[20] Cravings

1.5K 132 10
                                    

***

Seketika senyum Tzuyu melebar, ia memandang Nayeon, Sana, dan Jihyo bergantian. Melihat wajah itu Sana dan Nayeon sudah menebaknya.

"Dia hamil"

_
_
_
_
Nayeon dan Sana langsung bersorak girang, mereka saling pandang seraya bertos ria. Jihyo pun tampak senang. Dahyun? wanita berkulit pucat itu terdiam tak bergeming. Tak ada yang keluar dari mulut manisnya, wajahnya tampak tak percaya.

Tzuyu mengernyit melihat wajah Dahyun yang tak menunjukkan sedikitpun kebahagian. "Dahyun kenapa? Apa kau tak senang?"

Dahyun berkedip beberapa kali. Ia menduduki dirinya. "Apa benar aku hamil?"

Tzuyu mengangguk beberapa kali seraya tersenyum.

"Apa kau tak senang?" tanya Jihyo, melihat tak ada perubahan wajah Dahyun sama sekali.

Dahyun berkedip, air matanya langsung terjun di pipinya. Ia menutup mulutnya tak percaya. "Aku senang, bahkan senang sekali."

Tiba-tiba saja Mark datang beserta saudara-saudaranya dengan wajah menegang. Mark tampak cemas, "Ada apa dengannya? Apa dia sakit?"

Youngjae hanya tersenyum, ia sudah mendengar pembicaraan Tzuyu itu.

Mark menjongkokkan dirinya dihadapan Dahyun, melihat air mata itu turun membuatnya menjadi takut, jika Dahyun sakit.

"Kenapa kau menangis? Dimana sakitnya?" Ibu jari Mark bergerak menghapus air mata itu.

Dahyun langsung menghambur kepelukan suaminya itu. Mark membalas pelukan itu walaupun wajahnya tampak bingung.

"Aku hamil"

Dua kalimat itu membuat tubuh Mark menegang. Pelukan itu perlahan melonggar, membuat Dahyun melepaskan pelukannya.

"Waeyo?"

Suasana hening. Sampai Mark bangkit berdiri, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan living room itu. Semua memandang bingung, ada apa dengan Mark?

"Apa dia tak senang?" suara Dahyun mulai serak.

***
Dahyun perlahan berjalan mendekati Mark yang berdiri di balkon kamar mereka membelakanginya. Ia berdiri di sebelah Mark, memandang wajah suaminya itu yang tampan.

"Ada apa denganmu?"

Mark menoleh sebentar lalu kembali beralih kedepan. Ia menggeleng kecil. "Aniyo."

"Kau tampak tak senang. Apa kau tak suka aku hamil?"

Mark hanya diam membisu, ntah apa yang ada di pikiran pria vampire itu.

Raut wajah Dahyun langsung berubah. Gadis polos itu sudah mengeluarkan air matanya. "Jika kau tak menginginkannya dari awal, kenapa kau menikahiku bodoh!"

Sekali lagi Mark hanya diam, ia hanya melirik Dahyun dari ujung matanya. Hatinya kembali sakit melihat air mata itu kembali turun.

Dahyun mengadah kedepan. Di hapusnya air matanya kasar. Ia mengangguk beberapa kali. "Guerae... sepertinya kau tak menginginkannya, lebih baik kita berpisah saja. Aku yang bertanggung jawab"

Spontan Mark langsung memutar tubuhnya, matanya membuat. "Apa yang kau katakan?"

Dahyun menatap Mark tajam. "Aku ingin kita berpisah"

Dahyun berbalik siap meninggalkan suaminya yang menyebalkan itu, tapi langkahnya terhenti saat Mark menariknya kembali ke dalam pelukan pria blonde itu.

"Jangan mengatakan seperti itu"

Dahyun mendongakkan kepalanya. "Lalu aku harus berkata seperti apa?"

Mark menjilat bibirnya, seperti ragu mengeluarkan sesuatu yang dihatinya.

"Mark... jangan membuatku membaca pikiranmu"

"Baiklah..."

Dahyun melepaskan pelukan Mark, ia menatap suaminya itu begitu dalam menunggu kata yang di lontarkan Mark.

"Jika dia lahir, kau tak akan memperhatikanku lagi"

Mark hanya menundukkan kepalanya. Dahyun merengutkan wajahnya, tangannya terangkat memukul dada bidang pria blonde itu.

"Dasar bodoh. Kau sungguh kekanakan"

Mark mengangkat kepalanya, "Aku tak ingin kau membagi perhatianmu"

"YA! Jika aku tak membagi perhatianku, lalu siapa yang memperhatikan anak kita? Kau bodoh ya. Siapa suruh menerkamku!" dengus Dahyun.

Mark memajukan bibirnya. "Tetap saja, aku tak ingin"

Pandangan Dahyun berubah menjadi lembut. Ia menangkup wajah suaminya itu. "Jangan mengatakan seperti itu. Aku akan tetap memberimu perhatian, kau tahukan aku begitu mencintaimu"

Ujung bibir Mark tertarik. Tangannya terangkat menggenggam tangan Dahyun yang masih menangkup wajahnya. "Aku juga mencintaimu"

"Jadi kau menerimanya bukan?"

"Tentulah, dia kan hasil kerjaku" alis pria blonde itu bermain-main membuat Dahyun bersemu merah.

"Sudahlah jangan mengatakan seperti itu, aku ingin makan"

"KAJJA!"

***
Mark sudah memberitahu Raja Jisoo bahwa Dahyun hamil. Dan sang ayah begitu bahagia, dan langsung pergi mengunjungi mereka. Seperti sekarang ini di living room Raja Jisoo menatap Dahyun begitu berbinar membuat Dahyun meringis merasa aneh di tatap seperti itu.

"Kenapa appa menatapku seperti itu" ujar Dahyun menyadarkan Raja Jisoo.

Raja Jisoo masih sumringah. "Aku begitu senang mendengar kabar kau hamil. Rasa bahagia ku sudah terukir lagi, aku akan segera memiliki cucu." Ujarnya girang.

Dahyun ikut tersenyum kecil. Tiba-tiba sebuah pertanyaan terlintas di pikirannya.

"Appa... aku ingin bertanya"

Raja Jisoo mengernyit. "Apa itu?"

"Ini aneh. Aku dan Mark baru menikah seminggu lalu, tapi kenapa aku cepat sekali hamil?"

Raja Jisoo tertawa kecil. "Kita kaum vampire. Dan... mungkin Mark terlalu—" Raja Jisoo bingung melanjutkan ucapannya pada Dahyun. Karena bahasanya akan sedikit aneh di dengar.

"Terlalu apa?"

Mark datang langsung duduk di sebelah Dahyun. "Tidak ada. Ini karena kita kaum vampire"

Raja Jisoo mendengus. Padahal ada dua kemungkinan kenapa Dahyun cepat hamil, antara karena memang mereka kaum vampire atau sang suami terlalu agresif saat melakukannya.

"Benarkah?"

"Geurae" Tangan Mark terangkat merangkul pundak istrinya itu.

"Mark?" panggil Raja Jisoo mengalihkan pandangan Mark.

"Sepertinya kita perlu berbicara tentang tahtaku ini. Aku merasa tahtaku sudah pantas di turunkan untukmu, apalagi cucuku sebentar lagi akan lahir" ujar Raja Jisoo, wajahnya sudah menunjukkan keseriusan persis benar-benar seperti Raja biasanya.

Mark diam, berpikir sebentar. Ia mengadah pada Raja Jisoo. "Bisakah kita membicarakannya saat anakku sudah lahir ayah?"

Raja Jisoo mengangguk. "Baiklah. Selesai cucuku lahir, kita akan membicarakannya"

Wajah Dahyun tampak berbinar, ia menatap Raja Jisoo. "Apa appa akan menginap disini?"

Raja Jisoo menggeleng kecil. "Tidak bisa. Jika appa menginap, siapa yang menjaga kerajaan"

Seketika wajah Dahyun mengerucut. Mark mengelus kepala Dahyun, "Gwenchana. Kita bisa mengunjunginya kapan-kapan"

Raja Jisoo bediri dari duduknya. "Baiklah, aku harus segera pulang. Ini juga sudah malam"

Kedua pasangan vampire itu mengangguk. Setelah Raja Jisoo benar-benar pergi dengan pengawal-pengawalnya, Dahyun merasa haus. Segera dia berlari kearah dapur.

Dengan bahagianya ia membuka kulkas itu, matanya mengedar mencari sesuatu yang menyegarkan. Dan saat itu ia melihat wadah yang berisi darah, matanya langsung berbinar terang. Tak butuh lama, ia langsung mengambil wadah darah itu lalu meneguknya sampai habis.

"Woah... ini sungguh enak" ujarnya selesai meneguk habis darah itu.

"Astaga, Dahyun-ah..."

Dahyun mengernyit melihat kedatangan Jihyo dengan tampang terkejutnya. "Wae?"

Jihyo menggeleng kepala tak percaya menatap wadah besar itu yang sudah kosong. "Kau meminum semuanya?"

Dahyun hanya mengangguk polos.

"Itu sangat banyak, bagaimana bisa kau menghabiskannya semua"

Dahyun menyengir seraya mengedikkan bahunya. "Aku begitu haus. Mian..."

Jihyo menghela nafas, "Yasudahlah, sepertinya besok aku perlu berburu hewan lagi"

Mata Dahyun langsung berbinar. "Bolehkah aku ikut?"

Pertanyaan itu langsung diajukan gelengan keras dari Jihyo. "Tidak! Kau sedang hamil, berbahaya"

Dahyun mengerucut mendengarnya. "Oh ayolah, itu tak masalah."

Jihyo kembali menggeleng. "Tidak, tidak, dan tidak"

Setelah itu Jihyo langsung berlari keatas, sebelum Dahyun kembali meminta ikut. Bagaimana bisa ia mengijinkan Dahyun yang statusnya sedang hamil berburu? Yang ada dia akan mati jika wanita hamil itu terluka sedikit saja.

Dahyun masih diam di tempat dengan wajah kesalnya. Tapi tiba-tiba saja sesuatu idel terlintas di pikirannya. Bukan Dahyun namanya, jika tak punya ide. Besok dia akan diam-diam mengikuti Jihyo. Membayangkan itu membuatnya terkikik senang.

***
"Kau mau kemana?"

Langkah Jihyo terhenti saat Jaebum memanggilnya dari belakang. Ia berbalik menatap Jaebum.

"Aku mau berburu" jawabnya.

"Aku ikut"

Jihyo mengangguk. "Yasudah"

Di balik dapur sana, Dahyun bersembunyi. Disaat Jihyo dan Jaebum keluar rumah, ia ikut bergerak melangkah. Namun, tiba-tiba saja sebuah tangan menahannya. Ia berbalik menatap pemilik tangan yang menahan itu.

"Ah wae?" tanya Dahyun kesal.

Mark menaikkan alisnya satu. "Kau mau kemana?"

"Berburu"

Satu kalimat itu mampu membuat Mark marah. "Andwae. Kau tidak boleh"

Dahyun mulai merengek. "Aku ingin!"

"Kau sedang hamil, tak boleh"

Dahyun menatap Mark memohon. Tangannya sudah siap menarik-narik ujung baju Mark, seperti anak kecil meminta ijin pada orangtuanya.

"Ayolah..."

Sekali lagi Mark menggeleng keras. "Tidak Dahyun. Lebih baik kita nonton saja"

Mark langsung mengangkat tubuh Dahyun, membawa wanita hamil itu ke ruang TV.

Dahyun akhirnya pasrah dan menonton TV yang membuatnya begitu bosan dan mengantuk.

Sudah hampir sejam Dahyun dan Mark menonton TV. Bagi Dahyun, ia benar-benar seperti orang bodoh yang pemalas. Sungguh, dia sangat bosan dengan acara realty show yang sama sekali tak lucu untuknya. Sekarang ini, dia hanya ingin berburu. Ntah kenapa dia menjadi ingin berburu, keinginan itu tiba-tiba datang saat Jihyo mengatakan akan berburu, disitu dia langsung senang.

Dahyun menoleh pada Mark, menatap wajah pria blonde itu diam. Mark merasa di tatap, menatap Dahyun balik, alisnya terangkat.

"Kenapa?"

"Aku bosan"

Mark menurunkan tangannya yang sedari tadi merangkul bahu Dahyun. Tubuhnya berputar menghadap Dahyun, "Jadi kau ingin apa? Terkecuali berburu"

Dahyun mengerucut. Padahal keinginannya hanya satu, yaitu berburu. "Mark..." rengeknya.

Mark kembali menggeleng. "Andwae"

Dahyun membuang mukanya, ia beralih kembali pada TV itu dengan pandangan kesal.

"Oh ayolah Dahyun, itu berbahaya."

Dahyun kembali menoleh. "Tidak. Aku juga vampire, aku bisa Mark"

"Aku bilang tidak, ya tidak!" suara itu mulai mengeras.

Dahyun terdiam. Seketika kemudian wanita hamil itu langsung menangis hanya karena suara keras itu.

Mark tampak bersalah ia memeluk tubuh Dahyun. "Maafkan aku"

Dahyun memukul dada Mark beberapa kali memaksa melepaskan pelukan itu. Ia menghapus air matanya dengan kasar.

"Kalau begitu aku ingin menjambakmu"

Ha?

Mark menatap tak percaya Dahyun. Apa yang dikatakan istrinya itu. Tapi akhirnya ia mengerti.

"Baiklah, silahkan asalkan tidak berburu" ia menundukkan kepalanya mengarah pada Dahyun.

Dahyun terdiam. Bukannya melakukan keinginannya, ia malah kembali menangis.

"Aku tak mau. Aku ingin berburu! Hiks..."

Mark kembali mendongak. "Tidak bisa!"

Dahyun menghentikan tangisnya. Ia berdiri. "Kalau begitu aku pergi sendiri saja."

Sebelum Dahyun melangkah Jihyo dan Jaebum sudah datang dengan wadah besar berisi darah di tangan Jaebum.

"Kau mau kemana?" tanya Jihyo.

"Berburu"

Mark berdecak, ia bangkit dari duduknya. "Sedari tadi ia ingin berburu. Lihat matanya memerah hanya memohon berburu"

Jihyo mengeryit. "Apa kau sedang mengidam?"

"Mengidam?"

Jihyo beralih pada Mark lalu mengangguk. "Biasanya jika sudah seperti ini. Itu artinya dia sedang mengidam, dan sepertinya kita harus menuruti keinginannya jika anakmu menjadi tak aneh kelak lahir" jelas Jihyo.

Jaebum beralih pada Jihyo. "Kau sepertinya banyak tahu"

Jihyo menepuk dadanya bangga beberapa kali.

Mark menggandeng tangan Dahyun. "Baiklah mari kita berburu" akhirnya ia mengalah agar anaknya kelak tak aneh seperti yang dikatakan Jihyo.

Dahyun mendengar iu bersorak girang. Bahkan ia sampai bertepuk tangan melompat tidak jelas.

"Aigoo... dia begitu bahagia" decak Jihyo.

"Kajja!" tarik Dahyun semangat.

***
"Dahyun, jangan berlari!"

Mark ikut berlari mengejar Dahyun yang terlalu bersemangat. Bahkan wanita hamil itu tak peduli lagi bahwa ia sedang berbadan dua, tapi tidak berhati-hati dengan larinya. Mark bahkan terkadang kewalahan dengan kecepatan istrinya itu berlari. Begitupun saat Dahyun menemukan seekor rusa, ia langsung menancap gigi taringnya ke leher rusa itu lalu mengisap darah rusa itu sampai habis.

Dahyun menghentikan larinya. Ia menghadap sebuah air terjun, senyumnya langsung tertarik. Tak butuh lama, ia kembali berlari mendekati air terjun itu.

Mark segera menyusul Dahyun, sebelum istrinya itu bertindak hal-hal aneh. Kan, benar saja pikirannya. Dahyun bahkan ingin berterjun ke air terjun itu, ia langsung berlari lalu menarik tangan Dahyun.

"YA!" teriak Mark menatap Dahyun tajam.

"Wae? Aku hanya ingin bermain air"

"Kau sudah mau jatuh, tapi tetap tak tahu!"

Dahyun merengut, "Lalu bagaimana?"

"Kita pulang!"

Dahyun menatap mata itu lagi. Ia menggeleng pelan. "Aku tak mau"

Mark mencoba meredakan emosinya yang tadi mendadak naik karena tingkah Dahyun itu.

"Dahyun dengarkan aku. Kita pulang ya?"

Dahyun kembali menggeleng. "Aku masih ingin bermain"

Mark mencoba berpikir cara apalagi agar Dahyun menuruti perkataannya. Jika sekarang Dahyun sedang tidak hamil, ia sekarang sudah mengangkat tubuh istrinya itu lalu membawa pulang.

"Mark..."

"Apalagi?"

"Jika kita pulang nanti, apa kau mau memasakan sesuatu untukku?"

Mendengar itu membuat Mark terdiam. Memasak? Oh ayolah, dia saja tak pernah menyentuh pisau sedikitpun, apalagi Dahyun meminta dia memasak. Sudahlah, dapurnya akan kebakaran. Tapi yang ada dipikirannya di lupakannya begitu saja, ia malah mengangguk pasti melihat wajah Dahyun berharap.

"Kajja"

***
Senyum Dahyun tak luput sedikitpun. Jari-jari tangannya bermain-main di meja makan itu. Matanya asik memperhatikan Mark yang berkutat dengan alat-alat masak itu. Dia sudah tak sabar apa yang akan Mark hidangkan untuk dirinya. Sesungguhnya, dalam hati ia tertawa geli melihat wajah bingung suaminya itu. Ia tahu, Mark tak pintar memasak, maka dari itu dia berniat mengerjai Mark. Walaupun jahat, yang penting dia punya bahan tawanya.

"Mark hyung? Sedang apa kau?" tanya Jinyoung yang baru datang.

Mark berbalik, dengan wajah yang tampak begitu seperti sedang kesulitan. "Memasak. Tapi aku tak tahu cara memasak"

Jinyoung mengernyit. "Tumben sekali."

Mark menghela nafas, ia melirik Dahyun yang terkikik sendiri, ia yakin wanita itu sedang menertawakannya.

"Kalau tidak keinginan Ratu ini, mana mau aku menyentuh alat-alat dapur ini"

Jinyoung sekarang mengerti. Ia tertawa kecil, rasanya ini kali pertamanya Mark menuruti keinginan orang lain, biasanya hyung-nya itu paling malas jika ada yang memintahnya ataupun menyuruhnya. Bukankah Dahyun hebat, mengubah seorang Mark Tuan?

"Apa perlu Jihyo ku panggilkan?"

Baru saja Mark ingin mengiyakan, tapi Dahyun langsung menyela.

"Tidak bisa. Dia harus sendiri" Dahyun beralih pada Mark. "Aku ingin buatanmu"

"Matilah aku" gumam Mark tampak frustasi kembali berbalik berkutat dengan alat masakan itu.

***
Tak berapa lama hidangan itu telah selesai dengan kerja keras Mark. Tanpa ada bantuan sama sekali, ia telah selesai menghidangkan Gimbap.

Dahyun bertepuk ria saat gimbap itu di sajikan di hadapannya. Tapi tak lama senyumnya pudar melihat bentuk gimbap itu. Gimbap itu tampak hancur, bahkan rumput laut itu tak sesuai masuk ke dalam lingkaran nasi itu.

Ia mendongak menatap Mark yang duduk di hadapannya. Mark hanya menyengir. "Rasakan saja dulu, siapa tahu enak"

Dahyun akhirnya mengambil gimbap itu lalu memasukkan ke dalam mulutnya. Mark tampak serius menunggu reaksi wanita hamil itu. Dahyun terus mengunyah gimbap itu lalu menelannya sampai habis. Tak ada komentar yang keluar dari mulutnya, ia malah kembali mengambil gimbap itu, mengunyahnya lalu menelannya, kemudian ia mengambil lagi gimbap itu.

Mark tertawa kecil melihat istrinya itu begitu rakus. "Apa enak?" ujarnya seraya membersihkan butiran nasi yang singgah di sekitar bibir Dahyun.

Dahyun mengangguk antusias dengan mata berbinar. Mulutnya terus mengunyah dan membiarkan Mark sesekali membersihkan mulutnya.

5 gimbap itu habis ludes di telan Dahyun, tanpa ada tersisa. Dia begitu menikmati gimbap jelek buatan Mark. Memang penampilannya berantakan dan terlihat tidak enak, tapi setelah gimbap itu menyentuh lidahnya, tiba-tiba ia merasa begitu lezat dan habis di telannya.

"Apa kau sudah kenyang?"

Dahyun mengangguk beberapa kali memegang perutnya.

"Baguslah" Mark beranjak dari duduknya, mengambil piring bekas gimbap itu lalu menaruhnya ke wastafel.

"Kajja, kau harus tidur"

***
Sudah seminggu tepat hari ke 7 Dahyun hamil. Perlakuan Dahyun mulai aneh dan semakin tidak-tidak. Rumah itu terus berantakan dan kotor karena ulah Dahyun. Bambam bahkan sudah mengadu kelakuan Dahyun pada Mark, tapi suami si wanita hamil itu enggan mengeluarkan apa-apa dan hanya menatapnya datar saja. Bagaimana Bambam tidak hampir frustasi, rumah itu terus kotor, dan dia begitu benci dengan kekotoran. Ingin rasanya ia memarahi Dahyun, tapi nyalinya ciut.

Seperti sekarang ini Dahyun begitu asik menonton TV dengan cemilan di tangannya, jangan lupakan kedua kaki wanita hamil itu terangkat ke meja itu. Bambam meringis melihat sampah-sampah cemilan itu yang berserakan di sekitar meja itu.

Bambam menggeram marah. Jika saja perut buncit itu tak ada, ia sudah menendang Dahyun. Bambam semakin tak suka melihat penampilan Dahyun sekarang, benar-benar kucel, seperti tak ada yang mengurus wanita itu.

"Ya! Dahyun-ah, sebaiknya kau mandi dulu"

Dahyun bukannya menjawab ia malah tertawa karena adegan lucu di TV itu.

Bambam berlari mendekati Dahyun. Ia langsung merampas remote TV itu lalu menekan tombol power, mematikan TV itu.

Dahyun menoleh, "Kenapa kau mematikannya?"

Bambam berkacak pinggang. "Kau harus mandi dulu, baru kau bisa bersantai sepert ini."

Dahyun menggeleng, kemudian ia kembali merampas remote itu. "Aku tak mau" ujarnya seraya menghidupkan TV itu lagi.

Bambam mengacak rambutnya. Padahal ia sengaja menyuruh Dahyun mandi agar ia bisa membersihkan ruang TV yang begitu jorok itu.

Pas sekali Mark datang dan langsung duduk di sebelah Dahyun tanpa merasa kebauan.

"Hyung... seharusnya kau menyuruh dia mandi. Apa kau tak kebauan?"

Mark mendongak menatap Bambam yang masih berdiri. "Dia tidak mau. Biar sajalah"

Dahyun tak peduli, ia lebih asik menonton TV seraya mengemil.

Bambam menggeram. Suami istri sama saja. Ia perlahan menundukkan tubuhnya mengutip sampah-sampah itu dengan perasaan yang begitu kesal. Jika dibandingkan sekarang, ia mirip dengan pembantu kedua suami istri itu.

"Annyeong!"

Mereka bertiga serentak melihat kearah suara itu. Sampah yang ada di kedua tangan Bambam terjatuh begitu saja. Mata mereka membulat. Bambam melirik kedua pasangan suami istri itu dari ujung matanya.

Ia meringis beralih pada si pemilik suara itu.

Dasar Mina, apalagi maunya.

***
TBC...

King & Queen Vampires ✔Where stories live. Discover now