#19

10.3K 660 203
                                    

Jangan sia-siakan usaha orang lain. Karena tak ada yang tau apa yang akan terjadi setelah orang itu berhenti berusaha untukmu.

.

.

.

1 Month later..

Haruno Karin terdiam saat beberapa polisi berdiri di depan pintu yang baru saja dibukakannya. Rasa bingung dan takut bercampur jadi satu, menghasilkan keringat dingin yang terlukis di kening putihnya.

“Bisa kami berbicara dengan Haruno Karin?”

Pertanyaan polisi itu berhasil membuat rasa takut dan paniknya semakin menjadi. Tangannya mengepal kuat, keringat dingin mengucur dari pelipisnya.

“Y-ya. Dengan saya sendiri. A-ada apa memangnya?”

“Menurut laporan, beserta bukti bukti yang ada. Anda tertuduh mencuri uang di perusahaan Akasuna.”

DEGH

“A-apa?! Me-mencuri?! Mana mungkin! Hey kalian pasti salah!”

“Untuk lebih jelasnya. Anda bisa menjelaskan semuanya di kantor polisi.” Polisi itu berujar lebih dulu, memotong Karin yang hendak membuka suara lagi.

“Tidak! Ayah! Ibu! Kakak!” Karin berteriak ketika polisi hendak menraih pergelangan tangannya. Membuat Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki keluar dari kediamannya.

“Ada apa ini?” Kizashi berujar panik kala salah satu polisi itu memborgol kedua tangan putri kesayangannya. “Hei! Berani sekali kau memborgol putriku! Lepaskan itu, kau tak tau siapa aku ha—”

Ucapannya terpotong dengan suara tawa seorang gadis. Suara yang teramat familiar itu begitu menusuk telinganya.

“Hahaha sudah jatuh miskin, tapi masih ingin dipuja orang.” gadis cantik itu menyelip masuk dari celah berdiri dua polisi itu. “Tuan Haruno Kizashi, eh?” ia menyeringai kala manik sewarna dengannya itu menatapnya dengan maniknya. Emerald hijau miliknya tetap membalas tatapan itu, meskipun rasa sakit menusuk hatinya saat mata hijau itu memandangnya penuh kebencian.

“Tch! Kau—”

“Aku apa, hm?” diamnya Kizashi membuat seringai di wajah Akasuna Saki itu mengembang sempurna. “Kau tak akan bisa menentangku. Tuan Haruno yang terhormat.” kepala merah mudanya menoleh ke arah polisi yang telah memborgol Karin. “Anda bisa membawa pencuri itu pak.”

Melihat kepergian beberapa polisi dan Karin membuat Mebuki hendak berlari mengejarnya. “Selangkah kau mengejarnya. Keluargamu akan jauh lebih hina daripada ini.”

Mebuki mendelik ke arah Sakura. Amarah, sakit, menyesakkan, kesal semua itu beradu satu menjadi perasaan yang ada di hatinya. “Apa maksudmu memenjarakan putriku?! Anak durhaka! Kau tak pernah pantas menyandang marga ayahmu! Dia adikmu sialan! Dia adik kandungmu! Lalu kenapa kau memenjarakan adik kandungmu sendiri?! Keterlaluan! Bajingan, pergi kau! Enyahlah dari dunia ini! Kau memang tak pantas untuk dilahirkan! Hiks”


“Apa maksudku? Hah! Putri kesayangan anda itu telah mencuri di perusahaanku nona Haruno Mebuki,” ia menyeringai pedih. “Bukan aku yang tak pantas menyandang nama Haruno, tapi Haruno yang tak pantas menjadi namaku. Lagipula, aku sudah membuang jauh-jauh nama Haruno Sakura, nama yang selalu membuatku mengingat rasa sakit dan tidak keadilan selama aku memakai nama itu. Ngomong-ngomong soal adik, dia bukan adikku,” Sakura mendongkak menatap wajah ke dua orang tuanya. “Aku tak pernah punya adik, ayah, ibu maupun kakak. Aku sendiri di dunia ini. Dan itu yang kalian ucapkan dulu. Aku bukanlah siapa-siapa diantara kalian. Aku ya aku, aku bukan bagian dari kalian, sejak dulu sampai sekarang, dan selamanya.”

Last TearsOnde histórias criam vida. Descubra agora