sorak Fathan gaduh.

Mengusili cewek sekelas ketika jam kosong itu hobi utama para cowok. Tempo hari dengan cecak, lain waktu ganti ulat keket, hari ini kecoak. Fathan komandannya. Hoaks banget ketua kelas itu pencipta keamanan. Yang ada dia itu sumber kehebohanlah iya.

Sampai Gladys kejedot pintu kelas, barulah Fathan berbaik hati menyingkirkan kecoak dari punggungnya.

"Makasih udah ngajak aku main, Akak." Telunjuk Fathan mengelus-elus bulu kecoak yang megar sehabis terbang. Ia ngakak lagi. "Kecobang sayang Akak Jelek, deh."

Tuhaaan, tolong beri Gladys kekuatannya ibu Malin Kundang supaya bisa mengutuk Fathan jadi batu kali. Akhlak dia sungguh ketinggalan di zaman purba.

Satu sepatu Gladys dilepas. Ogah jadi korban yang teraniaya, karma untuk mengganjar Fathan datang secara instan. Ia menimpuk ketua kelas gendengnya pakai sepatu berkali-kali.

"Bilang apa lo barusan, hah? Bilang apa! Gue jelek? Enak aja! Ngerjain gue, emangnya lo udah bosen hidup?" semprot Gladys.

Fathan ngacir keluar kelas. Gelak tawa setannya bikin heboh suasana di koridor. Kelas lain juga jam kosong sehingga mereka tidak khawatir bakal dihantui guru killer.

Murid-murid cewek menyemangati aksi pembantaian Gladys, sedangkan yang cowok malah suit-suit. Pasalnya, bukan sekali ini saja mereka jadi saksi kucing dan tikus yang sekelas itu gelut. Kalau tidak cekcok, ya pasti adu bacot.

Kegaduhan suasana di koridor siang itu makin menggila tatkala kelas dua belas yang jadi tetangga kelas mereka ikutan ribut. Berjarak tiga kelas dari posisi Gladys, beberapa senior yang baru keluar dari sarangnya saling bentak.

"Mau lo apa sebenernya, Rel?"

"Bukan urusan lo, Jek. Yang jelas keputusan gue inaktif dari COBRA sehabis turnamen kelar itu mutlak. Persetan sama gelar senior teladan! Sono lo embat semuanya."

Heliosentris [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang